BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Hukum pidana mnurut syariat islam merupakan bagian yang
tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan setiap muslim dimanapun ia berada.
Syariat islam merupakan hukum yang harus dilaksanakan oleh setiap muslim,
karena syariat islam merupakan bagian ibadah kepaa Allah SWT. Namun dalam
kenyataannya, nasih banyak umat islam yang belum tahu dan paham tentang apa dan
bagaimana hukum pidana islam itu, serta bagaimana keetentuan-ketentuan hukum
tersebut seharusnya disikapi dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Adanya ancaman hukuman atas tindak kejahatan adalah untuk
melindungi manusia dari kebinasaan terhadap lima hal yang mutlak pada manusia,
yaitu: agama, jiwa, akal, harta, dan keturunana atau harga diri. Seperti
ketetapan allah tentang hukumam mati terhadap tindak pembunuhan.
Secara garis besar pembahasan hukum pidana
Islam dapat dibedakan menjadi dua. Ada yang menyebutnya fiqih jinayah dan ada
pula yang menjadikan fiqih jinayah sebagai sub bagian yang terdapat dibagian
akhir isi sebuah kitab fiqih atau kitab hadist yang corak pemaparanya seperti
kitab fiqih.
Ditinjau dari unsur-unsur jarimah yang tindak
pidana, objek kajian fiqih jinayah dapat dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu :
pertama, ar-rukn al-syar’i unsur formil. Kedua, al-rukn al-madi’ atau unsur
materil dan yang ketiga, al-rukn al-adabi atau unsur moril.
1.2
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas,
maka penulis merumuskan permasalahan pokok dalam makalah ini adalah :
1.
Apa pengertian dari jinayah?
2.
Apa dasar hukum jinayah dalam Islam?
3.
Apa saja macam-macam dari jinayah?
4.
Apa saja proses jinayah itu?
5.
Bagaimana Bukti dalam melakukan jinayah?
6.
Apa Sebab menghapus hukuman-nya jinayah?
1.3
Tujuan
Penulisan
Tujuan
penulisan makalah ini yaitu :
1.
Untuk mengetahui pengertian dari
jinayah.
2.
Untuk mengetahui dasar hukum jinayah
dalam Islam
3.
Untuk mengetahui tentang macam-macam
jinayah
4.
Untuk mengetahui proses jinayah
5.
Untuk mengetahui bukti dalam melakukan
jinayag
6.
Untuk mengetahui sebab hapusnya hukuman
jinayah
1.4
Manfaat
Penulisan
Manfaat yang dapat diambil dari penyajian makalah ini yaitu
agar pembaca dan penulis bisa lebih mengetahui tentang jinayah (hukum pidana)
dalam Islam.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian
Jinayah
Secara bahasa kata jinaayaat adalah bentuk jama’ dari kata
jinayah yang berasal dari janaa dzanba yajniihi jinaayatan yang berarti
melakukan dosa. Sekalipun isim mashdar (kata dasar), kata jinaayah dijama’kan
karena ia mencakup banyak jenis perbuatan dosa. Kadang-kadang ia mengenai jiwa
dan anggota badan, baik disengaja ataupun tidak. Menurut istilah syar’i, kata
jinaayah berarti menganiaya badan sehingga pelakunya wajib dijatuhi hukuman
qishash atau membayar denda.
Tujuan disyari’atkannya adalah dalam rangka untuk
memelihara akal, jiwa, harta dan keturunan. Ruang lingkupnya meliputi berbagai
tindak kejahatan kriminal, seperti : Pencurian, perzinahan, homoseksual,
menuduh seseorang berbuat zina, minum khamar, membunuh atau melukai orang lain,
merusak harta orang dan melakukan gerakan kekacauan dan lain sebagainya. Di
kalangan fuqaha’, perkataan jinayah berarti perbuatan – perbuatan yang
terlarang menurut syara’. Selain itu, terdapat fuqaha' yang membatasi istilah
jinayah kepada perbuatan-perbuatan yang diancam dengan hukuman hudud dan
qishash –tidak termasuk perbuatan-perbuatan yang diancam dengan hukuman ta’zir.
Istilah lain yang sepadan dengan istilah jinayah adalah jarimah, yaitu larangan
– larangan syara’ yang diancam Allah dengan hukuman had atau ta’zir.
2.2
Dasar
Hukum Jinayah dalam Islam
Dalam islam dijelaskan
berbagai
norma/atura/rambu-rambu yang mesti
ditaati oleh setiap mukalaf, hal
itu telah termaktup dalam sumber fundamental Islam, termasuk juga mengenai perkara
jarimah atau tindak
pidana dalam Islam,
berikut kami akan memaparkan beberapa dalil tentang HPI
dan kewajiban menaati hukum Allah SWT.
Artinya : “Dan dalam qishaash itu
ada (jaminan kelangsungan)
hidup bagimu, Hai
orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa.” (Al-Baqarah 179)
Artinya : “Dan
hendaklah kamu memutuskan
perkara di antara
mereka menurut apa yang diturunkan Allah,
dan janganlah kamu
mengikuti hawa nafsu
mereka. dan berhati-hatilah kamu
terhadap mereka, supaya
mereka tidak memalingkan
kamu dari sebahagian apa
yang telah diturunkan
Allah kepadamu. jika
mereka berpaling (dari hukum
yang telah diturunkan
Allah), Maka ketahuilah
bahwa Sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan mushibah
kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. dan Sesungguhnya
kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik”. (QS. Al-Maidah 49)
Artinya : “Maka
demi Tuhanmu, mereka
(pada hakekatnya) tidak
beriman hingga mereka menjadikan kamu
hakim terhadap perkara
yang mereka perselisihkan, Kemudian mereka tidak merasa dalam hati
mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka
menerima dengan sepenuhnya”. (QS. An-Nisa’ 65).
2.3
Macam-macam
Jinayah
Para ulama membagi
jarimah berdasarkan aspek
berat dan ringannya
hukuman serta ditegaskan atau
tidaknya oleh al-quran
dal al-hadits, atas
dasar ini mereka
membagi menjadi tiga macam, yaitu :
1. Jarimah
hudud, yang meliputi:
Hudud, jamaknya “had”. Arti menurut bahasa ialah
: menahan (menghukum). Menurut istilah hudud berarti: sanksi bagi orang yang
melanggar hukum syara’ dengan cara didera/ dipukul (dijilid) atau dilempari
dengan batu hingga mati (rajam). Sanksi tersebut dapat pula berupa dipotong
tangan lalu sebelah atau kedua-duanya atau kaki dan tangan keduanya, tergantung
kepada kesalahan yang
dilakukan. Hukum had
ini merupakan hukuman yang
maksimal bagi suatu pelanggaran tertentu bagi setiap hukum.
Jarimah
hudud ini dalam beberapa kasus di jelaskan dalam al-Qur’an surah An-Nur ayat
2, surah an-Nur: 4, surah al-Maidah ayat
33, surat al-Maidah ayat 38.
a. Perzinaan
b. Qadzaf
(menuduh berbuat zina)
c. Meminum
minuman keras
d. Pencurian
e. Perampokan
f. Pemberontakan
g. Murtad
2. Jarimah
qishas/diyat, yang meliputi :
Hukum
qisos adalah pembalasan
yang setimpal (sama)
atas pelanggaran yang
bersifat pengerusakan badan. Atau
menghilangkan jiwa, seperti
dalam firman Allah
SWT.
Surah al-Maidah : 45, surah al-Baqarah :
178 Diat adalah denda yang wajib harus dikeluarkan baik berupa barang maupun
uang oleh seseorang yang terkena
hukum diad sebab
membunuh atau melukai
seseorang karena ada pengampunan,
keringanan hukuman, dan
hal lain. Pembunuhan
yang terjadi bisa dikarenakan pembunuhan
dengan tidak disengaja
atau pembunuhan karena
kesalahan (khoto’). Hal ini dijelaskan dalam al-Quraan surah an-Nisa’ :
92.
a. Pembunuhan
sengaja.
b. Pembunuhan
semi sengaja.
c. Pembunuhan
tersalah.
d. Pelukan
sengaja.
e. Pelukan
semi sengaja.
3. Jarimah
Jarimah ta’zir
Hukum ta’zir adalah hukuman atas
pelanggaran yang tidak di tetapkan hukumannya dalam al-Quran
dan Hadist yang
bentuknya sebagai hukuman
ringan.menurut hukum islam,
pelaksanaan hukum ta’zir diserahkan sepenuhnya kepada hakim islam hukum ta’zir
diperuntukkan bagi seseorang yang melakukan jinayah/ kejahatan yang tidak atau
belum memenuhi syarat
untuk dihukum had
atau tidak memenuhi
syarat membayar diyat sebagai
hukum ringan untuk menebus dosanya akibat dari perbuatannya. ta’zir ini dibagi
menjadi tiga bagian :
a. Jarimah hudud
atau qishah/diyat yang
syubhat atau tidak
memenuhi syarat, namun sudah
merupakan maksiat, misalnya
percobaan pencurian, percobaan pembunuhan, pencurian dikalangan
keluarga, dan pencurian aliran listrik.
b. Jarimah-jarimah
yang ditentukan al-quran dan al-hadits, namun tidak ditentukan sanksinya,
misalnya penghinaan, saksi palsu, tidak melaksanakan amanat dan menghina agama.
c. Jarimah-jarimah yang
ditentukan oleh ulul
amri untuk kemashlahatan
umum. Dalam hal ini,
nilai ajaran islam
di jadikan pertimbangan
penentuan kemashlahatan umum.
persyartan kemaslahatan ini
secara terinci diuraikan
dalm bidang studi
Ushul Fiqh, misalnya, pelanggaran atas peraturan lalu-lintas. Sedangkan
jarimah berdasarkan niat pelakunya dibagi menjadi menjadi dua, yaitu:
1. Jarimah
yang disengaja (al-jarimah al-maqsudah).
2. Jarimah
karena kesalahan (al-jarimah ghayr al-maqsudah/jarimah al-khatha’).
Macam-Macam Jarimah
Menurut Cara Melakukan
Dan Konsekuensinya
a. Pembunuhan
Yaitu suatu perbuatan yang menyebabkan hilangnya nyawa
seseorang, baik itu dilakukan secara sengaja maupun tidak sengaja.
Pembunuhan ada tiga cara, yaitu :
1. Betul-betul
disengaja, yaitu dilakukan oleh yang membunuh guna membunuh orang yang
dibunuhnya itu dengan perkakas yang biasanya dapat digunakan untuk membunuh
orang. Hukum ini wajib di qishas. Berarti dia wajib dibunuh pula, kecuali
apabila dimaafkan oleh ahli waris yang terbunuh dengan membayar diyat (denda)
atau dimaafkan sama sekali.
2. Ketaksengajaan
semata-mata. Misalnya seseorang melontarkan suatu barang yang tidak disangka
akan kena pada orang lain sehingga menyebabkan orang itu mati, atau seseorang
terjatuh menimpa orang lain sehingga orang yang ditimpanya itu mati. Hukum
pembunuhan yang tak disengaja ini tidak wajib qishas, hanya wajib membayar
denda (diyat) yang enteng. Denda ini diwajibkan atas keluarga yang membunuh,
bukan atas orang yang membunuh. Mereka membayarnya dengan diangsur dalam masa
tiga tahun, tiap-tiap akhit tahun keluarga itu wajib membayar sepertiganya.
Firman Allah SWT:
Artinya: “Dan tidak
layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin (yang lain), kecuali Karena
tersalah (Tidak sengaja, dan barangsiapa membunuh seorang mukmin Karena
tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta
membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali
jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah. jika ia (si terbunuh) dari kaum
(kafir) yang ada perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, Maka (hendaklah
si pembunuh) membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh)
serta memerdekakan hamba sahaya yang beriman. barangsiapa yang tidak
memperolehnya, Maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan
berturut-turut untuk penerimaan Taubat dari pada Allah. dan adalah Allah Maha
mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. An-Nisa: 92)
3. Seperti
sengaja, yaitu sengaja memukul orang, tetapi dengan alat yang enteng (biasanya
tidak untuk membunuh orang) misalnya dengan cemeti, kemudian orang itu mati
dengan cemeti itu. Dalam hal ini tidak pula wajib qisas, hanya diwajibkan
membayar diyat (denda) yang berat atas keluarga yang membunuh, diangsur dalam
tiga tahun.
b. Khamar (Minuman Keras)
Khamar adalah cairan yang di hasilkan dari peragian
biji-bijian atau buah-buahan dan mengubah sari patinya menjadi alcohol dan
menggunakan katalisator (enzim) yang mempunyai kemampuan untuk memisah
unsur-unsur tentu yang berubah melalui proses peragian atau Khamr adalah
minuman yang memabukkan. Orang yang minum khamr diberi sangsi dengan dicambuk
40 kali (Umar bin Khattab 80 kali). Khamr diharamkan dan diberi sangsi yang
berat karena mengganggu kesehatan akal pikiran yang berakibat akan melakukan
berbagai tindakan dan perbuatan di luar kontrol yang mungkin akan menimbulkan
ekses negatif terhadap lingkungannya.
c. Zina
Zina adalah melakukan hubungan seksual di luar ikatan
perkawinan yang sah, baik dilakukan secara sukarela maupun paksaan. Sanksi
hukum bagi yang melakukan perzinahan adalah dirajam (dilempari dengan batu
sampai mati) bagi pezina mukhshan; yaitu perzinahan yang dilakukan oleh orang
yang telah melakukan hubungan seksual dalam ikatan perkawinan yang sah. Atau
dicambuk 100 kali bagi pezina ghoiru mukhshan; yaitu perzinahan yang dilakukan
oleh orang yang belum pernah melakukan hubungan seksual dalam ikatan perkawinan
yang sah.
d. Qadzaf
Asal makna qadzaf adalah ramyu melempar, umpamanya dengan
batu atau dengan yang lainya. Menurut istilah adalah menuduh orang melakukan
zina. Sangsi hukumnya adalah dicambuk 80 kali. Sangsi ini bisa dijatuhkan
apabila tuduhan itu dialamatkan kepada orang Islam, baligh, berakal, dan orang
yang senantiasa menjaga diri dari perbuatan dosa besar terutama dosa yang
dituduhkan. Namun ia akan terbebas dari sangsi tersebut apabila dapat
mengemukakan 4 orang saksi dan atau bukti yang jelas. Suami yang menuduh
isterinya berzina juga dapat terbebas dari sangsi tersebut apabila dapat
mengemukakan saksi dan bukti atau meli’an isterinya yang berakibat putusnya
hubungan perkawinan sampai hari kiamat.
e. Mencuri
Pencurian adalah mengambil sesuatu milik orang lain secara
diam-diam dan rahasia dari tempat penyimpannya yang terjaga dan rapi dengan
maksud untuk dimiliki. Pengambilan harta milik orang lain secara
terang-terangan tidak termasuk pencurian tetapi Muharobah (perampokan) yang
hukumannya lebih berat dari pencurian. Dan Pengambilan harta orang lain tanpa
bermaksud memiliki itupun tidak termasuk pencurian tetapi Ghosab (memanfaatkan
milik orang lain tanpa izin). Pelaku pencurian diancam hukuman potong tangan
dan akan diazab diakherat apabila mati sebelum bertaubat dengan tujuan agar
harta terpelihara dari tangan para penjahat, karena dengan hukuman seperti itu
pencuri akan jera dan memberikan pelajaran kepada orang lain yang akan
melakukan pencurian karena beratnya sanksi hukum sebagai tindakan defensif
(pencegahan).
Hukuman potong tangan dijatuhkan kepada pencuri oleh
hakim setelah terbukti bersalah, baik melalui pengakuan, saksi dan alat bukti
serta barang yang dicurinya bernilai ekonomis, bisa dikonsumsi dan mencapai
nishab, yaitu lebih kurang 93 gram emas.
f. Muharobah (berbuat kekacauan)
Muharobah adalah aksi bersenjata dari seseorang atau
sekelompok orang untuk menciptakan kekacauan, menumpahkan darah, merampas
harta, merusak harta benda, ladang pertanian dan peternakan serta menentang
aturan perundang-undangan. Latar belakang aksi ini bisa bermotif ekonomi yang
berbentuk perampokan, penodongan baik di dalam maupun diluar rumah atau
bermotif politik yang berbentuk perlawanan terhadap peraturan
perundang-undangan yang berlaku dengan melakukan gerakan yang mengacaukan
ketentraman dan ketertiban umum. Sangsi hukum pelaku muharobah adalah:
1. Dipotong
tangan dan kakinya secara bersilang apabila ia atau mereka hanya mengambil atau merusak harta benda.
2. Dibunuh
atau disalib apabila dalam aksinya itu ia membunuh orang.
3. Dipenjara
atau dibuang dari tempat tinggalnya apabila dalam aksinya hanya melakukan
kekacauan saja tanpa mengambil atau merusak harta-benda dan tanpa membunuh.
2.4
Proses
dalam Jinayah
1.
Percobaan.
Percobaan melakukan
jarimah maksudnya yaitu
melakukan perbuatan jarimah
blm dikerjakan dengan sempurna, dalam hukum pidana islam Percobaan
Melakukan Jarimah tdk dikenal secara khusus, namun dpt digolongkan pd jarimah
ghairu tammah.
Dalam
hukum Pidana Islam : jarimah hudud, qisas diyat, harus dilakukan dengan
sempurna, jika tdk maka ta’zir. Hadis nabi :
“Barang siapa yg mmberikan hkman han bukan terhadap jarimah had, maka
dia digolongkan orang-orang yang melewati batas”.
Sehingga demikian
percobaan pencurian tdk
boleh disamakan pencurian
dan sebagainya.
2.
Kerjasama
Kerjasama melakukan
jarimah maksudnya pelaku
bersama-sama melakukan jarimah. Dalam bentuk
ini tiap-tiap pelaku
masing-masing memberikan andilnya dlm melakukan jarimah.
Para juris islam mengklasifikasi kerjasama melakukan jarimah menjadi dua yaitu
1. Sekutu
berbuat jarimah secara langsung ( كيرش رشابم
): yaitu pelaku bersama-sama denga orang
lainaktif melakukan jarimah atau kawan nyata dlm melakukan jarimah. Ini ada 2 :
a. Secara kebetulan
(قفاوت), tdk ada
kesepakatan seblmnya. Seperti
yg terjadi dlm kerusuhan, perkelahian, atau demonstasi
masal.
b. Secara berencana
(ؤلامت).Para fuqaha mmbedakan
tanggung jawab pelaku
jarimah dari kedua kerjasama tersebut. Pertanggung jawaban pelaku
kebetulan dan berencana :
® Menurut
abu hanifah : sanksinya sama / dibebankan pada setiap masing-masing sesuai dg
perbuatannya. Contoh :
dipersalahkan karena menyekap,
menganiaya, mmbunuh, dll. Sesuai perbuatannya.
® Jumhur
ulama’ : kebetulan : masing-masing
bertanggung jawab terhadap perbuatan pidana yg dilakukan.
berencana : semua
pelaku pidana sama,
jika korban meninggal,
maka semuanya dikenakan hukuman
mati (qishas).
2. Sekutu
berbuat jarimah secara tidak langsung ( كيرش
ببستم ): kawan berbuat secara tidak
nyata. Tapi menjadi
factor penyebab adanya
jarimah,. Misalanya menghasut, memberi bantuan atau juga member janji
tertentu.
2.5
Bukti
Pelaksanaan Jinayah
Alat-alat bukti dalam
menetapkan sebuah kejahatan
yang mengakibatkan qishas
atau diyat adalah sebagai berikut:
1.
Pengakuan : syarat dalam
pengakuan bagi kasus
pidana yang akan berakibatkan kisas
atau diyat adalah
harus jelas dan
terperinci. Tidak sah
pengakuan yang umum dan masih terdapat syubhat.
2.
Persaksian : Dalam kasus pidana selain
zina (4 orang saksi lelaki adil), syarat minimal adalah 2 orang saksi lelaki
yang adil.
3.
Qarinah : Segala
tanda-tanda yang zahir
yang bersamaan dengan
sesuatu yang masih samar, maka tanda itu menunjukkan kepada itu.
4.
Menarik
diri dari Bersumpah
: Ketika terdakwa
menarik diri (mengelak) dari
bersumpah yang diajukan
kepada terdakwa melalui
hakim (menurut mazhab Hanafiyah)
5.
Al-Qasamah : Sebuah sumpah
yang diulang-ulang bagi
kasus pidana pembunuhan. Ia
dilakukan 50 kali sumpah dari 50 lelaki.
2.6
Sebab
Hapusnya Hukuman
Secara umum ada empat sebab yang menyebabkan
hapusnya hukuman jarimah
1.
Paksaan
Yakni
pelaku dipaksa melakukan perbuatan jarimah yang tidak dikehendaki.
2. Mabuk
Orang
mabuk adalah orang yg mengigau dlm
percakapannya.menghilangkan cakapnya bertindak, oleh karena itu tdk sah akad,
ucapan dan perbuatannya.Jika ia dipaksa untuk mabuk, kemudian dia melakukan
jarimah, maka ia tdk dikenakan pidana,Namun jika ia mabuk atas
kemauannya sendiri, kemudian
ia melakukann jarimah,
maka ia tetap dikenakan pidana. Karena ia sengaja
menghilangkan kesadarannya sendiri..
3. Gila
Gila
dapat diartikan sebagai hilangnya atau telepasnya akal.
4. Belum
baligh.
Yakni
anak yang belum tamyis belum mmiliki kemampuan berpikir dan belum mengerti
akibat dari perbuatan yang dilakukan. Namun
ada beberapa sebab
lain dalam kasus
tertentu yang menyebabkan
gugurnya sanksi jarimah, yaitu:
a. Pelaku
jarimah meninggal.
b. Pelaku
jarimah bertobat.
c. Tidak
terdapat bukti dan saksi serta tidak ada pengakuan.
d. Terbukti
bahwa dua orang saksinya itu dusta dalam persaksiannya,
e. Pelaku
menarik kembali pengakuannya,
f. Mengembalikan
harta yang dicuri sebelum diajukan ke sidang hal ini terjadi pada pelaku pencurian dan hirabah, (Menurut Imam
Abu Hanifah).
g. Dimilikinya harta
yang dicuri itu dengan
sah oleh pencuri
sebelum diajukan ke pengadilan. (Menurut Imam Abu Hanifah).
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Secara bahasa kata jinaayaat adalah bentuk jama’ dari kata
jinaayah yang berasal dari janaa dzanba yajniihi jinaayatan yang berarti
melakukan dosa. Sekalipun isim mashdar (kata dasar), kata jinaayah dijama’kan
karena ia mencakup banyak jenis perbuatan dosa. Kadang-kadang ia mengenai jiwa
dan anggota badan, baik disengaja ataupun tidak.
Jinayah terdiri atas dua macam, yaitu jinayah terhadap jiwa
dan jinayah terhadap badan. Sebab-sebab jinayah yaitu; membunuh, meminum
khamar, berzina, qadzaf, mencuri, muharobah dan lain-lain.
3.2
Saran
Karena keterbatasan pengetahuan kami, hingga hanya inilah
yang dapat kami sajikan, dan tentu saja masih sangat kurang dari sisi
materinya, maka itu kami mengharapkan masukan baik itu kritik maupun saran dari
pembaca demi melengkapi kekurangan tersebut.
DAFTAR
PUSTAKA
Jazuli,Ahmad .fiqh jinayah,PT RajaGrafindo persada. Jakarta. Cetakan I.1999.
Audah, Abdul Qadir. At Tasyri’ Al Jina’iy Al Islamiy. Dar Al Kitab Al Araby, Beirut. Juz 1.
Kallaf, Abdul wahab. Ilmu Ushul Al-Fiqh. Ad Dar Al
Kuwaitiyah. Cetakan VIII. 1968.
Muslich, Ahmad Wardi. Pengantar dan Asas Hukum Islam. Jakarta:
Sinar Grafika. 2004
Abdullah, Musthafa. dkk. Intisari Hukum Pidana. Jakarta: Ghalia
Indonesia. 1983.
Jazuli, H.A. 2000. Fiqh Jinayah Ed. 2, cet. 3. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Asadulloh al faruk. Hukum pidana dalam sistem hukum Islam. Hal. 46.
Ibid. Hal. 429
No comments:
Post a Comment