BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Keselamatan dan kesehatan kerja tidak dapat dipisahkan dengan
proses produksi baik jasa
maupun industri. Hal tersebut juga mengakibatkan meningkatnya tuntutan yang lebih
tinggi dalam mencegah terjadinya kecelakaan yang beraneka ragam bentuk maupun
jenis kecelakaannya. Oleh karena itu pemerintah berkepentingan dalam
melindungi pekerja dari bahaya kerja yang tertera di dalam UU No.1 tahun 1970
tentang keselamatan kerja pasal 3 ayat 1 yang mensyaratkan bahwa manajemen
perusahaan harus melaksanakan syarat-syarat keselamatan kerja.Dalam UU NO. 14
Tahun 1969 tentang ketentuan pokok mengenai tenaga kerja pasal 9 dan 10 dinyatakan pula
bahwa pekerja berhak mendapatkan pembinaan perlindungan kerja (Yanri, 1999).
Terjadinya kecelakaan kerja tentu saja
menjadikan masalah yang besar bagikelangsungan perusahaan. Kerugian yang
diderita tidak hanya berupa kerugian materi yang cukup besar namun lebih dari itu
adalah timbulnya korban jiwa yang tidak sedikit jumlahnya. Kehilangan sumber daya
manusia ini merupakan kerugian yang sangat besar karena manusia adalah
satu-satunya sumber daya yang tidak dapat digantikan oleh teknologi apapun. Kerugian
langsung yang nampak dari timbulnya kecelakaan kerja adalah biaya pengobatan dan
kompensasi kecelakaan. Sedangkan kerugian tak langsung yang tidak nampak ialah
kerusakan alat-alat produksi, penataan manajemen keselamatan yang lebih baik,
penghentian alat produksi dan hilangnnya waktu kerja.
Berbagai potensi bahaya di tempat kerja
senantiasa dijumpai. Mengenai potensi bahaya industri merupakan langkah awal dalam
upaya pencegahan kecelakaan kerja,sedang tindakan represif berupa upaya
menghindari terulangnya kejadian kecelakaan kerja perlu dilakukan melalui penyelidikan dan
analisis dalam kasus tersebut. Potensi bahaya atau sering disebut juga sebagai hazard
merupakan sumber risiko yang potensial mengakibatkan kerugian baik material, lingkungan maupun
manusia.
Resiko merupakan kejadian yang tidak tentu yang
dapat mengakibatkan kerugian.
Sehingga agar tidak terjadi kerugian perlu di terapkan ergonomi . Ergonomi yaitu ilmu yang
memmpelajari perilaku manusia dalam kaitannya dengan pekerjaan mereka. Ergonomi
berasal dari kata Yunani ergon yang artinya kerja dan nomos yang
berarti aturan, secara keseluruhan ergonomi berarti aturan yang berkaitan
dengan kerja, sasaran penelitian ergonomi adalah manusia pada saat bekerja
dalam lingkungannya. Secara singkat dapat dikatakan bahwa ergonomi ialah
penyesuaian tugas pekerjaan dengan kondisi tubuh manusia dengan tujuan untuk
menurunkan stress yang akan dihadapi, yaitu dengan cara menyesuaikan ukuran
tempat kerja dengan dimensi tubuh agar tidak melelahkan, pengaturan suhu,
cahaya dan kelembaban betujuan agar sesuai dengankebutuhan tubuh manusia.
Berdasarkan pengertian tersebut dapat di simpulakan bahwa pusat dari ergonomi
adalah manusia. Konsep ergonomi adalah berdasarkan kesadaran, keterbatasan
kemampuan dannkapabilitas manusia. Sehingga dalam usaha untuk mencegah cidera,
meningkatkan produktivitas, efisiensi dan kenyamanan dibutuhkan penyesuaian
antara lingkungan kerja, pekerjaan dan manusia yang terlibat dengan
pekerjaan tersebut.
1.2 Rumusan
Masalah
1.
Mengidentifikasi
hazard di home industry.
2.
Program
K3 yang bisa diterapkan di home industry.
3.
Program
ergonomic yang bisa diterapkan di home industry.
4.
Promkes
yang diperlukan di home industry tersebut.
1.3 Tujuan
1.
Untuk
mengetahui identifikasi hazard di home industry.
2.
Untuk
mengetahui program K3 yang bisa diterapkan di home industry.
3.
Untuk
mengetahui program ergonomic yang bisa diterapkan di home industry.
4.
Untuk
mengetahui promkes yang diperlukan di home industry tersebut.
1.4 Manfaat Penulisan
Untuk memenuhi salah satu tugas mata
kuliah ergonomi dan sebagai bahan pembelajaran tentang program kesehatan kerja
yang berhubungan dengan home industry.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Umum
Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang sering
kita kenal dengan SMK3 tidak dapat dilepaskan dari pembahasan manajemen
secara keseluruhan, karena terdapat hubungan yang sangat erat pada keduanya,
oleh karena itu perlu adanya pembahasan definisi dan pengertian-pengertian
tentangnya. Manajemen dapat didefinisikan sebagai “Kemampuan untuk
memperoleh hasil dalam rangka pencapaian
tujuan melalui kegiatan-kegiatan orang lain.
Bila kita telaah
tentang pengertian manajemen diatas bahwa merupakan suatau proses pencapaian
tujuan secara efisien dan efektif, melalui pengarahan, pergerakan dan
pengendalian kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh orang-orang yang tergabung
dalam suatu bentuk kerja, dengan demikian setiap orang yang terlibat dalam
proses pencapaian tujuan hendaknya harus :
§ Merasa
berkeinginan dan berkewajiban untuk mewujudkan tujuan / sasaran yang hendak
diterapkan.
§ Melaksanakan
tugas-tugas yang menjadi tanggungjawabnya.
§ Menggunakan
prosedur dan tata cara atau metode kerja yang paling cocok.
§ Memanfaatkan
prasarana dan sarana secara baik.
Namun demikian hal tersebut diatas
dalam pelaksanaannya dimungkinkan adanya kendala-kendala misalnya keterbatasan
tenaga, dana dan fasilitas-fasilitas lainnya baik jumlah maupun mutunya,
penyimpangan dalam pelaksanaan tugas dan tanggung jawabdan lain-lain. Oleh
karena itu agar tujuan dapat dicapai dengan baik perlu dilakukan usaha-usaha
yang pada pokoknya untuk memikirkan dan menentukan berbagai hal yang berkaitan
dengan kegiatan yang akan dilakukan.
Dalam perkembangan serta peningkatan
teknik, teknologi dan industrialisasi di negara kita dewasa ini dan untuk
selanjutnya, dibutuhkan peningkatan efisiensi, efektifitas dan produktifitas.
Salah satu cara untuk peningkatan efisiensi, efektifitas dan produktifitas
tersebut khususnya diperusahaan
yang merupakan bagian
yang tidak dapat dipisahkan dalam skala nasional dapat diperoleh dengan
mengendalikan semua bentuk kerugian yang timbul di perusahaan terutama
kerugian-kerugian akibat terjadinya kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja.
Banyak contoh kejadian – kejadian
kecelakan kerja di Indonesia yang dapat kita petik, yang tidak hanya merugikan
karyawan dan masyarakat tetapi juga mengacaukan kelangsungan hidup perusahaan
dan kegiatan pembangunan nasional. Dapat kita ambil suatu contoh data
kecelakaan yang pernah terjadi di Indonesia dengan berbagai kasusnya.
Tabel 2.1 Jumlah Kecelakaan Kerja Tahun 2000-2002
No.
|
Kecelakaan Kerja
|
Tahun 2000
|
Tahun 2001
|
Tahun 2002
|
1.
|
Jumlah Kasus
|
17,259
|
309
|
|
2.
|
Jumlah Korban
|
10,723
|
152
|
85,041
|
3.
|
Akibat Kecelakaan
|
|
|
|
|
- STBM
|
9,237
|
98
|
8,412
|
|
- Cacat
|
1,189
|
40
|
703
|
|
- Meninggal Dunia
|
297
|
14
|
1,685
|
Sumber :
Depnakertrans, Ditjen Pembinaan Hubungan Industrial
Catatan
: Tidak ada data sejak dari tahun 2003.
Atas dasar hal
tersebut diatas maka diperlukan langkah dan penanggulangan terhadap kecelakan
kerja tersebut.
Adapun penyebab kecelakaan dan
penyakit akibat kerja yang berkembang pada saat ini disebabkan biasanya oleh
tiga faktor yaitu :
1.
Perbuatan berbahaya (substandard acts)
Hal ini sangat terkait dengan cara
kerja dan sifat pekerjaan, adapun perbuatan bahaya ini disebabkan karena :
a. Pengetahuan
dan keterampilan yang tidak sesuai dengan pekerjaan.
b. Keadaan
fisik dan mental yang belum siap untuk tugas-tugasnya.
c. Tingkah
laku dan kebiasaan ceroboh, sembrono, terlalu berani tanpa mengindahkan
petunjuk, instruksi dan lain-lain.
d. Kurangnya
perhatian dan pengawasan dari manajemen.
2.
Kondisi berbahaya (substandard
condition) Meliputi keadaan sebagai berikut:
a. Keadaan
mesin-mesin, pesawat-pesawat, alat-alat kerja serta peralatan lainnya dan
bahan-bahan.
b. Lingkungan.
3.
Mengusahakan, mengatur, menggerakkan dan
memanfaatkan sumber – sumber yang diperlukan untuk pencapaian tujuan.
4.
Menjamin agar tidak terjadi penyimpangan
dan kegagalan pencapaian tujuan. Adapun Tindakan-tindakan yang tidak standar
(Substandard Practies/Acts) :
a. Mengoperasikan
alat / peralatan tanpa wewenang
b. Gagal
untuk memberi peringatan
c. Gagal
untuk mengamankan
d. Bekerja
dengan kecepatan yang salah
e. Menyebabkan
alat-alat keselamatan tidak berfungsi
f. Memindahkan
alat-alat keselamatan
g. Menggunakan
alat yang rusak
h. Menggunakan
alat dengan cara yang salah
i. Kegagalan
memakai alat pelindung/keselamatan diri secara benar
j. Membongkar
secara salah
k. Menempatkan
/menyusun secara salah
l. Mengangkat
secara salah
m. Mengambil
posisi yang salah
n. Memperbaiki
alat/peralatan yang sedang jalan/hidup/bergerak
o. Bersenda-gurau
di tempat kerja.
p. Mabuk
karena minuman beralkohol atau obat keras lainnya. Sedangkan kondisi-kondis
yang tidak standar (Substandard Condition) :
a. Peralatan
pengaman/pelindung/rintangan yang tidak memadai/memenuhi syarat
b. Bahan,
alat-alat/peralatan rusak
c. Terlalu
sesak/sempit
d. Sistem-sistem
tanda peringatan yang kurang memadai
e. Bahaya-bahaya
kebakaran dan ledakan
f. Kerapihan/tata-letak
(Housekeeping) yang jelek
g. Lingkungan
berbahaya/beracun: Gas, debu, asap, uap dan lain-lain
h. Bising
i. Paparan
radiasi
j. Ventilasi
dan penerangan yang kurang.
Dilihat dari penjabaran diatas maka
dapat kita ambil kesimpulan bahwa pihak manajemen tidak melakanakan sendiri
kegiatan-kegiatan yang bersifat operasional melainkan mengatur
tindakan-tindakan pelaksanaan oleh sekelompok orang yang disebut bawahan.
Dengan demikian Top Manajemen dilihat dari segi fungsional mempunyai tugas
utama yaitu :
1. Menentukan
tujuan menyeluruh yang hendak dicapai.
2. Menentukan
kebijaksanaan umum yang mengikat seluruh organisasi.
Kecelakaan kerja (accident) adalah
suatu kejadian atau peristiwa yang tidak diinginkan yang merugikan terhadap
manusia, merusak harta benda atau kerugian terhadap proses. Juga kecelakaan ini
biasanya terjadi akibat kontak dengan suatu zat atau sumber energi. Secara umum
kecelakaan kerja dibagi dalam dua golongan, yaitu :
1.
Kecelakaan industri (industrial
accident) yaitu kecelakaan yang terjadi di tempat kerja karena adanya sumber
bahaya atau bahaya kerja.
2.
Kecelakaan dalam perjalanan (community
accident) yaitu kecelakaan yang terjadi diluar tempat kerja yang berkaitan
dengan adanya hubungan kerja.
Istilah “hazard” atau “potensi
bahaya” mempunyai pengertian sumber atau situasi yang berpotensi menciderai
manusia atau sakit, merusak barang, lingkungan atau kombinasi dari hal-hal
tersebut. Sedangkan kemungkinan potensi bahaya menjadi manifest, sering disebut
sebagai “risiko”. Baik Hazard maupun risiko tidak selamanya menjadi bahaya
asalkan upaya pengendaliannya dilaksanakan dengan baik.
Berbagai potensi
bahaya kesehatan dan kemungkinan dampaknya, antara lain:
1.
Faktor mesin/peralatan : cedera, kecelakaan kerja
2.
Fisiologik dan beban kerja : gangguan muskulo skeletal, low back
poin,kelelahan.
3.
Faktor fisik : noise induced hearing loss, gangguan neuro vaskuler, efek
radiasi
4.
Faktor kimia : intoksikasi, alergi, kanker
5.
Faktor biologik : infeksi, alergi
6.
Faktor psikologik : stress psikis, depresi, ketidakpuasan
7.
Faktor psikososial : konflik, monotoni, kualitas kerja
Keadaan hampir celaka (incident),
ada juga yang menyebutkan dengan istilah near-miss atau near-accident adalah
suatu kejadian atau peristiwa yang tidak diinginkan dimana dengan keadaan yang
sedikit berbeda akan mengakibatkan bahaya terhadap manusia, merusak harta benda
atau kerugian terhadap proses. Misalnya seseorang teknisi listrik sedang
melihat-lihat kondisi lampu yang tergantung di atas (di plafon) dengan
menengadahkan kepalanya keatas sambil berjalan, tanpa disadarinya kakinya
(sepatu kerjanya) menginjak bagian permukaan lantai yang licin, sehingga
terpeleset dan keseimbangan badannya terganggu. Untung di dekatnya ada pagar
pengaman, sehingga sebelum badannya jatuh membentur lantai, tangannya sempat
memegang pagar pengaman tersebut.
Pada dasarnya penilaian terjadinya
resiko sangat tergantung pada perusahaan mana yang menerapkannya, salah satu
cara penilaiannya antara lain Significant dan Non Significant. Adapun maksud
dari Significant adalah bila terjadi kecelakaan yang menimpa pekerja dan
mengakibatkan pekerja itu tidak dapat meneruskan lagi pekerjaannya atau apabila
suatu pekerjaan rentan akan resiko, insiden dan kecelakaan dan sering di
simbolkan dengan huruf Y. Sedangkan Non Significant adalah bila kecelakaan yang
menimpa pekerja akan tetapi pekerja itu masih dapat meneruskan pekerjaannya
seperti biasa atau apabila suatu
pekerjaan yang tidak terlalu beresiko akan terjadinya insiden dan kecelakaan
disimbolkan dengan huruf N.
2.2 Prinsip K3
Berdasarkan
Undang-undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja,
tersirat pengertian K3 yaitu:
1.
Secara filosofi didefiniskan sebagai
upaya dan pemikiran dalam menjamin keutuhan dan kesempurnaan jasmani maupun
rohani manusia pada umumnya dan tenaga kerja pada khususnya serta hasil karya
dan budayanya dalam rangka menuju masyarakat adil dan makmur berdasarkan
pancaila.
2.
Secara keilmuan K3 didefinisakan sebagai
ilmu dan penerapan teknologi pencegah kecelakaan kerja dan penyakit akibat
kerja.
a.
Sifat pekerjaan.
b.
Cara kerja.
c.
Proses produksi.
2.3 Struktur Organisasi
Sesuai dengan konsep sebab akibat
kecelakaan serta prinsip pencegahan kecelakaan, maka pengelompokan unsure
program K3 diarahkan kepada pengendalian sebab dan pengurangan akibat
terjadinya kecelakaan dengan titik tolak untuk mengetahui dan mengidentifikasi
sebab potensional sebelum terjadinya kecelakaan.
Program K3 yang dimaksudkan untuk
mencapai sasaran melalui penyeragaman unsur-unsur program dengan memanfaatkan
berbagai sumber yang ada ke dalam satu strategi K3 antara lain :
a.
Mendorong komitmen pimpinan puncak untuk
menetapkan kebijakan K3.
b.
Membina dan melaksanakan sarana K3 baik
untuk fasilitas produksi yaitu pemesanan peralatan, cara kerja dan alat
pelindung maupun untuk hasil produksi, sedikit-dikitnya didasarkan atas
peraturan perundangan, akomodasi dan standar.
c.
Inspeksi keselamatan dan kesehatan kerja
guna pengenalan bahaya- bahaya potensial dalam produksi dan produk.
d.
Prosedur penyelidikan dan analisa
kecelakaan untuk menentukan sebab musababnya kecelakaan dan mendapatkan
langkah-langkah keselamatan dan kesehatan yang disesuaikan.
e.
Catatan dan analisa kecelakaan untuk
menentukan kecenderungan kecelakaan dan menemukan tindak keselamatan yang
diperlukan.
f.
Menyelenggarakan latihan tentang
azas-azas keselamatan kerja secara umum dan tekniknya untuk semua tenaga kerja
yang diperlukan dan instruksi K3 selama bekerja oleh pengawas untuk semua
pekerja. Hubungan pengawasan secara berkala untuk instruksi-instruksi baru,
motivasi lanjutan dan menggairahkan K3 secara umum harus pula dilakukan.
g.
Peralatan perlindungan harus disediakan
guna perlindungan diri di lingkungan yang berbahaya.
h.
Penelitian tentang hygiene perusahaan
untuk pengenalan bahaya kesehatan potensial dan untuk mengambil langkah-langkah
perlindungan yang sesuai.
i.
Fasilitas dan jasa-jasa kesejahteraan
untuk penyediaan air minum, tempat atau kantin untuk makan yang nyaman dan
bersih serta kemungkinan untuk pemeriksaan medis dan pengobatan.
j.
Sistem pertolongan pertama untuk
pengobatan dari luka-luka dan kegiatan
lain yang diperlukan.
k.
Pembentukan organisasi Keselamatan dan
Kesehatan Kerja dalam bentuk petugas keselamatan kerja (Safety Officer) dan
P2K3 (Safety Committee) dengan penyediaan fasilitas yang memadai dan waktu yang
cukup guna memajukan keselamatan dan kesehatan kerja.
l.
Melaksanakan audit internal.
Program
K3 sebagaimana tersebut diatas hendaknya dibuatkan suatu penjadualan sesaui
dengan urutan prioritas kerugian penggunaan sumber atau unsur-unsur manajemen
yang tersedia dan sasaran / target yang hendak dicapai.
2.4 Perencanaan
Perencanaan adalah merupakan
keseluruhan proses pemikiran dan penentuan secara matang terhadap hal-hal yang
akan dikerjakan di masa yang akan datang dalam rangka pencapaian tujuan yang
telah ditetapkan, maka harus dilakukan secara sistematis, terorganisir dan
hasilnya harus dapat dilaksanakan sesuai dengan kemampuan yang ada. Hal-hal
yang perlu diketahui dalam perencanaan K3 sekurang-kurangnya ada 4 hal yaitu :
§ Masalah-masalah
K3 yag dihadapi
§ Program-program
kegiatan harus kongrit dan arahkan untuk pencapaian tujuan dan sasaran K3.
§ Cara
untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran
K3 dengan memperhatikan sumber-sumber daya, konsistensi dan skala prioritas.
§ Penetapan
jangka waktu pencapaian tujuan dan sasaran K3.
Langkah-langkah perencanaan yang
perlu diperhatikan oleh setiap perencanaan disarankan sebagai berikut :
a.
Perencanaan yang efektif dimulai dengan
perincian tujuan sasaran K3 secara lengkap an jelas dengan mendasarkan pada
tujuan dan sasaran sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang No.1 tahun 1970,
karena tujuan dan sasaran yang tidak jelas akan sulit untuk dimengerti dan
sulit untuk merencanakan program-program kegiatan.
b.
Setelah tujuan dan sasaran K3 ditetapkan
langkah berikutnya menentukan program-program kegiatan yang didasarkan pada
kebijakan K3. Kebijakan K3 adalah suatu pedoman yang mengarahkan sekaligus
membatasi tindakan-tindakan yang dilakukan oleh setiap orang yang terlibat
dalam pelaksanaan K3.
c.
Menganalisa dan menetapkan cara dan
sarana untuk melaksanakan program kegiatan guna pencapaian tujuan dan sasaran
K3 berdasarkan kebijakan K3 yang telah ditetapkan.
d.
Cara sebagaimana yang dimaksud meliputi
prosedur-prosedur (SOP) baik yang ditetapkan dalam peraturan perundangan,
maupun instruksi kerja yang ditetapkan oleh perusahaan. Meliputi organisasi K3
yang ada baik fungsional ataupun struktural, perlengkapan, anggaran, dll.
e.
Penunjukan orang-orang yang akan
menerima tanggung jawab pelaksana K3, mulai dari pimpinan puncak, menengah,
termasuk juga para tenaga kerja.
f.
Penentuan sistem pengendalian yang
memungkinkan adanya pengukuran atau penilaian dan pembandingan apa yang harus
dicapai dengan apa yang telah dicapai
berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan.
2.5 Tanggung Jawab
Pembagian tanggung jawab antar
fungsi dan kaitannya dengan masalah K3 juga dilakukan pembagian tanggung jawab
menurut jenjang jabatan dalam organisasi.
Tanggung jawab K3
antara supervisor dan
manajemen adalah tidak sama besar akan tetapi masing-masing pimpinan
harus mempunyai ciri K3 dalam kepemimpinannya. Tanggung jawab yang sangat
strategis berada pada petugas pengawas K3 (line first supervisor) karena
petugas ini membawahi langsung para tenaga kerja dari berbagai jenis pekerjaan.
2.6 Pelaksanaan
Dalam pelaksanaan program kegiatan
K3 sebagaimana dituangkan dalam rencana dan program K3, maka sangatlah mendasar
fungsi organik manajemen yaitu menggerakkan setiap tenaga kerja yang ada di
perusahaan untuk melakukan aktifitas-aktifitas dalam pencapaian tujuan dan
sasaran yang telah ditetapkan.
Penggerakan akan selalu berkaitan
dengan manusia oleh karena itu penggerakkan menghendaki kemampuan seseorang
dalam hal ini para manajemen untuk dapat membangkitkan antusiasme. Mengarahkan
dan membimbing para tenaga kerja kearah tujuan dan sasaran yang hendak dicapai
sebagaimana ditetapkan dalam rencana K3.
Esensi
penggerakan dalam program kegiatan K3 adalah :
a. Mendapatkan
orang-orang yang mampu.
b. Menyampaikan
kepada seluruh orang yang terlibat dalam proses produksi tentang tujuan an
sasaran yang hendak dicapai.
c. Menjelaskan
apa yang perlu dia lakukan dan bagaimana
melaksanakannya kepada setiap orang yang telah menerima tanggung jawab K3.
d. Memberikan
tanggung jawab, tugas dan wewenang sesuai dengan jenjang jabatan dalam
perusahaan.
e. Membangkitkan
rasa percaya diri mengenai kemampuannya dalam pencapian tujuan dan sarana K3.
Cara-cara efektif yang perlu
diketahui oleh setiap manajemen dalam pelaksanaan program kegiatan K3 antara
lain :
a. Buatlah
setiap tenaga kerja / orang yang terlibat dalam proses produksi merasa penting.
b. Berikan
pelatihan, pembinaan yang memadai. Misal pedoman kerja singkat dan jelas.
c. Ajaklah
dalam safety meeting dan ciptakan komunikasi timbal balik.
d. Hak
timbal balik pekerja supaya diperhatikan dan diberikan.
e. Berikan
contoh-contoh tindakan yang kongrit misalnya penggunaan alat pelindung diri.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Pengertian Las
Las menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (1994), ” adalah penyambungan besi dengan cara membakar. Dalam
referensi-referensi teknis, terdapat beberapa definisi dari Las, yakni sebagai
berikut :
·
Berdasarkan defenisi dari Deutsche
Industrie Normen (DIN) dalam Harsono dkk(1991:1), mendefinisikan bahwa ” las
adalah ikatan metalurgi pada sambungan logam paduan yang dilakukan dalam
keadaan lumer atau cair “.
·
Sedangkan menurut maman suratman
(2001:1) mengatakan tentang pengertian mengelas yaitu salah satu cara
menyambung dua bagian logam secara permanen dengan menggunakan tenaga panas.
Sedangkan Sriwidartho, Las adalah suatu cara untuk menyambung benda padat
dengan dengan jalan mencairkannya melalui pemanasan.
Pengelasan adalah suatu proses
penyambungan logam dimana logam menjadi satuakibat panas dengan atau tanpa
tekanan, atau dapat didefinisikan sebagai akibat darimetalurgi yang ditimbulkan
oleh gaya tarik menarik antara atom. Sebelum atom-atom tersebut membentuk
ikatan, permukaan yang akan menjadi satu perlu bebas darigas yang terserap
atau oksida-oksida.
3.2
Hazard
di Bengkel Las
Potensi bahaya
(Hazard) ialah suatu keadaan yang memungkinkan atau dapat menimbulkan
kecelakaan/kerugian berupa cedera, penyakit, kerusakan atau kemampuan
melaksakan fungsi yang telah ditetapkan (P2K3 Depnaker RI, 2000).
Bahaya merupakan
sumber energi: yakni segala sesuatu yang memiliki potensi untuk menyebabkan
cedera pada manusia, kerusakan pada equipment dan lingkungan sekitar (Bakhtiar,
2008).
Sedangkan
menurut Syahab (1997) bahaya adalah segala sesuatu atau kondisi yang berpotensi
pada suatu tempat kerja.
3.3 Bahaya yang dihadapi dalam bengkel
las
§ Gangguan
pernafasan
Terdapat beberapa segi negatif dari
pekerjaan ”Tukang Las” diantaranya adalah berasal dari faktor zat
kimia yang terdiri dari elektroda, asap, debu dan gas.Menurut teori
penimbunan debu dalam paru-paru adalah sebagai berikut:
Debu
ukuran 5-10 mikron akan ditahan oleh saluran pernafasan bagian atas,debu ukuran
3-5 mikron ditahan oleh bagian tengah pernafasan,debu ukuran 1-3 mikro
ditempatkan dalam permukaan alveoli,debu ukuran 0,1-1 mikron bermasa terlalu
kecil sehingga mengikuti gerak brown keluar masuk alveoli.
Dari
hasil pengamatan kami tidak semua karyawan menggunakan masker sebagai
APD,apabila karyawan terpapar secara terus menerus tanpa menggunakan APD akan
berakibat gangguan saluran pernafasan seperti batuk kering,sesak
nafas,kelelahan umum,BB berkurang dll.
§ Dari
sisi Ergonomi
Bahaya
selanjutnya pada tukang las dari sisi ergonomic yaitu para pekerja mengalami
sakit punggung karena pada saat bekerja selalu membungkuk,sehingga mengalami
sakit punggung.
a)
Penerapan Ergonomi
Adapun
tujuan penerapan ergonomic adalah sebagai berikut :
3.4 Meningkatkan
kesejahteraan fisik dan mental dengan meniadakan beban kerja tambahan(fisik dan
mental), mencegah penyakit akibat kerja, dan meningkatkan kepuasan kerja
3.5 Meningkatkan
kesejahteraan social dengan jalan meningkatkan kualitas kontak sesame pekerja, pengorganisasian
yang lebih baik dan menghidupkan system kebersamaan dalam tempat kerja.
3.6 Berkontribusi
di dalam keseimbangan rasional antara aspek-aspek teknik, ekonomi, antropologi
dan budaya dari sistem manusia-mesin untuk tujuan meningkatkan efisiensi sistem
manusia-mesin
b)
Ruang lingkup ergonomi sangat luas aspeknya, antara lain meliputi:
1. Tehnik
2. Fisik
3. Pengalaman
psikis
4. Anatomi,
utamanya yang berhubungan dengan kekuatan dan gerakan otot dan persendian
5. Sosiologi
6. Fisiologi,
kaitanya dengan temperature tubuh, oxygen up take, dan aktifitas otot
7. Desain,
dll
c)
Manfaat Ergonomi
1. Menurunnya
angka kesakitan akibat kerja.
2. Menurunnya
kecelakaan kerja.
3. Biaya
pengobatan dan kompensasi berkurang.
4. Stress
akibat kerja berkurang.
5. Produktivitas
membaik.
6. Alur
kerja bertambah baik.
7. Rasa
aman karena bebas dari gangguan cedera.
8. Kepuasan
kerja meningkat
d)
Metode-metode Ergonomi
§ Diagnosis
Dapat dilakukan melalui wawancara
dengan pekerja, inspeksi tempat kerja, penilaian fisik pekerja, uji
pencahayaan, ergonomi checklist dan pengukuran lingkungan kerja lainnya.
variasi akan sangat luas mulai dari yang sederhana sampai kompleks.
§ Treathment
Dapat dilakukan dengan cara
perubahan posisi meubel, letak pencahayaan atau jendela yang sesuai, Membeli
furniture sesuai dengan dimensi fisik pekerja
§ Follow
up
Bisa dilakukan dengan cara
menanyakan kenyamanan, bagian badan yang sakit, nyeri bahu dan siku,
keletihan, sakit kepala dan lain-lain.
e)
Pengembangan penerapan ergonomi
5. Pengorganisasian
kerja
a. Semua
sikap tubuh membungkuk atau sikap tubuh yang tidak alamiah harus dihindari.
Fleksi tubuh atau kepala ke arah samping lebih melelahkan dari sedikit
membungkuk ke depan. Sikap tubuh yang disertai paling sedikit kontraksi otot
statis dirasakan paling nyaman.
b. Posisi
ekstensi lengan yang terus-menerus baik ke depan, maupun ke samping harus
dihindari. Selain menimbulkan kelelahan, posisi lengan seperti itu sangat
mengurangi ketepatan kerjadan ketrampilan aktivitas tangan.
c. Selalu
diusahakan agar bekerja dilakukan sambil duduk. Sikap kerja denagn kemungkinan
duduk dan berdiri silih berganti juga dianjurkan.
d. Kedua
lengan harus bergerak bersama-sama atau dalam arah yang berlawanan. Bila hanya
satu lengan saja yang bergerak terus-menerus, maka otot-otot tubuh yang lainnya
akan berkontraksi statis. Gerakan berlawanan memungkinkan pula pengendalian
saraf yang lebih cermat terhadap kegiatan pekerjaan tangan.
6. Bangku
atau meja kerja
a. Pembuatan
bangku dan meja kerja yang buruk atau mesin sering-sering adalah penyebab kerja
otot statis dan posisi tubuh yang tidak alamiah. Maka syarat-syarat bangku
kerja yang benar adalah sebagai berikut :
b. Tinggi
area kerja harus sesuai sehingga pekerjaan dapat dilihat dengan mudah dengan
jarak optimal dan sikap duduk yang enak. Makin kecil ukuran benda, makin dekat
jarak lihat optimal dan makin tinggi area kerja.
c. Pegangan,
handel, peralatan dan alat-alat pembantu kerja lainnya harus ditempatkan
sedemikian pada meja atau bangku kerja, agar gerakan-gerakan yang paling sering
dilakukan dalam keadaan fleksi.
d. Kerja
otot statis dapat dihilangkan atau sangat berkurang dengan pemberian penunjang
siku, lengan bagian bawah, atau tangan. Topangan-topangan tersebut harus diberi
bahan lembut dan dapat di stel, sehingga sesuai bagi pemakainya.
7. Sikap
kerja
§ Tempat
duduk
Tempat duduk harus dibuat
sedemikian rupa, sehingga orang yang bekerja dengan sikap duduk mendapatkan
kenyamanan dan tidak mengalami penekanan-penekanan pada bagian tubuh yang dapat
mengganggu sirkulasi darah.
§ Meja
kerja
Tinggi permukaan atas meja dibuat
setinggi siku dan disesuaikan dengan sikap tubuh pada saat bekerja.
§ Luas
pandangan
Daerah pandangan yang jelas bila
pekerja berdiri tegak dan diukur dari tinggi mata adalah 0-30° vertical
kebawah, dan 0-50° horizontal ke kanan dan ke kiri
8. Proses
kerja
Para pekerja dapat menjangkau
peralatan kerja sesuai dengan posisi waktu bekerja dan sesuai dengan ukuran
anthropometrinya. Harus dibedakan ukuran anthropometri barat dan timur.
5. Tata
letak tempat kerja
Display harus jelas terlihat pada
waktu melakukan aktivitas kerja. Sedangkan simbol yang berlaku secara
internasional lebih banyak digunakan daripada kata-kata.
6. Mengangkat
beban
Bermacam cara dalam mengangkat
beban yakni dengan kepala, bahu, tangan, punggung , dll. Beban yang terlalu
berat dapat menimbulkan cedera tulang punggung, jaringan otot dan persendian
akibat gerakan yang berlebihan.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi kegiatan-kegiatan mengangkat dan mengangkut adalah sebagai
berikut :
1. Beban
yang diperkenakan, jarak angkut dan intensitas pembebanan.
2. Kondisi
lingkungan kerja yaitu keadaan medan yang licin, kasar, naik turun dll.
3. Keterampilan
bekerja
4. Peralatan
kerja beserta keamanannya
Cara-cara
mengangkut dan mengangkat yang baik harus memenuhi 2 prinsip kinetis yaitu :
1. Beban
diusahakan menekan pada otot tungkai yang keluar dan sebanyak mungkin otot
tulang belakang yang lebih lemah dibebaskan dari pembebanan
2. Momentum
gerak badan dimanfaatkan untuk mengawali gerakan.
Penerapan
:
1. Pegangan
harus tepat
2. Lengan
harus berada sedekatnya pada badan dan dalam posisi lurus
3. Punggung
harus diluruskan
4. Dagu
ditarik segera setelah kepala bisa di tegakkan lagi seperti pada permulaan
gerakan
5. Posisi
kaki di buat sedemikian rupa sehingga mampu untuk mengimbangi momentum yang
terjadi dalam posisi mengangkat
6. Beban
diusahakan berada sedekat mungkin terhadap garis vertical yang melalui pusat
grafitas tubuh.
7. menjinjing
beban
Tabel 1 beban yang diangkaat tidak
melebihi aturan yang ditetapkan
Jenis kelamin
|
Umur(th)
|
Beban yang disarankan (kg)
|
Laki-laki
|
16-18
|
15-20
|
|
>18
|
40
|
Wanita
|
16-18
|
12-15
|
|
>18
|
15-20
|
f)
Waktu bekerja dan istirahat yang baik bagi pekerja
Lama
bekerja
Lamanya
pekerja dalam sehari yang baik pada umumnya 6 – 8 jam sisanya untuk istirahat
atau kehidupan dalam keluarga dan masyarakat. Dalam hal lamanya kerja melebihi ketentuan-ketentuan
yang ada, perlu diatur istirahat khusus dengan mengadakan organisasi kerja
secara khusus pula.pengaturan kerja demikian bertujuan agar kemampuan kerja dan
kesegaran jasmani serta rohani dapat dipertahankan.
Istirahat
Terdapat
4 jenis istirahat yaitu :
v istirahat
secara spontan adalah istirahat pendek setelah pembebanan
v istirahat
curian terjadi jika beban kerja tidak di imbangi oleh kemampuan kerja.
v Istirahat
yang ditetapkan adalah istirahat atas dasar ketentuan perundang-undangan
v Istirahat
oleh karena proses kerja tergantung dari bekerjanya mesin peralatan atau
prosedur-prosedur kerja
g)
Penerangan dan dekorasi
Penerangan
dan dekorasi yaitu keserasian fungsi mata terhadap pekerjaan dan kegairahan
atas dasar faktor kejiwaan.
Intensitas
penerangan
Tabel 2 Pedoman intensitas
penerangan
Pekerjaan
|
Contoh-contoh
|
Tingkat penerangan yang perlu
|
Tidak teliti
|
Penimbunan barang
|
80 - 70
|
Agak teliti
|
Pemasangan (tidak teliti)
|
|
Teliti
|
Membaca, menggambar
|
350 – 700
|
Sangat teliti
|
Pemasangan(teliti)
|
700– 10.000
|
4.
Kebisingan
Dari hasil wawancara penulis dengan pekerja. Pada saat bekerja pertama kali,
pekerja merasakan kebisingan. Namun seiring waktu hal ini sudah menjadi hal
yang biasa bagi pekerja. Hal ini menunjukkan bahwa intensitas pendengaran
pekerja berkurang seiring dengan waktu yang telah dihabiskan dalam pekerjaan
ini. Efek yang ditimbulkan oleh kebisingan di lingkungan kerja ini selain
penurunan intensitas pendengaran, yaitu efek psikologis yang terjadi seperti
kehilangan konsentrasi yang dapat mengganggu pekerjaan. Selain itu gangguan
komunikasi juga dapat terjadi yang dapat mengganggu kinerja dan keamanan
pekerja.Para pekerja tidak memakai APD(aer muft dan aer plug) dengan alasan
tidak nyaman.
Pengaruh
kebisingan secara keseluruhan adalah:
v Kerusakan
pada indera pendengaran
v Gangguan
komunikasi dan timbulnya salah pengertian
v Pengaruh
faal seperti gangguan psikomotor, gangguan tidur dan efek-efek saraf otonom
v Efek
psikologis
v Kelelahan
yang patologis
Kelelahan ini tergabung dengan
penyakit yang diderita, biasanya muncul tiba-tiba dan berat gejalanya.
Psikologis
dan emotional fatique
Kelelahan
ini adalah bentuk yang umum. Kemungkinan merupakan sejenis “mekanisme melarikan
diri dari kenyataan” pada penderita psikosomatik. Semangat yang baik dan
motivasi kerja akan mengurangi angka kejadiannya di tempat kerja.
5.
Kebutaan
Dari hasil wawancara kami dampak bahaya dari pengelasan selain kebisingan juga
menyebabkan kebutaan,karena pekerja pada saat mengelas tidak selalu memakai
kaca mata.Para pekerja memakai kaca mata hanya pada saat mereka mengelas
listrik saja karena pada saat mengelas listrik percikan api ke mata tajam dan
terasa panas.sedangkan pada saat mengelas karbit pekerja sudah biasa tidak
memakai kaca mata karena sudah terbiasa dan tidak menghiraukan akan bahaya dari
percikan api kemata yang dapat menyebabkan kebutaan.
3.4 Program K3 di Bengkel Las
Menurut P2K3 Depnaker RI (2000)
secara filosofi kesehatan dan keselamatan merupakan suatu pemikiran dan upaya
umtk menjamin keutuhaan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga
kerja khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya menuju
masyarakat adil dan makmur.
Kesehatan dan Keselamatan Kerja
bertujuan untuk mencegah dan mengurangi terjadinya kecelakaan kerja dan
penyakit akibat kerja, dan menjamin:
1.
Bahwa setiap tenaga kerja dan orang
lainnya ditempat kerja dalam keadaan selamat dan sehat,
2.
Bahwa setiap sumber produsi dipergunakan
secar aman dan efisien,
3.
Bahwa proses produksi dapat berjalan
lancar.
Kecelakaan kerja adalah kejadian
yang tidak terduga dan tidak diharapkan. Tidak terduga maksudnya tidak dilatar
belakangi oleh unsur kesengajaan dan tidak direncanakan. Kecelakaan akibat
kerja adalah kecelakaan yang ada hubungan dengan pekerjaan, kecelakaan terjadi
karena pekerjaan atau pada saat melaksanakan pekerjan(Suma’mur, 1989).
Penulis menyarankan agar menggunakan
APD dengan tujuan melindungi para pekerja dan orang lain di tempat
kerja(bengkel las) Penggunaan las dalam pengerjaan konstruksi semakin luas
sehingga kecelakaan yang diakibatkan oleh proses pengerjaan tersebut juga
sering banyak terjadi. Pekerjaan pengelasan merupakan salah satu proses
pemesinan yang penuh resiko karena selalu berhubungan dengan api dan bahan –
bahan yang mudah terbakar dan meledak terutama sekali pada las gas yaitu gas
oksigen dan Asetilin . Kecelakaan yang terjadi sebenarnya dapat dikurangi atau
dihindari apabila pekerja dalam mengoperasikan alat pengelasan dan alat
keselamatan kerja dipergunakan dengan baik dan benar, memiliki penguasaan cara
– cara pencegahan bahaya akibat proses las .
3.5 Program Ergonomi di Bengkel Las
Dari hasil pengamatan kami, maka
beberapa hal yang menimbulkan ketidak ergonomisan dalam lingkungan kerja
di bengkel las yaitu ruangan yang sempit yang memicu pekerja bekerja dalam
kondisi yang tidak nyaman seperti terpaksa berjongkok, membungkuk, memiringkan
badan dan sebagainya. Hal ini selain mempengaruhi fisik pekerja juga
mempengaruhi konsentrasi pekerja yang dibutuhkan saat mengelas. Selain itu
penyebab lainnya adalah cara kerja yang salah yakni umumnya pekerja las ini
hanya mengandalkan insting kenyamanan mereka dan tidak mau ambil repot untuk
membentuk prosedur kerja yang benar. Seringkali mereka juga harus membolak-balikkan
benda kerja sehingga beban yang mereka tanggung selain ketidak nyamanan kerja
akibat posisi kerja juga posisi membawa beban. Pengendalian yang dapat
dilakukan adalah dengan mengubah tata letak ruang kerja, menambah alat bantu
serta prosedur kerja yang baik dan benar.
Contoh : suatu perusahaan kerajinan mengubah cara
kerja duduk di lantai dengan bekerja di meja kerja, mengatur tata ruangan
menjadi lebih baik, mengadakan ventilasi, menambah penerangan, mengadakan ruang
makan, mengorganisasi waktu istirahat, menyelenggarakan pertandingan olahraga,
dan lain-lain. Dengan usaha ini, keluhan-keluhan tenaga kerja berkurang dan
produksi tidak pernah terganggu oleh masalah-masalah ketenagakerjaan. Dengan
begitu, produksi dapat mengimbangi perluasan dari pemasaran.
3.6 Promkes di Bengkel Las
Program promosi kesehatan pekerja
(workers health promotion) bermanfaat selain untuk meningkatkan derajat dan
kebugaran atau kapasitas kerja, juga dapat mencegah penyakit degeneratif kronik
seperti penyakit jantung koroner, stroke, MSDs ( Musculo Skeletal Disordes ),
kanker, penyakit paru obstruksi kronik dan lain-lain. Bahkan penyakit
degeneratif kronik itu kini telah menjadi penyebab kematian nomor satu pekerja
usia prima melebihi kematian yang disebabkan oleh KAK, PAK maupun penyakit
menular (WHO, 1996)
Ditempat kerja bengkel las yang kita
amati kemungkinan terdapat beberapa sumber utama Hazard/bahaya potensial
yang berhubungan dengan kesehatan pekerja, yaitu perilaku hidup pekerja dan
perilaku kerja, lingkungan kerja, pekerjaan,serta pengorganisasian pekerja dan
budaya kerja akibat manajemen yang belum terlatih tentang kesehatan dan
keselamatan kerja (K3) sehingga organisasi kerja dan budaya kerja tidak
kondusif bagi K3. Apabila kondisi bahaya potensial dari sumber utama tersebut
dapat diminimalkan, apalagi dieliminasi, maka pekerja dapat lebih leluasa
mewujudkan tanggung jawabnya masing-masing dan untuk melakukan perawatan diri
menuju tingkat kesehatan dan kapasitas kerja yang setinggi-tingginya.
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari bahaya potensial yang telah
diidentifikasi, bahaya keselamatan yang terdapat pada proses pengelasan di
bengkel umum menurut kelompoknya dapat dibedakan menjadi:
1.
Tahapan persiapan adalah bahaya mekanik
(mechanical hazard) yaitu: terbentur benda, kejatuhan benda kerja, tergores dan
terpeleset. Sedangkan bahaya elektrik yaitu: terkena sengatan listrik.
Bahaya berasal dari arus listrik yang digunakan pada pekerjaan persiapan
pengelasan dengan mesin las listrik.
2.
Tahapan pengerjaan adalah bahaya mekanik
(mechanical hazard) yaitu: terjepit arde (holder), terbakar, terjepit penjepit
las, terjatuh, terkena logam panas, terpukul hammer, tertimpa dan tertusuk.
Sedangkan bahaya elektrik (electrical hazard) yaitu: terkena percikan api las
listrik. Bahaya berasal dari arus listrik yang digunakan pada pekerjaan
pengelasan dengan mesin las listrik.
B.
Saran
1.
Melakukan identifikasi bahaya secara
rutin dan berkala atau pada saat ketika terjadi kecelakaan kerja dan atau
apabila ada perubahan dalam poses kegiatan sehingga program pemantauan dan
pengawasan serta keselamatan dapat ditingkatkan.
2.
Sebaiknya dalam melakukan identifikasi
bahaya tidak hanya melihat dari keselamatan tetapi kesehatan kerja tetap perlu
dilakukan identifikasi bahaya.
3.
Di area kerja harus lebih ditingkatkan
lagi mengenai housekeeping karena peletakkan benda kerja yang tidak teratur di
area kerja dapat menimbulkan bahaya serta mengganggu proses bekerja.
4.
Tetap dilakukan pemantauan dan
pengawasan terhadapa peralatan kerja secarat rutin sehingga dapat diketahui
peralatan yang dapat dipakai maupun tidak dapat lagi dan dapat segera
diperbaiki atau diganti.
5.
Penggunaan APD tetap dilakukan
pemantauan agar pencegahan terhadap potensi bahaya dapat dihindari.
DAFTAR PUSTAKA
Bakhtiar A. 2008. Job
Safety Analysis (Identifikasi Bahaya dan Penilaian Resiko). PT Upaya Riksa Patra; Jakarta.
Blake, Roland P. 1963. Industrial Safety. 3rd Edition.
Engleword Cliff NJ: Prentice Hall.
Colling, David A. 1990. Indutrial Safety Management and Technology.
Pentice Hall,Inc.
Djabar, Abdul. 2005. Prinsip-prinsip Penyelidikan Kecelakaan di
Tempat Kerja.
related:repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/32420/4/Chapter%20II.pdf
No comments:
Post a Comment