Saturday, May 30, 2015

MAKALAH DAMPAK KENAIKAN BBM



BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
            Sejarah ekonomi Indonesia adalah kisah pertarungan gagasan atas dua pokok soal penting: kepantasan subsidi dan nasib kemakmuran ekonomi. Kerap kali kedua ide tersebut bertemu dalan satu komoditas utama: minyak. Pada awal 1980-an Indonesia pernah mendapatkan rezeki minyak (oil boom) akibat harga minyak melesat menjadi US$ 30/barrel, dari harga sebelumnya dikisaran US$ 10/barrel. Bonanza minyak itu diperoleh karena Indonesia menjadi eksportir minyak, sehingga tiap kenaikan harga minyak internasional merupakan berita gembira karena penerimaan negara meningkat. Tetapi, sejak 2003 Indonesia telah menjadi importir neto minyak sehingga kenaikan harga minyak internasional menimbulkan petaka yang panjang.
            Pengalaman 2005 dan 2008 lalu merupakan cerita pahit betapa menderitanya masyarakat akibat kenaikan harga BBM. Pemerintah tidak mampu melindungi rakyatnya dari situasi tersebut, meskipun dana kompensasi sudah diberikan (BLT).
            Rencana pemerintah untuk membatasi subsidi BBM, walaupun terkesan terlambat, layak untuk diapresiasi. Pertanyaannya, apakah pemerintah benar-benar mempunyai keberanian untuk merealisasikannya. Pandangan tersebut sangat beralasan, mengingat ketidaksolidan pendapat para menteri dalam berbagai kesempatan,serta pengalaman 2011 di mana pemerintah beberapa kali berencana mengurangi subsidi BBM tetapi rencana tersebut dibatalkan salah satunya akibat tidak tahan kritik pengamat.
            Kenaikan BBM yang cukup drastis merupakan konsekuensi yang harus dihadapi akibat ruang fiskal yang semakin sempit serta ketidakberanian pemerintah menaikkan harga BBM dalam beberapa tahun terakhir. Tantangan utama saat ini adalah bagaimana membangun komunikasi dengan rakyat terkait dengan rencana pembatasan subsidi serta bagaimana mengalokasikan dana hasil penghematan secara optimal.
1.2    Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah:
1.      Bagaimana dampak kebijakan menaikkan BBM terhadap perekonomian Indonesia?
2.      Bagaimana dampak kebijakan menaikkan BBM terhadap pertumbuhan ekonomi?
3.      Bagaimana dampak kebijakan menaikkan BBM terhadap inflasi?
4.      Bagaimana dampak kebijakan menaikkan BBM terhadap pengangguran dikalangan masyarakat?
5.      Bagaimana dampak kebijakan menaikkan BBM terhadap harga bahan-bahan pokok?
6.      Apa Pendapat Pribadi Anda tentang Kebijakan Pemerintah Terhadap Kenaikan Harga BBM ?

1.3    Tujuan Penulisan
Adapun manfaat dari penulisan makalah ini adalah:
1.      Untuk mengetahui dampak kebijakan menaikkan BBM terhadap perekonomian Indonesia.
2.      Untuk mengetahui dampak kebijakan menaikkan BBM terhadap pertumbuhan ekonomi.
3.      Untuk mengetahui dampak kebijakan menaikkan BBM terhadap inflasi.
4.      Untuk mengetahui dampak kebijakan menaikkan BBM terhadap pengangguran.
5.      Untuk mengetahui dampak kebijakan menaikkan BBM terhadap harga bahan-bahan pokok.
6.      Untuk mengetahui Pendapat Pribadi Saya tentang Kebijakan Pemerintah Terhadap Kenaikan Harga BBM




BAB II
PEMBAHASAN


2.1    Pengaruh Kenaikan Harga BBM Terhadap Perekonomian Indonesia
            Indonesia merupakan salah satu negara penghasil minyak bumi, akan tetapi lumbung minyak di tanah air ini banyak dikelola oleh perusahaan asing dikarenakan keterbatasan SDM yang dimiliki indonesia. Pertamina sebagai jargon BUMN dalam pengelolaan minyak bumi hanya sebagai pajangan dan Pemerintah lebih bernafsu memberikan izin pengelolaan kepada perusahaan asing untuk mencari keuntungan tersendiri tanpa mempedulikan kesejahteraan rakyatnya.
Beberapa tahun belakangan ini pemerintah sering sekali mengeluarkan wacana yang menyerukan kenaikan harga BBM ,  ditahun ini juga pemerintah sudah menetapkan akan melakukan kenaikan BBM. kenaikan harga BBM justru semakin mensengsarakan rakyat, belajar dari kenaikan BBM tahun 2005 dan 2008 justru menimbulkan polemik dan kesengsaraan dalam masyarakat. Akan tetapi Menteri Perekonomian, Hatta Rajasa mengatakan hal yang kontaradiktif dengan kondisi yang dialami masyarakat bahwa harga kebutuhan pokok stabil bahkan beberapa bahan pokok mengalami penurunan terutama beras, gula naik sedikit begitu pula dengan minyak goreng dan harga-harga lainya masih dalam batas wajar. Aneh bin ajaib, pernyataan ini sungguh jauh dari normal dan hanya mementingkan kepentingan pejabat saja tanpa melihat rakyatnya menjerit akibat kebijakan sesat ini.
            Kenaikan BBM juga akan meningkatkan laju inflasi. Memandang kenaikan harga BBM justru berdampak pada peningkatan harga-harga sehingga mendorong laju inflasi pada level yang cukup tinggi yang dapat memicu gejolak sosial di masyarakat serta meningkatkan jumlah masyarakat miskin akibat daya beli masyarakat makin merosot.
            Kebutuhan akan komoditas BBM sudah menyentuh semua aspek kehidupan. Tekanan harga pada komoditas BBM akan berpengaruh pada harga barang atau jasa lainnya. Kenaikan harga BBM yang disertai dengan peningkatan harga barang berimplikasi pada menurunnya daya beli masyarakat. Ini akan semakin memberatkan masyarakat kecil di saat momen kenaikan harga BBM berdekatan dengan hari raya lebaran dan masa liburan sekolah.
            Selain itu kenaikan harga BBM bersubsidi akan berimplikasi pada melonjaknya tingkat kemiskinan. Meski pemerintah berjanji untuk memberikan kompensasi pada masyarakat kecil namun dampaknya dinilai tidak akan signifikan.Kompensasi yang bertujuan sebagai jaring pengaman agar masyarakat miskin tidak semakin jatuh ke jurang kemiskinan justru berpotensi dimanfaatkan oleh agenda politik. Pasalnya, dalam waktu dekat Indonesia akan memasuki masa pemilihan umum (pemilu).Orang miskin akan semakin bertambah karena ada kepentingan politik untuk pencitraan.
            Selain berpengaruh terhadap perekonomian di Indonesia kenaikan harga BBM juga berpengaruh terhadap kondisi social rakyat Indonesia. Kemudian terkait dengan dampak sosial adalah adanya anggapan bahwa Pemerintah hanya mementingkan kepentingan kelompok asing dan golongan kaya yang hanya mencari keuntungan bahkan aspek sosial yang selama ini terabaikan seperti fasilitas jalan raya yang banyak berlubang, bangunan sekolah banyak yang rusak, belum lagi persoalan sampah yang menumpuk tidak dikelola mengancam kesehatan.
            Lambannya peran Pemerintah mengatasi aspek sosial ini akan menyulitkan pengambilan keputusan terkait kebijakan yang akan dibuat sehingga nantinya akan menjadi tidak optimal secara keseluruhannya. Ditinjau secara menyeluruh bahwa kehidupan masyarakat di kota dan daerah berbeda sehingga peran pemerintah Pusat dan Daerah diharapkan dapat bersinergi dengan kondisi sosial yang nampak saat ini. Dan masih banyak pengaruh-pengaruh yang ditimbulkan akibat kenaikan BBM  di Indonesia di segala aspek kehidupan.
            Indonesia memiliki banyak potensi sumber daya alam yang dapat dijadikan bahan bakar. Seharusnya pemerintah fokus pada bagaimana mengembangkan potensi sumber daya alam tersebut sehingga persediaan energi dapat terbarukan dan dapat menyerap lapangan pekerjaan bagi masyarakat luas. Selama ini pemerintah hanya fokus pada politik ditingkat pusat dengan isu demokrasi berkeadilan tetapi selama itu pula proses hukum di negeri ini banyak yang terabaikan dan pembangunan infrastruktur yang tidak optimal. Seolah kebijakan yang dibuat hanya untuk formalitas sebagai pembuat kebijakan yang hasil akhirnya justru soal berapa banyak perolehan hasil pemilu mendatang untuk mempertahankan suara pemilihan atau mungkin juga soal kebijakan ekonomi yang pro kepada pihak asing sehingga aspek sosial dan ekonomi rakyat menjadi terabaikan.
            Jika minyak bumi dikelola oleh BUMN maka keuntungan akan lebih dirasakan oleh masyarakat. Pengelolaan yang dominan oleh asing menandakan negara gagal dalam memanfaatkan SDA yang ada. Kenaikan harga BMM jelas tidak mensejahterakan rakyat, seharusnya pemerintah memikirkan solusi cerdas seperti negara penghasil minyak lainnya yang mengelola minyaknya dengan baik dan menjualnya lebih murah di dalam negeri.

2.2    Pertumbuhan Ekonomi
            Apapun pertimbangan menaikkan harga BBM, bagi kalangan miskin atau nyaris miskin, implikasinya hanya satu: kenaikan harga kebutuhan pokok. Sebaliknya menurut pemerintah, tak mungkin kas negara terus-menerus dipakai untuk menambal subsidi BBM karena sektor lain menjadi terbengkalai.
            Menurut catatan Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, tahun lalu besaran subsidi kesehatan hanya Rp43,8 triliun, infrastruktur Rp125,6 triliun, bantuan sosial Rp70,9 triliun, sementara subsidi BBM menyedot dana paling besar, Rp165,2 triliun. Padahal itu belum termasuk subsidi listrik yang berjumlah Rp 90 triliun, sehingga secara total subsidi energi APBN 2011 mencapai Rp 255 triliun. Realisasi subsidi BBM juga cenderung membengkak dari angka acuan karena konsumsi BBM yang tak terkendali.
            Tahun 2010 misalnya, subsidi BBM yang mestinya habis pada hitungan Rp 69 triliun kemudian membesar menjadi Rp 82,4 triliun. Hal sama terulang pada 2011 dimana anggaran subsidi Rp 96 triliun kemudian bengkak menjadi hampir dua kali, yakni Rp 165,2 triliun. Akibatnya kesempatan berinvestasi dalam bentuk infrastruktur dan pembangunan nonfisik, termasuk kesehatan dan pendidikan, menjadi lebih sedikit. Pengurangan subsidi BBM, menurut pemerintah, akan dialihkan sebagian pada program infratsruktur, meski belum jelas apa saja bentuknya dan bagaimana realisasinya.
Enny Sri Hartati dari INDEF menilai situasi ini sangat tak adil bagi kelompok miskin. Lebih tepat sasaran kalau kemudian diarahkan pada pembangunan infrastruktur atau program pengentasan kemiskinan lain.

2.3    Inflasi Lebih Tinggi
            Pengamat ekonomi Aviliani menyatakan, pemerintah harus mewaspadai risiko melambungnya inflasi jika harga bahan bakar minyak (BBM) dinaikkan. Dia memperkirakan, kenaikan harga BBM pada kisaran Rp 1.500 hingga Rp 2.000 akan memicu tingkat inflasi nasional menjadi 6,5 persen pada tahun ini. Jika kenaikan BBM berkisar Rp 1.500 sampai Rp 2.000 kemungkinan inflasi akan bertambah sekitar 1 hingga 2 persen sehingga inflasi nasional akan naik menjadi sekitar 6,5 persen. Badan Pusat Statistik (BPS) sebelumnya mengumumkan bahwa laju inflasi umum tahun kalender 2011 mencapai 3,79 persen.
            Bank Indonesia juga memperkirakan jika harga BBM dinaikan pada kisaran Rp 500 hingga Rp 1.500 maka akan menimbulkan inflasi lebih dari 5,5 persen. Menurut Aviliani, pemerintah tidak memiliki pilihan kecuali menaikan harga BBM akibat melambungnya harga minyak mentah dunia. Hal itu terutama setelah Iran menghentikan ekspornya ke negara Eropa. Harga minyak sempat mencapai 115 dolar AS per barel. Inflasi akibat kenaikan harga BBM tidak akan menimbulkan gejolak asalkan rupiah tetap pada kisaran RP 8.500 hingga Rp 9.000 per dolar AS.
            Selain itu, tingkat konsumsi masyarakat tetap tinggi. Karena kecenderungan masyarakat Indonesia ketika rupiah menguat, maka konsumsi akan meningkat juga. Dengan tingkat konsumsi yang tetap tinggi, maka pertumbuhan ekonomi Indonesia juga akan tetap terjaga di kisaran 6 persen pada tahun ini. Sebabnya, sekitar 64 persen angka pertumbuhan nasional ditopang dari konsumsi.
Kenaikan harga BBM senilai Rp 2.000 per liter dari harga sekarang akan menghemat anggaran subsidi sebesar Rp 26 triliun dengan inflasi tinggi. Guna menekan inflasi tersebut maka pelarangan penggunaan konsumsi BBM bersubsidi khusus untuk mobil pribadi dinilai lebih kecil risiko inflasinya dibanding kenaikan harga BBM untuk semua kendaraan.
            Sementara itu, pengamat perminyakan Kurtubi mengatakan, pemerintah harus segera menyesuaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi seiring dengan tren naiknya harga minyak dunia. Krisis finansial yang terjadi di Uni Eropa dan Amerika, serta ketegangan antara Iran dan negara barat terkait sanksi ekspor minyak Iran menjadi faktor utama pemicu naiknya harga minyak dunia. Kenaikan BBM Rp 1.500 per liter, akan menjadi kebijakan yang paling realistis. Kurtubi memperkirakan, harga minyak dunia akan menembus 120 dolar AS per barel untuk Indonesian Crude Price (ICP), bahkan jika Selat Hortmutz ditutup akan mencapai 120 dolar AS hingga 130 dolar AS per barel.

2.4    Pengangguran di Kalangan Masyarakat
            Dampak kenaikan harga bahan bakar ini terhadap aktivitas ekonomi dikenal dengan istilah multiplier effect. Misalnya jika BBM naik menjadi Rp  6.000/ liter maka akan menaikkan harga barang dan jasa, karena kenaikan harga bahan bakar itu menjadi komponen penting dalam penentuan harga produk barang dan jasa.
            Ketika harga barang dan jasa naik, dengan asumsi pendapatan masyarakat tetap maka daya beli masyarakat pun turun. Bahkan sangat mungkin terjadi bahwa pendapatan masyarakat tidak selalu naik sebanding dengan kenaikan harga BBM. Akibat lebih lanjut, jika harga barang dan jasa naik maka produk domestik tidak dapat bersaing dengan produk asing yang membanjiri Indonesia.
            Dampak lebih lanjut adalah penjualan industri turun, omzet turun, pendapatan masyarakat turun. Akibat lebih lanjutnya adalah PHK dan naiknya angka pengangguran. Dalam waktu yang bersamaan, ketika harga BBM akan naik, muncullah program bantuan tunai yang digulirkan pemerintah dengan tujuan meredam dampak sosial ekonomi masyarakat, yang disebut BLSM. Program bantuan tersebut bersifat konsumtif, sesaat, tampak sebagai kebijakan tambal sulam, tidak dapat memberdayakan ekonomi masyarakat, sering salah sasaran, dan justru akan menghambat tumbuhnya potensi-potensi ekonomi masyarakat.

2.5    Kenaikan BBM Berdampak Terhadap Kenaikan Harga Bahan Pokok
            Kenaikan harga BBM tidak dapat dilihat dari satu aspek, tapi yang dikhawatirkan banyak pihak adalah multiplier effect-nya terhadap harga-harga kebutuhan pokok masyarakat. Sehingga bisa dipastikan masyarakat kecil yang akan menerima dampak yang paling berat. Ini yang seharusnya menjadi pertimbangan serius pemerintah sebelum mengambil langkah menaikkan harga BBM.
            APBN kita memang berat menanggung seluruh kebutuhan pembangunan. Pemerintah melihat salah satu opsi untuk menstabilkan APBN dengan mengurangi subsidi BBM. Sebagai gantinya, pemerintah berencana mengalihkan sebagian biaya subsidi BBM dalam bentuk bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM) sebagai kompensasi kenaikan harga BBM.
            Jazuli Juwaini mengatakan, dirinya memahami BLSM sebagai bentuk pengaman sosial untuk mengompensasi dampak kenaikan BBM. Di luar efektifitas dan ketepatan sasaran dalam penyalurannya, sejatinya BLSM hanya mengatasi persoalan dalam jangka pendek karena sifatnya yang sementara dan tunai. “multiplier effect kenaikan harga BBM dampaknya jangka panjang dalam menambah beban kehidupan masyarakat ekonomi lemah.
            Dalam jangka panjang kehidupan rakyat yang miskin akan semakin sulit. Jika kenaikan harga BBM tak terelakkan maka pemerintah tak boleh merasa cukup dengan penyaluran BLSM. Pemerintah wajib meningkatkan dan menggalakkan program-program pemberdayaan fakir miskin dengan dukungan anggaran yang memadai dan manajemen program yang lebih terintegrasi, transparan dan akuntabel, tepat sasaran, dan terukur (targetted).
            Anggaran kemiskinan dalam APBN saat ini baru berupa bantuan sosial sekitar Rp  60 triliun yang tersebar di sekitar 19 kementerian/lembaga. Sayangnya anggaran sebesar itu tidak terkoordinasi dengan baik, lemah dalam perencanaan dan implementasi yang dapat dilihat dari serapan anggaran, sehingga tidak berdampak signifikan pada penanggulangan kemiskinan.
            Adapun rincian subsidi tersebut untuk subsidi BBM, LPG, BBN (Rp  137,4 triliun) , listrik (Rp  65 triliun) dan alokasi cadangan risiko energi (Rp  23 triliun). Kedua, memberi ruang gerak pemerintah untuk membuat kebijakan terkait harga BBM dengan mencabut pasal 7 ayat 6 uu no. 22 tahun 2011 serta upaya penanggulangan dampaknya. Jika hal ini terealisasi, angka defisit APBN sebesar 2,23 tercapai seperti dalam usulan pemerintah.

2.6    Kebijakan Pemerintah Dalam Upaya Menghadapi Kenaikan BBM
            Komisi VII DPR RI meminta Menteri ESDM mempertimbangkan kembali kebijakan pemerintah yang menaikkan harga BBM sebesar Rp500 pada 28 Maret 2015.
            "Kami meminta pada pemerintah untuk meninjau kembali kebijakan menaikkan harga BBM karena hal tersebut jelas tidak pro rakyat," kata Ketua Komisi VII DPR RI Kardaya Warnika dalam Rapat Kerja dengan Kementerian ESDM, di Gedung MPR/DPR-RI, Jakarta, Senin (30/3/2015) malam.
            Menurut Kardaya, di samping "timing" (pemilihan waktu) pelaksanaan kebijaksanaan tidak tepat karena bersamaan dengan naiknya tarif listrik dan harga barang pokok, pemerintah juga perlu menjelaskan dan menyosialisasikan secara masif tentang mekanisme atau skema pengalihan subsidi dari sektor konsumtif (BBM) ke sektor produktif (infrastruktur, kesehatan, pendidikan).
            "Yang paling penting pemerintah juga harus menjelaskan pada masyarakat tentang selisih antara harga keekonomian dengan harga jual premium karena subsidi BBM jenis premium tidak dialokasikan dalam APBN-P 2015," ujarnya.

1.        Tinjau kembali perpres penetapan harga BBM
            Selain itu, anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Gerindra Kurtubi menuturkan meminta pada pemerintah agar meninjau kembali Perpres Nomor 191 Tahun 2014 yang mengatur tentang periodesasi penetapan harga BBM yaitu bahwa waktu penetapan harga dapat dilakukan setiap satu bulan atau apabila dianggap perlu lebih dari satu kali, dengan memperhitungkan perkembangan harga minyak, kurs, dan sektor riil.
            "Sebaiknya dilakukan setiap setahun sekali karena frekuensi (penetapan harga BBM) yang terlalu sering akan menimbulkan 'kegaduhan' dari masyarakat," ujarnya.
            Sementara itu, Wakil Ketua Komisi VII DPR Satya W Yudha mendesak Menteri ESDM agar segera melakukan koordinasi dengan menteri-menteri terkait untuk mengendalikan harga bahan pokok dan ongkos transportasi umum dari dampak kenaikan BBM.
            "Ini menurut saya akan jadi pekerjaan rumah (PR) Kementerian ESDM untuk meyakinkan teman-teman kementerian lain di kabinet Jokowi bahwa kebijakan menaikkan harga BBM harus diikuti dengan pengendalian dampak yang terjadi di sektor riil," katanya.
            Komisi VII DPR juga meminta Menteri ESDM agar menyampaikan usulan kepada Menteri Keuangan untuk menghapuskan pajak pertambahan nilai (PPN) untuk BBM dan elpiji bersubsidi.
            "Dalam harga jual BBM bersubsidi yaitu premium khusus penugasan dan solar, terdapat komponen PPN 10 persen dari harga dasar. Kalau pemerintah pro rakyat seharusnya PPN ini dihilangkan," tutur Satya.

2.        Dipicu kenaikan ICP
            Dalam rapat itu Menteri ESDM Sudirman Said menjelaskan bahwa kenaikan harga BBM dipicu naiknya harga minyak mentah atau Indonesian Crude Price (ICP) dari 45,3 dolar per barel menjadi 53,76 dolar per barel pada Januari hingga Maret 2015.
            Selain itu faktor lain yang mempengaruhi naiknya harga BBM yaitu melemahnya kurs rupiah dari asumsi semula Rp12.500 menjadi Rp13.021 per dolar pada 30 Maret 2015.
            Karena kedua faktor tersebut, harga keekonomian premium, solar, dan BBM jenis lain mengalami kenaikan yang cukup signifikan yaitu Rp7.900 dari semula Rp6.900 per liter untuk premium dan Rp7.900 dari semula Rp6.900 per liter untuk solar.
            "Tapi untuk melindungi sektor riil kami lakukan penyesuaian sehingga harga premium (penugasan) kami putuskan Rp7.300 dan solar Rp6.900," ujarnya.
            Untuk menutup selisih antara harga keekonomian premium dengan harga yang ditetapkan pemerintah, pihaknya telah menginstruksikan PT Pertamina (Persero) untuk menginventarisasi untung dan rugi yang diakibatkan penetapan harga BBM per bulan sehingga pada akhir tahun mendatang dapat dilihat apakah BUMN tersebut mendapat untung atau merugi.
            Sedangkan untuk solar, selisihnya ditutup dengan subsidi yang diberikan pemerintah sebesar Rp1.000 per liter.
            "Tujuannya agar masyarakat tetap bisa melakukan berbagai kegiatan tanpa terbebani kenaikan harga BBM yang tinggi," katanya.
            Pemerintah per 28 Maret 2015 menetapkan harga premium di luar Jawa-Bali menjadi Rp7.300 dari sebelumnya Rp6.800 per liter, solar subsidi menjadi Rp6.900 dari sebelumnya Rp6.400 per liter, dan premium nonsubsidi di wilayah Jawa, Madura, Bali menjadi Rp7.400 dari sebelumnya Rp6.900 per liter.
            Sebelumnya, pada 1 Maret 2015, harga premium wilayah penugasan di luar Jawa-Bali mengalami kenaikan Rp200 dari Rp6.600 per 1 Februari 2015 menjadi Rp6.800 per liter.
            Sementara, harga premium nonsubsidi di wilayah Jawa dan Bali ditetapkan Pertamina juga mengalami kenaikan Rp200 menjadi Rp6.900 per liter mulai 1 Maret 2015.
            Untuk harga minyak tanah dan solar bersubsidi per 1 Maret 2015, pemerintah memutuskan tetap masing-masing Rp2.500 dan Rp6.400 per liter.

2.7    Pendapat Pribadi tentang Kebijakan Pemerintah Terhadap Kenaikan Harga BBM
            Dapat disimpulkan bahwa,  Dengan maraknya  kasus naiknya bbm yang dari dulu tidak pernah ada habisnya, akan mempengaruhi dan berdampak pada perekonomian, Karena setiap kebutuhan pasti menggunakan bahan bakar minyak. Khsusunya kepada biaya produksi, dikarenakan tingkat kebutuhan yang mencakup pada kendaraan sebagai alat transportasi dan media dalam adanya transaksi.
            Dikarenakan itulah pemerintah mengajukan “subsidi”  untuk membantu masyarakat dalam menghidupi kecukupan sehari-hari. Maka dari itulah pemerintah bekerja sama dengan perusahaan minyak membuat kebijakan sistem khusus bagi maysrakat menengah kebawah dengan mengeluarkan BBM “Premium” dengan harga yang lebih murah dibandingkan dengan BBM “pertamax” yang lebih mahal, yang dikhususkan utnuk kalangan atas.
            Kali ini saya akan menguraikan asalan saya yang memilih untuk “tidak setuju” pada kenaikan harga BBM. karena banyaknya dampak terhadap rakyat, khusunya rakyat kecil yang selalu menjadi pihak yang akan merasakan dampak langsung dari kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Bukan masalah harga naiknya tapi dampak yang ditimbulkan, akan banyak dampak yang akan terjadi. Dan dampak yang paling berpengaruh. hal yang pertama, pengaruh pada kenaikan harga bahan pokok sebelum naiknya harga BBM atau masih tahap sosialisasi.
            Jika nanti kalau sudah dilaksanakan harga naik lagi. Apa lagi kenaikan harga BBM menjelang bulan Rramhadan ini dapat menyebabkan menurunnya kesejahteraan rakyat. Akhirnya kriminalitas seperti penimbunan bahan bakar banyak terjadi. Dampaknya juga berpengaruh pada adanya inflasi. Dikarenakan naiknya biaya produksi. Contohnya, dengan kenaikan bahan bakar atau tuntutan akan kenaikan upah buruh, kedua hal itu merupakan bagian dari biaya produksi dan perusahaan pun mau tidak mau harus menaikan harga jual barang maupun jasanya, sehingga semakin meluasnya masalah kemiskinan dan memperparah masalah pengangguran.
            Padahal banyak cara lain yang bisa dilakukan pemerintah seperti pengubahan solusi penggunaan minyak ke gas, dan berdayakan “Sarjana” yang dusah diakui keilmuannya untuk mengalihkan minyak ke gas. Selain itu, sumber daya alam Indonesia yang melimpah harusnya segera dipegang Negara sendiri (Indonesia).
            Selama ini,satu-satunya yang sangat diandalkan pemerintah untuk mengantisipasi dampak kenaikan harga BBM bersubsidi itu adalah berbagai skema bantuan dana tunai kepada masyarakat. Dengan member kompensasi dana, maka masalah dianggap sudah selesai. Pada kenyataan dilapangan, harga barang-barang keperluan telah naik terlebih dulu yang berat untuk dihadapi masyarakat umum, terutama kalngan bawah yang langsung terdampak.
            Presiden Republik Indonesia mengungkapkan rencana kenaikan harga Bahan Bakar minyak (BBM) karena Kenaikan harga BBM dilakukan menyusul kenaikan harga minyak dunia yang telah melampaui target Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Lonjakan harga minyak dunia memang akan membawa dampak serius bagi perekonomian nasional. Harga minyak duinia yang terus berada diatas level otomatis akan mengakibatkan beban APBN bertambah tinggi.
            Memang benar dibutuhkan keberanian pemerintah untuk mengambil langah dalam mengatasi efek negative lonjakan harga minyak dunia terhadap keseimbangan APBN. Seperti meniakan harga BBM, namun tidak bisa diputuskan begitu saja jika APBN jebol hanya karena harga minyak yg melonjak karena pengeluaran APBN.
             APBN jebol bukan karena subsidi untuk rakyat melainkan pemerintah tidak serius dalam mengelola Negara, pemerintah juga terlalu terburu-buru dalam menerbitkan kebijakan, pemerintah malas dan hanya mencari jalan pintas, Dan akhirnya memicu adanya konflik sosial dalam masyarakat.
            APBN kita jebol tidak ada kaitannya dengan tudingan pemborosan BBM oleh rakyat. Pemerintah harusnya introspeksi. Sebenarnya pemborosan APBN itu ya dari pemerintah itu sendiri. Rakyat disalahkan atas kecerobohan yang dilakukan oleh pemerintah.
            Rakyat berhak menolak kenaikan harga bahan bakar (BBM). Sudah seharusnya pemerintah berpikir ulang dan lebih jujur mengenai alas an-alasan jebolnya APBN yang sesungguhnya, bukan karena adanya subsidi untuk rakyat. Betapa harus disadaro bahwa kebijakan kenaikan BBM hanya akan mengganggu kestabilan dan keadilan di Indonesia.



BAB III
PENUTUP

3.1    Kesimpulan
            Isu kenaikan harga BBM subsidi sudah muncul sejak setahun lalu. Isu ini terus berkembang hingga muncul rencana membatasi pemakaian BBM subsidi. Sejak itu banyak spekulan yang bermain di bisnis ini mencoba mengambil untung. Caranya BBM ditimbun, dan harga pun melambung tinggi.
            Kenaikan harga BBM memang pada dasarnya tidak dapat dipungkiri sehubungan dengan berbagai faktor-faktor baik internal dan eksternal yang menekan perekonomian negara. Meroketnya hutang akibat peningkatan ABPN yang harus dialokasikan untuk subsidi BBM. Selain itu, demi mewujudkan peningkatan daya beli masyarakat dan kemandirian perlu adanya upaya untuk terus merangsang masyarakat demi tidak berpangkunya pada subsidi yang diberikan oleh pemerintah. Dengan mempertimbangkan berbagai aspek tersebut, menerima kebijakan pemerintah untuk melakukan pengurangan subsidi BBM diharapkan dapat menjadi jawaban atas berbagai persoalan ini. Pemerintah harus berani bersikap bahwa, beban anggaran akan semakin berat kalau tidak dinaikkan.
Namun, ada beberapa hal yang perlu menjadi catatan untuk diperhatikan pemerintah. Rencana kenaikan harga BBM subsidi telah disambut dengan berbagai aksi demonstrasi, mulai dari mahasiswa hingga buruh.

3.2    Saran
            Terlambatnya respons pemerintah untuk mengelola ekspektasi inflasi akan membuat tingkat inflasi tahun ini bergerak liar dan memberikan dampak yang tidak terlalu menggembirakan bagi perekonomian Indonesia. Karena itu, beberapa langkah harus mendapat prioritas pemerintah dan BI untuk meredam ekspektasi inflasi. Saran Saya adalah sebagai berikut :
1.      Pemerintah harus lebih fokus dan inovatif untuk menjaga dan memperbaiki manajemen stok sebagai jaminan bahwa barang (juga jasa), khususnya barang kebutuhan pokok, tersedia di pasaran pada tingkat harga wajar. Selain memperbaiki jalur distribusi, pemerintah juga harus mempersiapkan diri secara matang untuk melakukan operasi pasar.
2.      Penegakan hukum untuk meredam munculnya motif-motif spekulatif, seperti penimbunan BBM dan barang kebutuhan pokok lainnya, perlu lebih diintensifkan. Dalam kaitan ini, pemerintah perlu lebih serius melakukan penataan sistem monitoring dan evaluasi agar tindakan bisa segera dilakukan terhadap kegiatan-kegiatan spekulatif. Aktivasi Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) perlu menjadi bagian dari penataan sistem monitoring dan evaluasi ini.
3.      Menekan biaya produksi yang selama ini membebani baik sektor pertanian atau industri. Dalam kaitan dengan sektor pertanian,ada baiknya pemerintah menjamin stabilitas harga dan ketersediaan beberapa saprodi (sarana produksi pertanian), seperti pupuk, pestisida, dan benih. Dalam kaitan dengan sektor industri, fokus perhatian harus lebih diarahkan untuk mengeliminasi faktor-faktor yang mendorong munculnya fenomena ekonomi biaya tinggi (seperti biaya birokrasi dan pungutan liar).
4.      Untuk menjaga persepsi pasar bahwa inflasi terkendali, ada baiknya BI tidak terlalu sensitif untuk menaikkan Bi rate. Artinya, Bi rate sebaiknya tetap dipatok pada level 5,75 persen dan BI bisa menggunakan instrumen moneter lainnya, seperti giro wajib minimum (GWM), untuk menstabilkan likuiditas.










DAFTAR PUSTAKA

Wahyuningsih, Endang, 2012. Dampak Kenaikan Harga Minyak
http://candranopitasari.blogspot.com/2012/04/dampak-dan-kebijakan-pemerintah. html
http://www.citizenjurnalism.com/world-news/indonesia/cj-dpr-ri-news/kenaikan-bbm -berdampak-terhadap-kenaikan-harga-bahan-pokok/
http://aristiakarima.blogspot.com/2013/06/kebijakan-pemerintah-terhadap-kenaikan.html
http://nasional.kompas.com/read/2015/03/31/03004311/Komisi.IV.DPR.Minta.Pemerintah.Evaluasi.Kenaikan.Harga.BBM


No comments:

Post a Comment