BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Sejarah ekonomi Indonesia adalah kisah pertarungan
gagasan atas dua pokok soal penting: kepantasan subsidi dan nasib kemakmuran
ekonomi. Kerap kali kedua ide tersebut bertemu dalan satu komoditas utama:
minyak. Pada awal 1980-an Indonesia pernah mendapatkan rezeki minyak (oil boom)
akibat harga minyak melesat menjadi US$ 30/barrel, dari harga sebelumnya
dikisaran US$ 10/barrel. Bonanza minyak itu diperoleh karena Indonesia menjadi
eksportir minyak, sehingga tiap kenaikan harga minyak internasional merupakan
berita gembira karena penerimaan negara meningkat. Tetapi, sejak 2003 Indonesia
telah menjadi importir neto minyak sehingga kenaikan harga minyak internasional
menimbulkan petaka yang panjang.
Pengalaman 2005 dan 2008 lalu merupakan cerita pahit
betapa menderitanya masyarakat akibat kenaikan harga BBM. Pemerintah tidak
mampu melindungi rakyatnya dari situasi tersebut, meskipun dana kompensasi
sudah diberikan (BLT).
Rencana pemerintah untuk membatasi subsidi BBM, walaupun
terkesan terlambat, layak untuk diapresiasi. Pertanyaannya, apakah pemerintah
benar-benar mempunyai keberanian untuk merealisasikannya. Pandangan tersebut
sangat beralasan, mengingat ketidaksolidan pendapat para menteri dalam berbagai
kesempatan,serta pengalaman 2011 di mana pemerintah beberapa kali berencana
mengurangi subsidi BBM tetapi rencana tersebut dibatalkan salah satunya akibat
tidak tahan kritik pengamat.
Kenaikan BBM yang cukup drastis merupakan konsekuensi
yang harus dihadapi akibat ruang fiskal yang semakin sempit serta
ketidakberanian pemerintah menaikkan harga BBM dalam beberapa tahun terakhir.
Tantangan utama saat ini adalah bagaimana membangun komunikasi dengan rakyat
terkait dengan rencana pembatasan subsidi serta bagaimana mengalokasikan dana
hasil penghematan secara optimal.
1.2
Rumusan
Masalah
Adapun rumusan masalah
dalam makalah ini adalah:
1.
Bagaimana dampak kebijakan menaikkan BBM
terhadap perekonomian Indonesia?
2.
Bagaimana dampak kebijakan menaikkan BBM
terhadap pertumbuhan ekonomi?
3.
Bagaimana dampak kebijakan menaikkan BBM
terhadap inflasi?
4.
Bagaimana dampak kebijakan menaikkan BBM
terhadap pengangguran dikalangan masyarakat?
5.
Bagaimana dampak kebijakan menaikkan BBM
terhadap harga bahan-bahan pokok?
6.
Apa Pendapat Pribadi Anda tentang Kebijakan
Pemerintah Terhadap Kenaikan Harga BBM ?
1.3
Tujuan
Penulisan
Adapun manfaat dari
penulisan makalah ini adalah:
1.
Untuk mengetahui dampak kebijakan
menaikkan BBM terhadap perekonomian Indonesia.
2.
Untuk mengetahui dampak kebijakan
menaikkan BBM terhadap pertumbuhan ekonomi.
3.
Untuk mengetahui dampak kebijakan
menaikkan BBM terhadap inflasi.
4.
Untuk mengetahui dampak kebijakan
menaikkan BBM terhadap pengangguran.
5.
Untuk mengetahui dampak kebijakan
menaikkan BBM terhadap harga bahan-bahan pokok.
6.
Untuk mengetahui Pendapat Pribadi Saya tentang
Kebijakan Pemerintah Terhadap Kenaikan Harga BBM
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Pengaruh
Kenaikan Harga BBM Terhadap Perekonomian Indonesia
Indonesia merupakan salah satu negara penghasil minyak
bumi, akan tetapi lumbung minyak di tanah air ini banyak dikelola oleh
perusahaan asing dikarenakan keterbatasan SDM yang dimiliki indonesia.
Pertamina sebagai jargon BUMN dalam pengelolaan minyak bumi hanya sebagai
pajangan dan Pemerintah lebih bernafsu memberikan izin pengelolaan kepada perusahaan
asing untuk mencari keuntungan tersendiri tanpa mempedulikan kesejahteraan
rakyatnya.
Beberapa tahun
belakangan ini pemerintah sering sekali mengeluarkan wacana yang menyerukan
kenaikan harga BBM , ditahun ini juga
pemerintah sudah menetapkan akan melakukan kenaikan BBM. kenaikan harga BBM
justru semakin mensengsarakan rakyat, belajar dari kenaikan BBM tahun 2005 dan
2008 justru menimbulkan polemik dan kesengsaraan dalam masyarakat. Akan tetapi
Menteri Perekonomian, Hatta Rajasa mengatakan hal yang kontaradiktif dengan
kondisi yang dialami masyarakat bahwa harga kebutuhan pokok stabil bahkan
beberapa bahan pokok mengalami penurunan terutama beras, gula naik sedikit
begitu pula dengan minyak goreng dan harga-harga lainya masih dalam batas
wajar. Aneh bin ajaib, pernyataan ini sungguh jauh dari normal dan hanya
mementingkan kepentingan pejabat saja tanpa melihat rakyatnya menjerit akibat
kebijakan sesat ini.
Kenaikan BBM juga akan meningkatkan laju inflasi.
Memandang kenaikan harga BBM justru berdampak pada peningkatan harga-harga
sehingga mendorong laju inflasi pada level yang cukup tinggi yang dapat memicu
gejolak sosial di masyarakat serta meningkatkan jumlah masyarakat miskin akibat
daya beli masyarakat makin merosot.
Kebutuhan akan komoditas BBM sudah menyentuh semua aspek
kehidupan. Tekanan harga pada komoditas BBM akan berpengaruh pada harga barang
atau jasa lainnya. Kenaikan harga BBM yang disertai dengan peningkatan harga
barang berimplikasi pada menurunnya daya beli masyarakat. Ini akan semakin
memberatkan masyarakat kecil di saat momen kenaikan harga BBM berdekatan dengan
hari raya lebaran dan masa liburan sekolah.
Selain itu kenaikan harga BBM bersubsidi akan
berimplikasi pada melonjaknya tingkat kemiskinan. Meski pemerintah berjanji
untuk memberikan kompensasi pada masyarakat kecil namun dampaknya dinilai tidak
akan signifikan.Kompensasi yang bertujuan sebagai jaring pengaman agar
masyarakat miskin tidak semakin jatuh ke jurang kemiskinan justru berpotensi
dimanfaatkan oleh agenda politik. Pasalnya, dalam waktu dekat Indonesia akan
memasuki masa pemilihan umum (pemilu).Orang miskin akan semakin bertambah
karena ada kepentingan politik untuk pencitraan.
Selain berpengaruh terhadap perekonomian di Indonesia
kenaikan harga BBM juga berpengaruh terhadap kondisi social rakyat Indonesia.
Kemudian terkait dengan dampak sosial adalah adanya anggapan bahwa Pemerintah
hanya mementingkan kepentingan kelompok asing dan golongan kaya yang hanya
mencari keuntungan bahkan aspek sosial yang selama ini terabaikan seperti
fasilitas jalan raya yang banyak berlubang, bangunan sekolah banyak yang rusak,
belum lagi persoalan sampah yang menumpuk tidak dikelola mengancam kesehatan.
Lambannya peran Pemerintah mengatasi aspek sosial ini
akan menyulitkan pengambilan keputusan terkait kebijakan yang akan dibuat
sehingga nantinya akan menjadi tidak optimal secara keseluruhannya. Ditinjau
secara menyeluruh bahwa kehidupan masyarakat di kota dan daerah berbeda
sehingga peran pemerintah Pusat dan Daerah diharapkan dapat bersinergi dengan
kondisi sosial yang nampak saat ini. Dan masih banyak pengaruh-pengaruh yang
ditimbulkan akibat kenaikan BBM di
Indonesia di segala aspek kehidupan.
Indonesia memiliki banyak potensi sumber daya alam yang
dapat dijadikan bahan bakar. Seharusnya pemerintah fokus pada bagaimana
mengembangkan potensi sumber daya alam tersebut sehingga persediaan energi
dapat terbarukan dan dapat menyerap lapangan pekerjaan bagi masyarakat luas.
Selama ini pemerintah hanya fokus pada politik ditingkat pusat dengan isu
demokrasi berkeadilan tetapi selama itu pula proses hukum di negeri ini banyak
yang terabaikan dan pembangunan infrastruktur yang tidak optimal. Seolah
kebijakan yang dibuat hanya untuk formalitas sebagai pembuat kebijakan yang
hasil akhirnya justru soal berapa banyak perolehan hasil pemilu mendatang untuk
mempertahankan suara pemilihan atau mungkin juga soal kebijakan ekonomi yang
pro kepada pihak asing sehingga aspek sosial dan ekonomi rakyat menjadi
terabaikan.
Jika minyak bumi dikelola oleh BUMN maka keuntungan akan
lebih dirasakan oleh masyarakat. Pengelolaan yang dominan oleh asing menandakan
negara gagal dalam memanfaatkan SDA yang ada. Kenaikan harga BMM jelas tidak
mensejahterakan rakyat, seharusnya pemerintah memikirkan solusi cerdas seperti
negara penghasil minyak lainnya yang mengelola minyaknya dengan baik dan
menjualnya lebih murah di dalam negeri.
2.2
Pertumbuhan
Ekonomi
Apapun pertimbangan menaikkan harga BBM, bagi kalangan
miskin atau nyaris miskin, implikasinya hanya satu: kenaikan harga kebutuhan
pokok. Sebaliknya menurut pemerintah, tak mungkin kas negara terus-menerus
dipakai untuk menambal subsidi BBM karena sektor lain menjadi terbengkalai.
Menurut catatan Badan Kebijakan Fiskal Kementerian
Keuangan, tahun lalu besaran subsidi kesehatan hanya Rp43,8 triliun,
infrastruktur Rp125,6 triliun, bantuan sosial Rp70,9 triliun, sementara subsidi
BBM menyedot dana paling besar, Rp165,2 triliun. Padahal itu belum termasuk
subsidi listrik yang berjumlah Rp 90 triliun, sehingga secara total subsidi
energi APBN 2011 mencapai Rp 255 triliun. Realisasi subsidi BBM juga cenderung
membengkak dari angka acuan karena konsumsi BBM yang tak terkendali.
Tahun 2010 misalnya, subsidi BBM yang mestinya habis pada
hitungan Rp 69 triliun kemudian membesar menjadi Rp 82,4 triliun. Hal sama
terulang pada 2011 dimana anggaran subsidi Rp 96 triliun kemudian bengkak
menjadi hampir dua kali, yakni Rp 165,2 triliun. Akibatnya kesempatan
berinvestasi dalam bentuk infrastruktur dan pembangunan nonfisik, termasuk kesehatan
dan pendidikan, menjadi lebih sedikit. Pengurangan subsidi BBM, menurut
pemerintah, akan dialihkan sebagian pada program infratsruktur, meski belum
jelas apa saja bentuknya dan bagaimana realisasinya.
Enny Sri Hartati dari
INDEF menilai situasi ini sangat tak adil bagi kelompok miskin. Lebih tepat
sasaran kalau kemudian diarahkan pada pembangunan infrastruktur atau program
pengentasan kemiskinan lain.
2.3
Inflasi
Lebih Tinggi
Pengamat ekonomi Aviliani menyatakan, pemerintah harus
mewaspadai risiko melambungnya inflasi jika harga bahan bakar minyak (BBM)
dinaikkan. Dia memperkirakan, kenaikan harga BBM pada kisaran Rp 1.500 hingga
Rp 2.000 akan memicu tingkat inflasi nasional menjadi 6,5 persen pada tahun
ini. Jika kenaikan BBM berkisar Rp 1.500 sampai Rp 2.000 kemungkinan inflasi
akan bertambah sekitar 1 hingga 2 persen sehingga inflasi nasional akan naik
menjadi sekitar 6,5 persen. Badan Pusat Statistik (BPS) sebelumnya mengumumkan
bahwa laju inflasi umum tahun kalender 2011 mencapai 3,79 persen.
Bank Indonesia juga memperkirakan jika harga BBM dinaikan
pada kisaran Rp 500 hingga Rp 1.500 maka akan menimbulkan inflasi lebih dari
5,5 persen. Menurut Aviliani, pemerintah tidak memiliki pilihan kecuali
menaikan harga BBM akibat melambungnya harga minyak mentah dunia. Hal itu
terutama setelah Iran menghentikan ekspornya ke negara Eropa. Harga minyak
sempat mencapai 115 dolar AS per barel. Inflasi akibat kenaikan harga BBM tidak
akan menimbulkan gejolak asalkan rupiah tetap pada kisaran RP 8.500 hingga Rp 9.000
per dolar AS.
Selain itu, tingkat konsumsi masyarakat tetap tinggi.
Karena kecenderungan masyarakat Indonesia ketika rupiah menguat, maka konsumsi
akan meningkat juga. Dengan tingkat konsumsi yang tetap tinggi, maka
pertumbuhan ekonomi Indonesia juga akan tetap terjaga di kisaran 6 persen pada
tahun ini. Sebabnya, sekitar 64 persen angka pertumbuhan nasional ditopang dari
konsumsi.
Kenaikan harga BBM
senilai Rp 2.000 per liter dari harga sekarang akan menghemat anggaran subsidi
sebesar Rp 26 triliun dengan inflasi tinggi. Guna menekan inflasi tersebut maka
pelarangan penggunaan konsumsi BBM bersubsidi khusus untuk mobil pribadi
dinilai lebih kecil risiko inflasinya dibanding kenaikan harga BBM untuk semua
kendaraan.
Sementara itu, pengamat perminyakan Kurtubi mengatakan,
pemerintah harus segera menyesuaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi
seiring dengan tren naiknya harga minyak dunia. Krisis finansial yang terjadi
di Uni Eropa dan Amerika, serta ketegangan antara Iran dan negara barat terkait
sanksi ekspor minyak Iran menjadi faktor utama pemicu naiknya harga minyak
dunia. Kenaikan BBM Rp 1.500 per liter, akan menjadi kebijakan yang paling
realistis. Kurtubi memperkirakan, harga minyak dunia akan menembus 120 dolar AS
per barel untuk Indonesian Crude Price (ICP), bahkan jika Selat Hortmutz
ditutup akan mencapai 120 dolar AS hingga 130 dolar AS per barel.
2.4
Pengangguran
di Kalangan Masyarakat
Dampak kenaikan harga bahan bakar ini terhadap aktivitas
ekonomi dikenal dengan istilah multiplier effect. Misalnya jika BBM naik
menjadi Rp 6.000/ liter maka akan
menaikkan harga barang dan jasa, karena kenaikan harga bahan bakar itu menjadi
komponen penting dalam penentuan harga produk barang dan jasa.
Ketika harga barang dan jasa naik, dengan asumsi
pendapatan masyarakat tetap maka daya beli masyarakat pun turun. Bahkan sangat
mungkin terjadi bahwa pendapatan masyarakat tidak selalu naik sebanding dengan
kenaikan harga BBM. Akibat lebih lanjut, jika harga barang dan jasa naik maka
produk domestik tidak dapat bersaing dengan produk asing yang membanjiri
Indonesia.
Dampak lebih lanjut adalah penjualan industri turun,
omzet turun, pendapatan masyarakat turun. Akibat lebih lanjutnya adalah PHK dan
naiknya angka pengangguran. Dalam waktu yang bersamaan, ketika harga BBM akan
naik, muncullah program bantuan tunai yang digulirkan pemerintah dengan tujuan
meredam dampak sosial ekonomi masyarakat, yang disebut BLSM. Program bantuan
tersebut bersifat konsumtif, sesaat, tampak sebagai kebijakan tambal sulam,
tidak dapat memberdayakan ekonomi masyarakat, sering salah sasaran, dan justru
akan menghambat tumbuhnya potensi-potensi ekonomi masyarakat.
2.5
Kenaikan
BBM Berdampak Terhadap Kenaikan Harga Bahan Pokok
Kenaikan harga BBM tidak dapat dilihat dari satu aspek,
tapi yang dikhawatirkan banyak pihak adalah multiplier effect-nya terhadap
harga-harga kebutuhan pokok masyarakat. Sehingga bisa dipastikan masyarakat
kecil yang akan menerima dampak yang paling berat. Ini yang seharusnya menjadi
pertimbangan serius pemerintah sebelum mengambil langkah menaikkan harga BBM.
APBN kita memang berat menanggung seluruh kebutuhan
pembangunan. Pemerintah melihat salah satu opsi untuk menstabilkan APBN dengan
mengurangi subsidi BBM. Sebagai gantinya, pemerintah berencana mengalihkan
sebagian biaya subsidi BBM dalam bentuk bantuan langsung sementara masyarakat
(BLSM) sebagai kompensasi kenaikan harga BBM.
Jazuli Juwaini mengatakan, dirinya memahami BLSM sebagai
bentuk pengaman sosial untuk mengompensasi dampak kenaikan BBM. Di luar
efektifitas dan ketepatan sasaran dalam penyalurannya, sejatinya BLSM hanya
mengatasi persoalan dalam jangka pendek karena sifatnya yang sementara dan
tunai. “multiplier effect kenaikan harga BBM dampaknya jangka panjang dalam
menambah beban kehidupan masyarakat ekonomi lemah.
Dalam jangka panjang kehidupan rakyat yang miskin akan
semakin sulit. Jika kenaikan harga BBM tak terelakkan maka pemerintah tak boleh
merasa cukup dengan penyaluran BLSM. Pemerintah wajib meningkatkan dan
menggalakkan program-program pemberdayaan fakir miskin dengan dukungan anggaran
yang memadai dan manajemen program yang lebih terintegrasi, transparan dan
akuntabel, tepat sasaran, dan terukur (targetted).
Anggaran kemiskinan dalam APBN saat ini baru berupa
bantuan sosial sekitar Rp 60 triliun
yang tersebar di sekitar 19 kementerian/lembaga. Sayangnya anggaran sebesar itu
tidak terkoordinasi dengan baik, lemah dalam perencanaan dan implementasi yang
dapat dilihat dari serapan anggaran, sehingga tidak berdampak signifikan pada
penanggulangan kemiskinan.
Adapun rincian subsidi tersebut untuk subsidi BBM, LPG,
BBN (Rp 137,4 triliun) , listrik
(Rp 65 triliun) dan alokasi cadangan
risiko energi (Rp 23 triliun). Kedua,
memberi ruang gerak pemerintah untuk membuat kebijakan terkait harga BBM dengan
mencabut pasal 7 ayat 6 uu no. 22 tahun 2011 serta upaya penanggulangan
dampaknya. Jika hal ini terealisasi, angka defisit APBN sebesar 2,23 tercapai
seperti dalam usulan pemerintah.
2.6
Kebijakan Pemerintah Dalam Upaya Menghadapi
Kenaikan BBM
Komisi VII DPR RI meminta Menteri
ESDM mempertimbangkan kembali kebijakan pemerintah yang menaikkan harga BBM
sebesar Rp500 pada 28 Maret 2015.
"Kami meminta pada pemerintah
untuk meninjau kembali kebijakan menaikkan harga BBM karena hal tersebut jelas
tidak pro rakyat," kata Ketua Komisi VII DPR RI Kardaya Warnika dalam
Rapat Kerja dengan Kementerian ESDM, di Gedung MPR/DPR-RI, Jakarta, Senin
(30/3/2015) malam.
Menurut Kardaya, di samping
"timing" (pemilihan waktu) pelaksanaan kebijaksanaan tidak tepat
karena bersamaan dengan naiknya tarif listrik dan harga barang pokok,
pemerintah juga perlu menjelaskan dan menyosialisasikan secara masif tentang
mekanisme atau skema pengalihan subsidi dari sektor konsumtif (BBM) ke sektor
produktif (infrastruktur, kesehatan, pendidikan).
"Yang paling penting pemerintah
juga harus menjelaskan pada masyarakat tentang selisih antara harga keekonomian
dengan harga jual premium karena subsidi BBM jenis premium tidak dialokasikan
dalam APBN-P 2015," ujarnya.
1.
Tinjau kembali perpres penetapan
harga BBM
Selain itu,
anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Gerindra Kurtubi menuturkan meminta
pada pemerintah agar meninjau kembali Perpres Nomor 191 Tahun 2014 yang
mengatur tentang periodesasi penetapan harga BBM yaitu bahwa waktu penetapan harga
dapat dilakukan setiap satu bulan atau apabila dianggap perlu lebih dari satu
kali, dengan memperhitungkan perkembangan harga minyak, kurs, dan sektor riil.
"Sebaiknya
dilakukan setiap setahun sekali karena frekuensi (penetapan harga BBM) yang
terlalu sering akan menimbulkan 'kegaduhan' dari masyarakat," ujarnya.
Sementara
itu, Wakil Ketua Komisi VII DPR Satya W Yudha mendesak Menteri ESDM agar segera
melakukan koordinasi dengan menteri-menteri terkait untuk mengendalikan harga
bahan pokok dan ongkos transportasi umum dari dampak kenaikan BBM.
"Ini
menurut saya akan jadi pekerjaan rumah (PR) Kementerian ESDM untuk meyakinkan
teman-teman kementerian lain di kabinet Jokowi bahwa kebijakan menaikkan harga
BBM harus diikuti dengan pengendalian dampak yang terjadi di sektor riil,"
katanya.
Komisi VII
DPR juga meminta Menteri ESDM agar menyampaikan usulan kepada Menteri Keuangan
untuk menghapuskan pajak pertambahan nilai (PPN) untuk BBM dan elpiji
bersubsidi.
"Dalam
harga jual BBM bersubsidi yaitu premium khusus penugasan dan solar, terdapat
komponen PPN 10 persen dari harga dasar. Kalau pemerintah pro rakyat seharusnya
PPN ini dihilangkan," tutur Satya.
2.
Dipicu kenaikan ICP
Dalam rapat
itu Menteri ESDM Sudirman Said menjelaskan bahwa kenaikan harga BBM dipicu
naiknya harga minyak mentah atau Indonesian Crude Price (ICP) dari 45,3 dolar
per barel menjadi 53,76 dolar per barel pada Januari hingga Maret 2015.
Selain itu
faktor lain yang mempengaruhi naiknya harga BBM yaitu melemahnya kurs rupiah
dari asumsi semula Rp12.500 menjadi Rp13.021 per dolar pada 30 Maret 2015.
Karena
kedua faktor tersebut, harga keekonomian premium, solar, dan BBM jenis lain
mengalami kenaikan yang cukup signifikan yaitu Rp7.900 dari semula Rp6.900 per
liter untuk premium dan Rp7.900 dari semula Rp6.900 per liter untuk solar.
"Tapi
untuk melindungi sektor riil kami lakukan penyesuaian sehingga harga premium
(penugasan) kami putuskan Rp7.300 dan solar Rp6.900," ujarnya.
Untuk
menutup selisih antara harga keekonomian premium dengan harga yang ditetapkan
pemerintah, pihaknya telah menginstruksikan PT Pertamina (Persero) untuk
menginventarisasi untung dan rugi yang diakibatkan penetapan harga BBM per
bulan sehingga pada akhir tahun mendatang dapat dilihat apakah BUMN tersebut mendapat
untung atau merugi.
Sedangkan
untuk solar, selisihnya ditutup dengan subsidi yang diberikan pemerintah
sebesar Rp1.000 per liter.
"Tujuannya
agar masyarakat tetap bisa melakukan berbagai kegiatan tanpa terbebani kenaikan
harga BBM yang tinggi," katanya.
Pemerintah
per 28 Maret 2015 menetapkan harga premium di luar Jawa-Bali menjadi Rp7.300
dari sebelumnya Rp6.800 per liter, solar subsidi menjadi Rp6.900 dari
sebelumnya Rp6.400 per liter, dan premium nonsubsidi di wilayah Jawa, Madura,
Bali menjadi Rp7.400 dari sebelumnya Rp6.900 per liter.
Sebelumnya,
pada 1 Maret 2015, harga premium wilayah penugasan di luar Jawa-Bali mengalami
kenaikan Rp200 dari Rp6.600 per 1 Februari 2015 menjadi Rp6.800 per liter.
Sementara,
harga premium nonsubsidi di wilayah Jawa dan Bali ditetapkan Pertamina juga
mengalami kenaikan Rp200 menjadi Rp6.900 per liter mulai 1 Maret 2015.
Untuk harga
minyak tanah dan solar bersubsidi per 1 Maret 2015, pemerintah memutuskan tetap
masing-masing Rp2.500 dan Rp6.400 per liter.
2.7
Pendapat
Pribadi tentang Kebijakan Pemerintah Terhadap Kenaikan Harga BBM
Dapat
disimpulkan bahwa, Dengan maraknya kasus naiknya bbm yang dari dulu tidak pernah
ada habisnya, akan mempengaruhi dan berdampak pada perekonomian, Karena setiap
kebutuhan pasti menggunakan bahan bakar minyak. Khsusunya kepada biaya
produksi, dikarenakan tingkat kebutuhan yang mencakup pada kendaraan sebagai
alat transportasi dan media dalam adanya transaksi.
Dikarenakan
itulah pemerintah mengajukan “subsidi”
untuk membantu masyarakat dalam menghidupi kecukupan sehari-hari. Maka
dari itulah pemerintah bekerja sama dengan perusahaan minyak membuat kebijakan
sistem khusus bagi maysrakat menengah kebawah dengan mengeluarkan BBM “Premium”
dengan harga yang lebih murah dibandingkan dengan BBM “pertamax” yang lebih
mahal, yang dikhususkan utnuk kalangan atas.
Kali
ini saya akan menguraikan asalan saya yang memilih untuk “tidak setuju” pada
kenaikan harga BBM. karena banyaknya dampak terhadap rakyat, khusunya rakyat
kecil yang selalu menjadi pihak yang akan merasakan dampak langsung dari
kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Bukan masalah harga naiknya tapi
dampak yang ditimbulkan, akan banyak dampak yang akan terjadi. Dan dampak yang
paling berpengaruh. hal yang pertama, pengaruh pada kenaikan harga bahan pokok
sebelum naiknya harga BBM atau masih tahap sosialisasi.
Jika
nanti kalau sudah dilaksanakan harga naik lagi. Apa lagi kenaikan harga BBM
menjelang bulan Rramhadan ini dapat menyebabkan menurunnya kesejahteraan rakyat.
Akhirnya kriminalitas seperti penimbunan bahan bakar banyak terjadi. Dampaknya
juga berpengaruh pada adanya inflasi. Dikarenakan naiknya biaya produksi.
Contohnya, dengan kenaikan bahan bakar atau tuntutan akan kenaikan upah buruh,
kedua hal itu merupakan bagian dari biaya produksi dan perusahaan pun mau tidak
mau harus menaikan harga jual barang maupun jasanya, sehingga semakin meluasnya
masalah kemiskinan dan memperparah masalah pengangguran.
Padahal
banyak cara lain yang bisa dilakukan pemerintah seperti pengubahan solusi
penggunaan minyak ke gas, dan berdayakan “Sarjana” yang dusah diakui
keilmuannya untuk mengalihkan minyak ke gas. Selain itu, sumber daya alam
Indonesia yang melimpah harusnya segera dipegang Negara sendiri (Indonesia).
Selama
ini,satu-satunya yang sangat diandalkan pemerintah untuk mengantisipasi dampak
kenaikan harga BBM bersubsidi itu adalah berbagai skema bantuan dana tunai
kepada masyarakat. Dengan member kompensasi dana, maka masalah dianggap sudah
selesai. Pada kenyataan dilapangan, harga barang-barang keperluan telah naik
terlebih dulu yang berat untuk dihadapi masyarakat umum, terutama kalngan bawah
yang langsung terdampak.
Presiden
Republik Indonesia mengungkapkan rencana kenaikan harga Bahan Bakar minyak
(BBM) karena Kenaikan harga BBM dilakukan menyusul kenaikan harga minyak dunia
yang telah melampaui target Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Lonjakan
harga minyak dunia memang akan membawa dampak serius bagi perekonomian
nasional. Harga minyak duinia yang terus berada diatas level otomatis akan
mengakibatkan beban APBN bertambah tinggi.
Memang
benar dibutuhkan keberanian pemerintah untuk mengambil langah dalam mengatasi
efek negative lonjakan harga minyak dunia terhadap keseimbangan APBN. Seperti
meniakan harga BBM, namun tidak bisa diputuskan begitu saja jika APBN jebol
hanya karena harga minyak yg melonjak karena pengeluaran APBN.
APBN jebol bukan karena subsidi untuk rakyat
melainkan pemerintah tidak serius dalam mengelola Negara, pemerintah juga
terlalu terburu-buru dalam menerbitkan kebijakan, pemerintah malas dan hanya
mencari jalan pintas, Dan akhirnya memicu adanya konflik sosial dalam
masyarakat.
APBN
kita jebol tidak ada kaitannya dengan tudingan pemborosan BBM oleh rakyat.
Pemerintah harusnya introspeksi. Sebenarnya pemborosan APBN itu ya dari
pemerintah itu sendiri. Rakyat disalahkan atas kecerobohan yang dilakukan oleh
pemerintah.
Rakyat
berhak menolak kenaikan harga bahan bakar (BBM). Sudah seharusnya pemerintah
berpikir ulang dan lebih jujur mengenai alas an-alasan jebolnya APBN yang
sesungguhnya, bukan karena adanya subsidi untuk rakyat. Betapa harus disadaro
bahwa kebijakan kenaikan BBM hanya akan mengganggu kestabilan dan keadilan di
Indonesia.
BAB
III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Isu kenaikan harga BBM subsidi sudah muncul sejak setahun
lalu. Isu ini terus berkembang hingga muncul rencana membatasi pemakaian BBM
subsidi. Sejak itu banyak spekulan yang bermain di bisnis ini mencoba mengambil
untung. Caranya BBM ditimbun, dan harga pun melambung tinggi.
Kenaikan harga BBM memang pada dasarnya tidak dapat
dipungkiri sehubungan dengan berbagai faktor-faktor baik internal dan eksternal
yang menekan perekonomian negara. Meroketnya hutang akibat peningkatan ABPN
yang harus dialokasikan untuk subsidi BBM. Selain itu, demi mewujudkan
peningkatan daya beli masyarakat dan kemandirian perlu adanya upaya untuk terus
merangsang masyarakat demi tidak berpangkunya pada subsidi yang diberikan oleh
pemerintah. Dengan mempertimbangkan berbagai aspek tersebut, menerima kebijakan
pemerintah untuk melakukan pengurangan subsidi BBM diharapkan dapat menjadi
jawaban atas berbagai persoalan ini. Pemerintah harus berani bersikap bahwa,
beban anggaran akan semakin berat kalau tidak dinaikkan.
Namun, ada beberapa hal
yang perlu menjadi catatan untuk diperhatikan pemerintah. Rencana kenaikan
harga BBM subsidi telah disambut dengan berbagai aksi demonstrasi, mulai dari
mahasiswa hingga buruh.
3.2
Saran
Terlambatnya respons pemerintah untuk mengelola
ekspektasi inflasi akan membuat tingkat inflasi tahun ini bergerak liar dan
memberikan dampak yang tidak terlalu menggembirakan bagi perekonomian
Indonesia. Karena itu, beberapa langkah harus mendapat prioritas pemerintah dan
BI untuk meredam ekspektasi inflasi. Saran Saya adalah sebagai berikut :
1.
Pemerintah harus lebih fokus dan
inovatif untuk menjaga dan memperbaiki manajemen stok sebagai jaminan bahwa
barang (juga jasa), khususnya barang kebutuhan pokok, tersedia di pasaran pada
tingkat harga wajar. Selain memperbaiki jalur distribusi, pemerintah juga harus
mempersiapkan diri secara matang untuk melakukan operasi pasar.
2.
Penegakan hukum untuk meredam munculnya
motif-motif spekulatif, seperti penimbunan BBM dan barang kebutuhan pokok
lainnya, perlu lebih diintensifkan. Dalam kaitan ini, pemerintah perlu lebih
serius melakukan penataan sistem monitoring dan evaluasi agar tindakan bisa
segera dilakukan terhadap kegiatan-kegiatan spekulatif. Aktivasi Tim Pengendali
Inflasi Daerah (TPID) perlu menjadi bagian dari penataan sistem monitoring dan
evaluasi ini.
3.
Menekan biaya produksi yang selama ini
membebani baik sektor pertanian atau industri. Dalam kaitan dengan sektor
pertanian,ada baiknya pemerintah menjamin stabilitas harga dan ketersediaan
beberapa saprodi (sarana produksi pertanian), seperti pupuk, pestisida, dan
benih. Dalam kaitan dengan sektor industri, fokus perhatian harus lebih
diarahkan untuk mengeliminasi faktor-faktor yang mendorong munculnya fenomena
ekonomi biaya tinggi (seperti biaya birokrasi dan pungutan liar).
4.
Untuk menjaga persepsi pasar bahwa
inflasi terkendali, ada baiknya BI tidak terlalu sensitif untuk menaikkan Bi
rate. Artinya, Bi rate sebaiknya tetap dipatok pada level 5,75 persen dan BI
bisa menggunakan instrumen moneter lainnya, seperti giro wajib minimum (GWM),
untuk menstabilkan likuiditas.
DAFTAR
PUSTAKA
Wahyuningsih, Endang,
2012. Dampak Kenaikan Harga Minyak
http://candranopitasari.blogspot.com/2012/04/dampak-dan-kebijakan-pemerintah.
html
http://www.citizenjurnalism.com/world-news/indonesia/cj-dpr-ri-news/kenaikan-bbm
-berdampak-terhadap-kenaikan-harga-bahan-pokok/
http://aristiakarima.blogspot.com/2013/06/kebijakan-pemerintah-terhadap-kenaikan.html
http://nasional.kompas.com/read/2015/03/31/03004311/Komisi.IV.DPR.Minta.Pemerintah.Evaluasi.Kenaikan.Harga.BBM
No comments:
Post a Comment