Friday, January 30, 2015

MAKALAH SIMULATOR SIM

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Negara Republik Indonesia adalah Negara Hukum, sehingga segala sesuatu mesti berdasarkan pada aturan-aturan hukum, terutama sekali diperlukan adanya aparat penegak hukum yang diberi tugas, fungsi dan kewenangan menurut aturan hukum yang secara formil merupakan landasan dan dasar legitimasinya untuk menegakkan hukum.
Dalam undang-undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia  telah memberikan ekstensifikasi kewenangan kepada polisi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan tugas memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum dan memberikan perlindungan serta pelayanan pada masyarakat. Tugas dan wewenang Kepolisian yang diatur berdasarkan ketentuan Undang-Undang No. 2 tahun 2002, tidak luput dari aturan-aturan KUHAP dalam melaksanakan tugasnya sebagai penyidik.
Sedangkan KPK adalah komisi di Indonesia yang dibentuk pada tahun 2003 untuk mengatasi, menanggulangi dan memberantas korupsi di Indonesia. Komisi ini didirikan berdasarkan kepada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002 mengenai Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. kewenangan KPK untuk menangani kasus korupsi diatur dalam Pasal 6 huruf c UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (“UU KPK”), bahwa KPK mempunyai tugas melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi.
Dalam menjalankan tugas dan kewenangannya keduanya terkadang mengalami beberapa benturan-benturan yang mengakibatkan konflik dan terkadang berdampak kurang nyaman terhadap masyarakat. Padahal keduanya sama-sama memiliki kewenangan secara atributif sebagai penyidik Tindak Pidana. Polisi lebih memiliki kewenangan yang luas dibandingkan dengan KPK. Polisi berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) berkedudukan sebagai penyelidik maupun penyidik beberapa kasus Pidana secara Umum. sedangkan KPK lebih kearah Tindak Pidana Khusus, yakni Korupsi.
Karena seperti hal nya yang kita ketahui, baik Polri maupun KPK merupakan lembaga penegak hukum yang notabene bertugas menegakkan supremasi hukum di Indonesia. Namun seiring dengan selalu ada saja konflik diantara keduanya, jelas mengganggu kinerja kedua belah pihak, dan dalam hal ini negara dan rakyatlah yang di rugikan. Maka penulis mencoba mengangkat kasus perseteruan antara Polri dan KPK, dengan contoh kasus simulator SIM.

1.2. Identifikasi masalah
1.      Apa Pengertian Kebijakan / Politik Kriminal?
2.      Apa Tugas dan wewenang Kepolisian?
3.      Sebutkan Tugas dan wewenang KPK?
4.      Jelaskan Kewenangan Polri dan KPK dalam kasus simulator SIM

1.3 Tujuan Masalah
1.      Mengetahui Pengertian Kebijakan / Politik Kriminal
2.      Mengetahui Tugas dan wewenang Kepolisian
3.      Mengetahui Tugas dan wewenang KPK
4.      Mengetahui Kewenangan Polri dan KPK dalam kasus simulator SIM

1.4 Manfaat Penulisan
Untuk memenuhi Tugas Mata kuliah Kriminologi dan sebagai pengganti nilai mid semester pada mata kuliah kriminologi.




BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Kebijakan / Politik Kriminal
Prof Sudarto, S.H, pernah mengemukakan tiga arti mengenai kebijakan kriminal, yaitu :
a.       Dalam arti sempit, ialah keseluruhan asas dan metode yang menjadi dasar dari reaksi terhadap pelanggaran hukum yang berupa pidana
b.      Dalam arti luas, ialah keseluruhan fungsi dari aparatur penegak hukum, termasuk didalamnya cara kerja dari pengadilan dan polisi
c.       Dalam arti paling luas, (yang diambil dari Jorgen Jepsen) ialah keseluruhan kebijakan yang dilakukan melalui perundang-undangan dan badan-badan resmi, yang bertujuan untuk menegakan norma-norma sentral dari masyarakat.
Dalam kesempatan lain, beliau mengemukakan definisi singkat, bahwa politik kriminal merupakan “suatu usaha yang rasional dari masyarakat dalam menanggulangi kejahatan”.
            Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa tujuan akhir atau tujuan utama dari politik kriminal adalah “perlindungan masyarakat untuk mencapai kesejahteraan masyarakat”.

2.2 Tugas dan wewenang Kepolisian
Tugas dan wewenang kepolisian dalam melakukan penyidikan berhak menerima laporan dan pengawasan atas suatu tindak pidana sesuai ketentuan KUHAP terutama ketentuan yang terdapat pada Pasal 7 ayat (1) “Wewenang penyidik antara lain :
a.         Menerima laporan atas pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana
b.        Melakukan tindakan pertama pada saat ditempat kejadian
c.         Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka
2.3 Tugas dan wewenang KPK
KPK mempunyai wewenang yang diatur pasal 8, yaitu, KPK dapat melakukan pengawasan, penelitian atau penelahaan terhadap isntansi yang menjalankan tugas dan wewenangnya yang berkaitan dengan pemberantasan tindak korupsi, dan instansi yang dalam melaksanakan pelaayanan publik. Dalam melaksanakan wewenang tersebut, KPK berwewenang juga mengambil alih penyidikan atau penuntutan terhadap pelaku tindak pidanan korupsi yang sedang dilakukan oleh pihak kepolisian atau kejaksanan.

Komisi Pemberantasan Korupsi mempunyai tugas:
a)        Koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi
b)        Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi
c)        Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi
d)       Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi
e)        Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan Negara

Dalam melaksanakan tugas koordinasi, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang:
1.        Mengkoordinasikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi
2.        Menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi
3.        Meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi kepada instansi yang terkait
4.        Melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi
5.        Meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan tindak pidana korupsi
2.4 Kewenangan Polri dan KPK dalam kasus simulator SIM
Saat ini tersangka kasus korupsi pengadaan simulator tersebut sudah ditetapkan, walaupun berbeda versi, baik oleh Polri maupun oleh KPK. Oleh karena itu, kasus ini sudah masuk dalam tahap penyidikan. Berdasarkan Pasal 14 ayat (1) huruf g UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (“UU Polri”), Kepolisian bertugas menyelidik dan menyidik semua tindak pidana sesuai hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya. Kewenangan penyidik Polri diatur dalam Pasal 7 ayat (1) KUHAP:
Di sisi lain, kewenangan KPK untuk menangani kasus korupsi diatur dalam Pasal 6 huruf c UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (“UU KPK”), bahwa KPK mempunyai tugas melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi.       Dengan demikian, baik Polri maupun KPK, berdasarkan Pasal 14 ayat (1) huruf g UU Polri serta Pasal 6 huruf c UU KPK, keduanya memang memiliki kewenangan untuk menyidik tindak pidana korupsi.
            Namun, KPK memiliki kewenangan tambahan yaitu dapat mengambil alih perkara korupsi walaupun sedang ditangani oleh Kepolisian atau Kejaksaan (Pasal 8 ayat (2) UU KPK). Akan tetapi, pengambil alihan perkara korupsi tersebut harus dengan alasan yang diatur dalam Pasal 9 UU KPK.
Selain kewenangan untuk mengambil alih perkara korupsi, ada hal lain yang menjadi kewenangan KPK yaitu sebagaimana diatur dalam Pasal 11 UU KPK dan Pasal 50 UU KPK:
Pasal 11
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf c, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang:
a.         melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan  tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau penyelenggara negara;
b.        mendapat perhatian yang meresahkan masyarakat; dan/atau
c.         menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
 Pasal 50
1)        Dalam hal suatu tindak pidana korupsi terjadi dan Komisi Pemberantasan Korupsi belum melakukan penyidikan, sedangkan perkara tersebut telah dilakukan penyidikan oleh kepolisian atau kejaksaan, instansi tersebut wajib memberitahukan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi paling lambat 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak tanggal dimulainya penyidikan.
2)        Penyidikan yang dilakukan oleh kepolisian atau kejaksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilakukan koordinasi secara terus menerus dengan Komisi Pemberantasan Korupsi.
3)        Dalam hal Komisi Pemberantasan Korupsi sudah mulai melakukan penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepolisian atau kejaksaan tidak berwenang lagi melakukan penyidikan.
4)        Dalam hal penyidikan dilakukan secara bersamaan oleh kepolisian dan/atau kejaksaan dan Komisi Pemberantasan Korupsi, penyidikan yang dilakukan oleh kepolisian atau kejaksaan tersebut segera dihentikan.
Bila melihat kembali Pasal 50 UU KPK, asalkan KPK juga sudah memulai penyidikan kasus korupsi, maka Kepolisian atau Kejaksaan seharusnya patuh pada undang-undang.
 Seperti disebutkan dalam artikel KPK Klaim Lebih Dulu Tangani Kasus Simulator, Ketua KPK Abraham Samad menyatakan bahwa KPK sudah mengeluarkan Surat Perintah Penyidikan termasuk menetapkan tersangka pada 27 Juli 2012, sedangkan Polri baru menetapkan tersangka pada 1 Agustus 2012.

           
          

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan tugas supervisi tersebut, KPK mempunyai wewenang yang diatur pasal 8, yaitu, KPK dapat melakukan pengawasan, penelitian atau penelahaan terhadap instansi yang menjalankan tugas dan wewenangnya yang berkaitan dengan pemberantasan tindak korupsi, dan instansi yang dalam melaksanakan pelayanan publik“. Dalam melaksanakan wewenang tersebut, KPK berwewenang juga mengambil alih penyidikan atau penuntutan terhadap pelaku tindak pidanan korupsi yang sedang dilakukan oleh pihak kepolisian atau kejaksanan.
Kewenangan supervisi oleh KPK juga dimaksudkan untuk meminimalisir penyalahgunaan kewenangan polisi dan jaksa dalam melaksanakan pemberantasan tindak pidana krupsi. UU No. 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi telah mengantisipasi kemungkinan terjadinya panyalahgunaan kewenangan itu, dengan memberikan kewenangan kepada KPK untuk mengambil alih penyidikan atau penuntutan.

3.2 Saran
Didalam kasus ini pendapat penulis keduanya ada benarnya ada juga salahnya, misal untuk polri, sudah jelas penyidik mau melakukan tugasnya untuk memeriksa tersangka, namun polri seakan-akan menghalang-halangi agar tidak terjadi pemeriksaan dengan mengangkat kasus yang sudah lama. Benarnya, polisi karena dikhawatirkan terjadinya ketidakpercayaan dari masyarakat dalam menangani kasus korupsi yang pelakunya anggota polri, maka kasus diserahkan kepada KPK agar tidak ada indikasi penyalahgunaan kewenangan dan menutup nutupi kebenaran yang ada.



DAFTAR PUSTAKA

Hartanti, Evi. 2005. Tindak Pidana Korupsi. Jakarta: Sinar Grafika.
Senoadji , Indriyanto, Korupsi dan Pembalikan Beban Pembuktian, Penerbit          Konsultan Hukum Prof. Seno Adji dan Rekan, Jakarta, 2006
Sudarto, Kapita Selekta Hukum Pidana, 1981, hlm. 113-114
Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana, 1981, hlm 38
Bardan Nabawi, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Kencana :Jakarta, 2008,          hlm 4


Baca juga artikel ini Cara Mendapatkan Duit Dari Internet

No comments:

Post a Comment