Saturday, May 30, 2015

MAKALAH KESELEMATAN KERJA



BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
            Keselamatan dan kesehatan kerja tidak dapat dipisahkan dengan proses produksi baik jasa maupun industri. Hal tersebut juga mengakibatkan meningkatnya tuntutan yang lebih tinggi dalam mencegah terjadinya kecelakaan yang beraneka ragam bentuk maupun jenis kecelakaannya. Oleh karena itu pemerintah berkepentingan dalam melindungi pekerja dari bahaya kerja yang tertera di dalam UU No.1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja pasal 3 ayat 1 yang mensyaratkan bahwa manajemen perusahaan harus melaksanakan syarat-syarat keselamatan kerja.Dalam UU NO. 14 Tahun 1969 tentang ketentuan pokok mengenai tenaga kerja pasal 9 dan 10 dinyatakan pula bahwa pekerja berhak mendapatkan pembinaan perlindungan kerja (Yanri, 1999).
            Terjadinya kecelakaan kerja tentu saja menjadikan masalah yang besar bagikelangsungan perusahaan. Kerugian yang diderita tidak hanya berupa kerugian materi yang cukup besar namun lebih dari itu adalah timbulnya korban jiwa yang tidak sedikit jumlahnya. Kehilangan sumber daya manusia ini merupakan kerugian yang sangat besar karena manusia adalah satu-satunya sumber daya yang tidak dapat digantikan oleh teknologi apapun. Kerugian langsung yang nampak dari timbulnya kecelakaan kerja adalah biaya pengobatan dan kompensasi kecelakaan. Sedangkan kerugian tak langsung yang tidak nampak ialah kerusakan alat-alat produksi, penataan manajemen keselamatan yang lebih baik, penghentian alat produksi dan hilangnnya waktu kerja.
            Berbagai potensi bahaya di tempat kerja senantiasa dijumpai. Mengenai potensi bahaya industri merupakan langkah awal dalam upaya pencegahan kecelakaan kerja,sedang tindakan represif berupa upaya menghindari terulangnya kejadian kecelakaan kerja perlu dilakukan melalui penyelidikan dan analisis dalam kasus tersebut. Potensi bahaya atau sering disebut juga sebagai hazard merupakan sumber risiko yang potensial mengakibatkan kerugian baik material, lingkungan maupun manusia.
            Resiko merupakan kejadian yang tidak tentu yang dapat mengakibatkan kerugian. Sehingga agar tidak terjadi kerugian perlu di terapkan ergonomi . Ergonomi yaitu ilmu yang memmpelajari perilaku manusia dalam kaitannya dengan pekerjaan mereka. Ergonomi berasal dari kata Yunani ergon yang artinya kerja dan nomos yang berarti aturan, secara keseluruhan ergonomi berarti aturan yang berkaitan dengan kerja, sasaran penelitian ergonomi adalah manusia pada saat bekerja dalam lingkungannya. Secara singkat dapat dikatakan bahwa ergonomi ialah penyesuaian tugas pekerjaan dengan kondisi tubuh manusia dengan tujuan untuk menurunkan stress yang akan dihadapi, yaitu dengan cara menyesuaikan ukuran tempat kerja dengan dimensi tubuh agar tidak melelahkan, pengaturan suhu, cahaya dan kelembaban betujuan agar sesuai dengankebutuhan tubuh manusia. Berdasarkan pengertian tersebut dapat di simpulakan bahwa pusat dari ergonomi adalah manusia. Konsep ergonomi adalah berdasarkan kesadaran, keterbatasan kemampuan dannkapabilitas manusia. Sehingga dalam usaha untuk mencegah cidera, meningkatkan produktivitas, efisiensi dan kenyamanan dibutuhkan penyesuaian antara lingkungan kerja, pekerjaan  dan manusia yang terlibat dengan pekerjaan tersebut.
      
1.2  Rumusan Masalah
1.        Mengidentifikasi hazard di home industry.
2.        Program K3 yang bisa diterapkan di home industry.
3.        Program ergonomic yang bisa diterapkan di home industry.
4.        Promkes yang diperlukan di home industry tersebut.

1.3  Tujuan
1.        Untuk mengetahui identifikasi hazard di home industry.
2.        Untuk mengetahui program K3 yang bisa diterapkan di home industry.
3.        Untuk mengetahui program ergonomic yang bisa diterapkan di home industry.
4.        Untuk mengetahui promkes yang diperlukan di home industry tersebut.

1.4  Manfaat Penulisan
            Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah ergonomi dan sebagai bahan pembelajaran tentang program kesehatan kerja yang berhubungan dengan home industry.



























BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1   Pengertian Umum
            Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang sering  kita kenal dengan SMK3 tidak dapat dilepaskan dari pembahasan manajemen secara keseluruhan, karena terdapat hubungan yang sangat erat pada keduanya, oleh karena itu perlu adanya pembahasan definisi dan pengertian-pengertian tentangnya. Manajemen dapat didefinisikan sebagai “Kemampuan untuk memperoleh  hasil dalam rangka pencapaian tujuan melalui kegiatan-kegiatan orang lain.
            Bila kita telaah tentang pengertian manajemen diatas bahwa merupakan suatau proses pencapaian tujuan secara efisien dan efektif, melalui pengarahan, pergerakan dan pengendalian kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh orang-orang yang tergabung dalam suatu bentuk kerja, dengan demikian setiap orang yang terlibat dalam proses pencapaian tujuan hendaknya harus :
§    Merasa berkeinginan dan berkewajiban untuk mewujudkan tujuan / sasaran yang hendak diterapkan.
§    Melaksanakan tugas-tugas yang menjadi tanggungjawabnya.
§    Menggunakan prosedur dan tata cara atau metode kerja yang paling cocok.
§    Memanfaatkan prasarana dan sarana secara baik.
            Namun demikian hal tersebut diatas dalam pelaksanaannya dimungkinkan adanya kendala-kendala misalnya keterbatasan tenaga, dana dan fasilitas-fasilitas lainnya baik jumlah maupun mutunya, penyimpangan dalam pelaksanaan tugas dan tanggung jawabdan lain-lain. Oleh karena itu agar tujuan dapat dicapai dengan baik perlu dilakukan usaha-usaha yang pada pokoknya untuk memikirkan dan menentukan berbagai hal yang berkaitan dengan kegiatan yang akan dilakukan.
            Dalam perkembangan serta peningkatan teknik, teknologi dan industrialisasi di negara kita dewasa ini dan untuk selanjutnya, dibutuhkan peningkatan efisiensi, efektifitas dan produktifitas. Salah satu cara untuk peningkatan efisiensi, efektifitas dan  produktifitas  tersebut  khususnya  diperusahaan  yang  merupakan  bagian  yang tidak dapat dipisahkan dalam skala nasional dapat diperoleh dengan mengendalikan semua bentuk kerugian yang timbul di perusahaan terutama kerugian-kerugian akibat terjadinya kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja.
            Banyak contoh kejadian – kejadian kecelakan kerja di Indonesia yang dapat kita petik, yang tidak hanya merugikan karyawan dan masyarakat tetapi juga mengacaukan kelangsungan hidup perusahaan dan kegiatan pembangunan nasional. Dapat kita ambil suatu contoh data kecelakaan yang pernah terjadi di Indonesia dengan berbagai kasusnya.

Tabel 2.1 Jumlah Kecelakaan Kerja Tahun 2000-2002


No.
Kecelakaan Kerja
Tahun 2000
Tahun 2001
Tahun 2002
1.
Jumlah Kasus
17,259
309

2.
Jumlah Korban
10,723
152
85,041
3.
Akibat Kecelakaan




- STBM
9,237
98
8,412

- Cacat
1,189
40
703

- Meninggal Dunia
297
14
1,685

Sumber  :   Depnakertrans, Ditjen Pembinaan Hubungan Industrial
Catatan :   Tidak ada data sejak dari tahun 2003.

Atas dasar hal tersebut diatas maka diperlukan langkah dan penanggulangan terhadap kecelakan kerja tersebut.
            Adapun penyebab kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang berkembang pada saat ini disebabkan biasanya oleh tiga faktor yaitu :
1.            Perbuatan berbahaya (substandard acts)
Hal ini sangat terkait dengan cara kerja dan sifat pekerjaan, adapun perbuatan bahaya ini disebabkan karena :
a.     Pengetahuan dan keterampilan yang tidak sesuai dengan pekerjaan.
b.    Keadaan fisik dan mental yang belum siap untuk tugas-tugasnya.
c.     Tingkah laku dan kebiasaan ceroboh, sembrono, terlalu berani tanpa mengindahkan petunjuk, instruksi dan lain-lain.
d.    Kurangnya perhatian dan pengawasan dari manajemen.
2.            Kondisi berbahaya (substandard condition) Meliputi keadaan sebagai berikut:
a.     Keadaan mesin-mesin, pesawat-pesawat, alat-alat kerja serta peralatan lainnya dan bahan-bahan.
b.    Lingkungan.
3.            Mengusahakan, mengatur, menggerakkan dan memanfaatkan sumber – sumber yang diperlukan untuk pencapaian tujuan.
4.            Menjamin agar tidak terjadi penyimpangan dan kegagalan pencapaian tujuan. Adapun Tindakan-tindakan yang tidak standar (Substandard Practies/Acts) :
a.     Mengoperasikan alat / peralatan tanpa wewenang
b.    Gagal untuk memberi peringatan
c.     Gagal untuk mengamankan
d.    Bekerja dengan kecepatan yang salah
e.     Menyebabkan alat-alat keselamatan tidak berfungsi
f.     Memindahkan alat-alat keselamatan
g.    Menggunakan alat yang rusak
h.    Menggunakan alat dengan cara yang salah
i.      Kegagalan memakai alat pelindung/keselamatan diri secara benar
j.      Membongkar secara salah
k.    Menempatkan /menyusun secara salah
l.      Mengangkat secara salah
m.  Mengambil posisi yang salah
n.    Memperbaiki alat/peralatan yang sedang jalan/hidup/bergerak
o.    Bersenda-gurau di tempat kerja.
p.    Mabuk karena minuman beralkohol atau obat keras lainnya. Sedangkan kondisi-kondis yang tidak standar (Substandard Condition) :
a.    Peralatan pengaman/pelindung/rintangan yang tidak memadai/memenuhi syarat
b.    Bahan, alat-alat/peralatan rusak
c.    Terlalu sesak/sempit
d.   Sistem-sistem tanda peringatan yang kurang memadai
e.    Bahaya-bahaya kebakaran dan ledakan
f.     Kerapihan/tata-letak (Housekeeping) yang jelek
g.    Lingkungan berbahaya/beracun: Gas, debu, asap, uap dan lain-lain
h.    Bising
i.      Paparan radiasi
j.      Ventilasi dan penerangan yang kurang.
            Dilihat dari penjabaran diatas maka dapat kita ambil kesimpulan bahwa pihak manajemen tidak melakanakan sendiri kegiatan-kegiatan yang bersifat operasional melainkan mengatur tindakan-tindakan pelaksanaan oleh sekelompok orang yang disebut bawahan. Dengan demikian Top Manajemen dilihat dari segi fungsional mempunyai tugas utama yaitu :
1.   Menentukan tujuan menyeluruh yang hendak dicapai.
2.   Menentukan kebijaksanaan umum yang mengikat seluruh organisasi.
            Kecelakaan kerja (accident) adalah suatu kejadian atau peristiwa yang tidak diinginkan yang merugikan terhadap manusia, merusak harta benda atau kerugian terhadap proses. Juga kecelakaan ini biasanya terjadi akibat kontak dengan suatu zat atau sumber energi. Secara umum kecelakaan kerja dibagi  dalam  dua golongan, yaitu :
1.                  Kecelakaan industri (industrial accident) yaitu kecelakaan yang terjadi di tempat kerja karena adanya sumber bahaya atau bahaya kerja.
2.                  Kecelakaan dalam perjalanan (community accident) yaitu kecelakaan yang terjadi diluar tempat kerja yang berkaitan dengan adanya hubungan kerja.
            Istilah “hazard” atau “potensi bahaya” mempunyai pengertian sumber atau situasi yang berpotensi menciderai manusia atau sakit, merusak barang, lingkungan atau kombinasi dari hal-hal tersebut. Sedangkan kemungkinan potensi bahaya menjadi manifest, sering disebut sebagai “risiko”. Baik Hazard maupun risiko tidak selamanya menjadi bahaya asalkan upaya pengendaliannya dilaksanakan dengan baik.
Berbagai potensi bahaya kesehatan dan kemungkinan dampaknya, antara lain:
1.                  Faktor mesin/peralatan            : cedera, kecelakaan kerja
2.                  Fisiologik dan beban kerja      : gangguan muskulo skeletal, low back poin,kelelahan.
3.                  Faktor fisik      : noise induced hearing loss, gangguan neuro vaskuler, efek radiasi
4.                  Faktor kimia    : intoksikasi, alergi, kanker
5.                  Faktor biologik            : infeksi, alergi
6.                  Faktor psikologik        : stress psikis, depresi, ketidakpuasan
7.                  Faktor psikososial       : konflik, monotoni, kualitas kerja
            Keadaan hampir celaka (incident), ada juga yang menyebutkan dengan istilah near-miss atau near-accident adalah suatu kejadian atau peristiwa yang tidak diinginkan dimana dengan keadaan yang sedikit berbeda akan mengakibatkan bahaya terhadap manusia, merusak harta benda atau kerugian terhadap proses. Misalnya seseorang teknisi listrik sedang melihat-lihat kondisi lampu yang tergantung di atas (di plafon) dengan menengadahkan kepalanya keatas sambil berjalan, tanpa disadarinya kakinya (sepatu kerjanya) menginjak bagian permukaan lantai yang licin, sehingga terpeleset dan keseimbangan badannya terganggu. Untung di dekatnya ada pagar pengaman, sehingga sebelum badannya jatuh membentur lantai, tangannya sempat memegang pagar pengaman tersebut.
            Pada dasarnya penilaian terjadinya resiko sangat tergantung pada perusahaan mana yang menerapkannya, salah satu cara penilaiannya antara lain Significant dan Non Significant. Adapun maksud dari Significant adalah bila terjadi kecelakaan yang menimpa pekerja dan mengakibatkan pekerja itu tidak dapat meneruskan lagi pekerjaannya atau apabila suatu pekerjaan rentan akan resiko, insiden dan kecelakaan dan sering di simbolkan dengan huruf Y. Sedangkan Non Significant adalah bila kecelakaan yang menimpa pekerja akan tetapi pekerja itu masih dapat meneruskan pekerjaannya seperti biasa atau apabila  suatu pekerjaan yang tidak terlalu beresiko akan terjadinya insiden dan kecelakaan disimbolkan dengan huruf N.

2.2  Prinsip K3
            Berdasarkan Undang-undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja, tersirat pengertian K3 yaitu:
1.                  Secara filosofi didefiniskan sebagai upaya dan pemikiran dalam menjamin keutuhan dan kesempurnaan jasmani maupun rohani manusia pada umumnya dan tenaga kerja pada khususnya serta hasil karya dan budayanya dalam rangka menuju masyarakat adil dan makmur berdasarkan pancaila.
2.                  Secara keilmuan K3 didefinisakan sebagai ilmu dan penerapan teknologi pencegah kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja.
a.        Sifat pekerjaan.
b.        Cara kerja.
c.        Proses produksi.
           
2.3  Struktur Organisasi
            Sesuai dengan konsep sebab akibat kecelakaan serta prinsip pencegahan kecelakaan, maka pengelompokan unsure program K3 diarahkan kepada pengendalian sebab dan pengurangan akibat terjadinya kecelakaan dengan titik tolak untuk mengetahui dan mengidentifikasi sebab potensional sebelum terjadinya kecelakaan.
            Program K3 yang dimaksudkan untuk mencapai sasaran melalui penyeragaman unsur-unsur program dengan memanfaatkan berbagai sumber yang ada ke dalam satu strategi K3 antara lain :
a.         Mendorong komitmen pimpinan puncak untuk menetapkan kebijakan K3.
b.         Membina dan melaksanakan sarana K3 baik untuk fasilitas produksi yaitu pemesanan peralatan, cara kerja dan alat pelindung maupun untuk hasil produksi, sedikit-dikitnya didasarkan atas peraturan perundangan, akomodasi dan standar.
c.         Inspeksi keselamatan dan kesehatan kerja guna pengenalan bahaya- bahaya potensial dalam produksi dan produk.
d.        Prosedur penyelidikan dan analisa kecelakaan untuk menentukan sebab musababnya kecelakaan dan mendapatkan langkah-langkah keselamatan dan kesehatan yang disesuaikan.
e.         Catatan dan analisa kecelakaan untuk menentukan kecenderungan kecelakaan dan menemukan tindak keselamatan yang diperlukan.
f.          Menyelenggarakan latihan tentang azas-azas keselamatan kerja secara umum dan tekniknya untuk semua tenaga kerja yang diperlukan dan instruksi K3 selama bekerja oleh pengawas untuk semua pekerja. Hubungan pengawasan secara berkala untuk instruksi-instruksi baru, motivasi lanjutan dan menggairahkan K3 secara umum harus pula dilakukan.
g.         Peralatan perlindungan harus disediakan guna perlindungan diri di lingkungan yang berbahaya.
h.         Penelitian tentang hygiene perusahaan untuk pengenalan bahaya kesehatan potensial dan untuk mengambil langkah-langkah perlindungan yang sesuai.
i.           Fasilitas dan jasa-jasa kesejahteraan untuk penyediaan air minum, tempat atau kantin untuk makan yang nyaman dan bersih serta kemungkinan untuk pemeriksaan medis dan pengobatan.
j.           Sistem pertolongan pertama untuk pengobatan dari luka-luka  dan kegiatan lain yang diperlukan.
k.         Pembentukan organisasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam bentuk petugas keselamatan kerja (Safety Officer) dan P2K3 (Safety Committee) dengan penyediaan fasilitas yang memadai dan waktu yang cukup guna memajukan keselamatan dan kesehatan kerja.
l.           Melaksanakan audit internal.
Program K3 sebagaimana tersebut diatas hendaknya dibuatkan suatu penjadualan sesaui dengan urutan prioritas kerugian penggunaan sumber atau unsur-unsur manajemen yang tersedia dan sasaran / target yang hendak dicapai.

2.4  Perencanaan
            Perencanaan adalah merupakan keseluruhan proses pemikiran dan penentuan secara matang terhadap hal-hal yang akan dikerjakan di masa yang akan datang dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan, maka harus dilakukan secara sistematis, terorganisir dan hasilnya harus dapat dilaksanakan sesuai dengan kemampuan yang ada. Hal-hal yang perlu diketahui dalam perencanaan K3 sekurang-kurangnya ada 4 hal yaitu :
§  Masalah-masalah K3 yag dihadapi
§  Program-program kegiatan harus kongrit dan arahkan untuk pencapaian tujuan dan sasaran K3.
§  Cara untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran K3 dengan memperhatikan sumber-sumber daya, konsistensi dan skala prioritas.
§  Penetapan jangka waktu pencapaian tujuan dan sasaran K3.

            Langkah-langkah perencanaan yang perlu diperhatikan oleh setiap perencanaan disarankan sebagai berikut :
a.         Perencanaan yang efektif dimulai dengan perincian tujuan sasaran K3 secara lengkap an jelas dengan mendasarkan pada tujuan dan sasaran sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang No.1 tahun 1970, karena tujuan dan sasaran yang tidak jelas akan sulit untuk dimengerti dan sulit untuk merencanakan program-program kegiatan.
b.         Setelah tujuan dan sasaran K3 ditetapkan langkah berikutnya menentukan program-program kegiatan yang didasarkan pada kebijakan K3. Kebijakan K3 adalah suatu pedoman yang mengarahkan sekaligus membatasi tindakan-tindakan yang dilakukan oleh setiap orang yang terlibat dalam pelaksanaan K3.
c.         Menganalisa dan menetapkan cara dan sarana untuk melaksanakan program kegiatan guna pencapaian tujuan dan sasaran K3 berdasarkan kebijakan K3 yang telah ditetapkan.
d.        Cara sebagaimana yang dimaksud meliputi prosedur-prosedur (SOP) baik yang ditetapkan dalam peraturan perundangan, maupun instruksi kerja yang ditetapkan oleh perusahaan. Meliputi organisasi K3 yang ada baik fungsional ataupun struktural, perlengkapan, anggaran, dll.
e.         Penunjukan orang-orang yang akan menerima tanggung jawab pelaksana K3, mulai dari pimpinan puncak, menengah, termasuk juga para tenaga kerja.
f.          Penentuan sistem pengendalian yang memungkinkan adanya pengukuran atau penilaian dan pembandingan apa yang harus dicapai  dengan apa yang telah dicapai berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan.

2.5  Tanggung Jawab
            Pembagian tanggung jawab antar fungsi dan kaitannya dengan masalah K3 juga dilakukan pembagian tanggung jawab menurut jenjang jabatan dalam organisasi.  Tanggung  jawab  K3  antara  supervisor  dan  manajemen adalah tidak sama besar akan tetapi masing-masing pimpinan harus mempunyai ciri K3 dalam kepemimpinannya. Tanggung jawab yang sangat strategis berada pada petugas pengawas K3 (line first supervisor) karena petugas ini membawahi langsung para tenaga kerja dari berbagai jenis pekerjaan.

2.6  Pelaksanaan
            Dalam pelaksanaan program kegiatan K3 sebagaimana dituangkan dalam rencana dan program K3, maka sangatlah mendasar fungsi organik manajemen yaitu menggerakkan setiap tenaga kerja yang ada di perusahaan untuk melakukan aktifitas-aktifitas dalam pencapaian tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan.
            Penggerakan akan selalu berkaitan dengan manusia oleh karena itu penggerakkan menghendaki kemampuan seseorang dalam hal ini para manajemen untuk dapat membangkitkan antusiasme. Mengarahkan dan membimbing para tenaga kerja kearah tujuan dan sasaran yang hendak dicapai sebagaimana ditetapkan dalam rencana K3.
Esensi penggerakan dalam program kegiatan K3 adalah :
a.       Mendapatkan orang-orang yang mampu.
b.      Menyampaikan kepada seluruh orang yang terlibat dalam proses produksi tentang tujuan an sasaran yang hendak dicapai.
c.       Menjelaskan apa yang perlu dia lakukan dan  bagaimana melaksanakannya kepada setiap orang yang telah menerima tanggung jawab K3.
d.      Memberikan tanggung jawab, tugas dan wewenang sesuai dengan jenjang jabatan dalam perusahaan.
e.       Membangkitkan rasa percaya diri mengenai kemampuannya dalam pencapian tujuan dan sarana K3.
            Cara-cara efektif yang perlu diketahui oleh setiap manajemen dalam pelaksanaan program kegiatan K3 antara lain :
a.       Buatlah setiap tenaga kerja / orang yang terlibat dalam proses produksi merasa penting.
b.      Berikan pelatihan, pembinaan yang memadai. Misal pedoman kerja singkat dan jelas.
c.       Ajaklah dalam safety meeting dan ciptakan komunikasi timbal balik.
d.      Hak timbal balik pekerja supaya diperhatikan dan diberikan.
e.       Berikan contoh-contoh tindakan yang kongrit misalnya penggunaan alat pelindung diri.







BAB III
PEMBAHASAN

3.1  Pengertian Las
            Las menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1994), ” adalah penyambungan besi dengan cara membakar. Dalam referensi-referensi teknis, terdapat beberapa definisi dari Las, yakni sebagai berikut :
·         Berdasarkan defenisi dari Deutsche Industrie Normen (DIN) dalam Harsono dkk(1991:1), mendefinisikan bahwa ” las adalah ikatan metalurgi pada sambungan logam paduan yang dilakukan dalam keadaan lumer atau cair “.
·         Sedangkan menurut maman suratman (2001:1) mengatakan tentang pengertian mengelas yaitu salah satu cara menyambung dua bagian logam secara permanen dengan menggunakan tenaga panas. Sedangkan Sriwidartho, Las adalah suatu cara untuk menyambung benda padat dengan dengan jalan mencairkannya melalui pemanasan.
            Pengelasan adalah suatu proses penyambungan logam dimana logam menjadi satuakibat panas dengan atau tanpa tekanan, atau dapat didefinisikan sebagai akibat darimetalurgi yang ditimbulkan oleh gaya tarik menarik antara atom. Sebelum atom-atom tersebut membentuk ikatan, permukaan yang akan menjadi satu perlu bebas darigas yang terserap atau oksida-oksida.

3.2    Hazard di Bengkel Las
            Potensi bahaya (Hazard) ialah suatu keadaan yang memungkinkan atau dapat menimbulkan kecelakaan/kerugian berupa cedera, penyakit, kerusakan atau kemampuan melaksakan fungsi yang telah ditetapkan (P2K3 Depnaker RI, 2000).
            Bahaya merupakan sumber energi: yakni segala sesuatu yang memiliki potensi untuk menyebabkan cedera pada manusia, kerusakan pada equipment dan lingkungan sekitar (Bakhtiar, 2008).
            Sedangkan menurut Syahab (1997) bahaya adalah segala sesuatu atau kondisi yang berpotensi pada suatu tempat kerja.
3.3  Bahaya yang dihadapi dalam bengkel las
§  Gangguan pernafasan
            Terdapat beberapa segi negatif dari pekerjaan ”Tukang Las” diantaranya adalah berasal dari faktor zat kimia yang terdiri dari elektroda, asap, debu dan gas.Menurut teori penimbunan debu dalam paru-paru adalah sebagai berikut:
Debu ukuran 5-10 mikron akan ditahan oleh saluran pernafasan bagian atas,debu ukuran 3-5 mikron ditahan oleh bagian tengah pernafasan,debu ukuran 1-3 mikro ditempatkan dalam permukaan alveoli,debu ukuran 0,1-1 mikron bermasa terlalu kecil sehingga mengikuti gerak brown keluar masuk alveoli.
Dari hasil pengamatan kami tidak semua karyawan menggunakan masker sebagai APD,apabila karyawan terpapar secara terus menerus tanpa menggunakan APD akan berakibat gangguan saluran pernafasan seperti batuk kering,sesak nafas,kelelahan umum,BB berkurang dll.

§  Dari sisi Ergonomi
                        Bahaya selanjutnya pada tukang las dari sisi ergonomic yaitu para pekerja mengalami sakit punggung karena pada saat bekerja selalu membungkuk,sehingga mengalami sakit punggung.
a)    Penerapan Ergonomi
Adapun tujuan penerapan ergonomic adalah sebagai berikut :
3.4      Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental dengan meniadakan beban kerja tambahan(fisik dan mental), mencegah penyakit akibat kerja, dan meningkatkan kepuasan kerja
3.5      Meningkatkan kesejahteraan social dengan jalan meningkatkan kualitas kontak sesame pekerja, pengorganisasian yang lebih baik dan menghidupkan system kebersamaan dalam tempat kerja.
3.6      Berkontribusi di dalam keseimbangan rasional antara aspek-aspek teknik, ekonomi, antropologi dan budaya dari sistem manusia-mesin untuk tujuan meningkatkan efisiensi sistem manusia-mesin
b)   Ruang lingkup ergonomi sangat luas aspeknya, antara lain meliputi:
1.    Tehnik
2.    Fisik
3.    Pengalaman psikis
4.    Anatomi, utamanya yang berhubungan dengan kekuatan dan gerakan otot dan persendian
5.    Sosiologi
6.    Fisiologi, kaitanya dengan temperature tubuh, oxygen up take, dan aktifitas otot
7.    Desain, dll

c)    Manfaat Ergonomi
1.    Menurunnya angka kesakitan akibat kerja.
2.    Menurunnya kecelakaan kerja.
3.    Biaya pengobatan dan kompensasi berkurang.
4.    Stress akibat kerja berkurang.
5.    Produktivitas membaik.
6.    Alur kerja bertambah baik.
7.    Rasa aman karena bebas dari gangguan cedera.
8.    Kepuasan kerja meningkat

d)   Metode-metode Ergonomi
§  Diagnosis
Dapat dilakukan melalui wawancara dengan pekerja, inspeksi tempat kerja, penilaian fisik pekerja, uji pencahayaan, ergonomi checklist dan pengukuran lingkungan kerja lainnya. variasi akan sangat luas mulai dari yang sederhana sampai kompleks.
§  Treathment
Dapat dilakukan dengan cara perubahan posisi meubel, letak pencahayaan atau jendela yang sesuai, Membeli furniture sesuai dengan dimensi fisik pekerja
§  Follow up
Bisa dilakukan dengan cara menanyakan kenyamanan, bagian badan yang sakit, nyeri bahu  dan siku, keletihan, sakit kepala dan lain-lain.

e)    Pengembangan penerapan ergonomi
5.    Pengorganisasian kerja
a.       Semua sikap tubuh membungkuk atau sikap tubuh yang tidak alamiah harus dihindari. Fleksi tubuh atau kepala ke arah samping lebih melelahkan dari sedikit membungkuk ke depan. Sikap tubuh yang disertai paling sedikit kontraksi otot statis dirasakan paling nyaman.
b.      Posisi ekstensi lengan yang terus-menerus baik ke depan, maupun ke samping harus dihindari. Selain menimbulkan kelelahan, posisi lengan seperti itu sangat mengurangi ketepatan kerjadan ketrampilan aktivitas tangan.
c.       Selalu diusahakan agar bekerja dilakukan sambil duduk. Sikap kerja denagn kemungkinan duduk dan berdiri silih berganti juga dianjurkan.
d.      Kedua lengan harus bergerak bersama-sama atau dalam arah yang berlawanan. Bila hanya satu lengan saja yang bergerak terus-menerus, maka otot-otot tubuh yang lainnya akan berkontraksi statis. Gerakan berlawanan memungkinkan pula pengendalian saraf yang lebih cermat terhadap kegiatan pekerjaan tangan.
6.    Bangku atau meja kerja
a.       Pembuatan bangku dan meja kerja yang buruk atau mesin sering-sering adalah penyebab kerja otot statis dan posisi tubuh yang tidak alamiah. Maka syarat-syarat bangku kerja yang benar adalah sebagai berikut :
b.      Tinggi area kerja harus sesuai sehingga pekerjaan dapat dilihat dengan mudah dengan jarak optimal dan sikap duduk yang enak. Makin kecil ukuran benda, makin dekat jarak lihat optimal dan makin tinggi area kerja.
c.       Pegangan, handel, peralatan dan alat-alat pembantu kerja lainnya harus ditempatkan sedemikian pada meja atau bangku kerja, agar gerakan-gerakan yang paling sering dilakukan dalam keadaan fleksi.
d.      Kerja otot statis dapat dihilangkan atau sangat berkurang dengan pemberian penunjang siku, lengan bagian bawah, atau tangan. Topangan-topangan tersebut harus diberi bahan lembut dan dapat di stel, sehingga sesuai bagi pemakainya.
7.    Sikap  kerja
§  Tempat duduk
Tempat duduk harus dibuat sedemikian rupa, sehingga orang yang bekerja dengan sikap duduk mendapatkan kenyamanan dan tidak mengalami penekanan-penekanan pada bagian tubuh yang dapat mengganggu sirkulasi darah.
§  Meja kerja
Tinggi permukaan atas meja dibuat setinggi siku dan disesuaikan dengan sikap tubuh pada saat bekerja.
§  Luas pandangan
Daerah pandangan yang jelas bila pekerja berdiri tegak dan diukur dari tinggi mata adalah 0-30° vertical kebawah, dan 0-50° horizontal ke kanan dan ke kiri
8.    Proses kerja
Para pekerja dapat menjangkau peralatan kerja sesuai dengan posisi waktu bekerja dan sesuai dengan ukuran anthropometrinya. Harus dibedakan ukuran anthropometri barat dan timur.
5.       Tata letak tempat kerja
Display harus jelas terlihat pada waktu melakukan aktivitas kerja. Sedangkan simbol yang berlaku secara internasional lebih banyak digunakan daripada kata-kata.
6.       Mengangkat beban
Bermacam cara dalam mengangkat beban yakni dengan kepala, bahu, tangan, punggung , dll. Beban yang terlalu berat dapat menimbulkan cedera tulang punggung, jaringan otot dan persendian akibat gerakan yang berlebihan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kegiatan-kegiatan mengangkat dan mengangkut adalah sebagai berikut :
1.   Beban yang diperkenakan,  jarak angkut dan intensitas pembebanan.
2.   Kondisi lingkungan kerja yaitu keadaan medan yang licin, kasar, naik turun dll.
3.   Keterampilan bekerja
4.   Peralatan kerja beserta keamanannya
Cara-cara mengangkut dan mengangkat yang baik harus memenuhi 2 prinsip kinetis yaitu :
1.   Beban diusahakan menekan pada otot tungkai yang keluar dan sebanyak mungkin otot tulang belakang yang lebih lemah dibebaskan dari pembebanan
2.   Momentum gerak badan dimanfaatkan untuk mengawali gerakan.
Penerapan :
1.   Pegangan harus tepat
2.   Lengan harus berada sedekatnya pada badan dan dalam posisi lurus
3.   Punggung harus diluruskan
4.   Dagu ditarik segera setelah kepala bisa di tegakkan lagi seperti pada permulaan gerakan
5.   Posisi kaki di buat sedemikian rupa sehingga mampu untuk mengimbangi momentum yang terjadi dalam posisi mengangkat
6.   Beban diusahakan berada sedekat mungkin terhadap garis vertical yang melalui pusat grafitas tubuh.
7.   menjinjing beban       


Tabel 1 beban yang diangkaat tidak melebihi aturan yang ditetapkan
Jenis kelamin
Umur(th)
Beban yang disarankan (kg)
Laki-laki
16-18
15-20

>18
40
Wanita
16-18
12-15

>18
15-20

f)    Waktu bekerja dan istirahat yang baik bagi pekerja
Lama bekerja
Lamanya pekerja dalam sehari yang baik pada umumnya 6 – 8 jam sisanya untuk istirahat atau kehidupan dalam keluarga dan masyarakat. Dalam hal lamanya kerja melebihi ketentuan-ketentuan yang ada, perlu diatur istirahat khusus dengan mengadakan organisasi kerja secara khusus pula.pengaturan kerja demikian bertujuan agar kemampuan kerja dan kesegaran jasmani serta rohani dapat dipertahankan.
Istirahat
Terdapat 4 jenis istirahat yaitu :
v  istirahat secara spontan adalah istirahat pendek setelah pembebanan
v  istirahat curian terjadi jika beban kerja tidak di imbangi oleh kemampuan kerja.
v  Istirahat yang ditetapkan  adalah istirahat atas dasar ketentuan perundang-undangan
v  Istirahat oleh karena proses kerja  tergantung dari bekerjanya mesin peralatan atau prosedur-prosedur kerja
g)   Penerangan dan dekorasi
Penerangan dan dekorasi yaitu keserasian fungsi mata terhadap pekerjaan dan kegairahan atas dasar faktor kejiwaan.



Intensitas penerangan
Tabel 2 Pedoman intensitas penerangan
Pekerjaan
Contoh-contoh
Tingkat penerangan yang perlu
Tidak teliti
Penimbunan barang
80 - 70
Agak teliti
Pemasangan (tidak teliti)

Teliti
Membaca, menggambar
350 – 700
Sangat teliti
Pemasangan(teliti)
700– 10.000

4.      Kebisingan
            Dari hasil wawancara penulis dengan pekerja. Pada saat bekerja pertama kali, pekerja merasakan kebisingan. Namun seiring waktu hal ini sudah menjadi hal yang biasa bagi pekerja. Hal ini menunjukkan bahwa intensitas pendengaran pekerja berkurang seiring dengan waktu yang telah dihabiskan dalam pekerjaan ini. Efek yang ditimbulkan oleh kebisingan di lingkungan kerja ini selain penurunan intensitas pendengaran, yaitu efek psikologis yang terjadi seperti kehilangan konsentrasi yang dapat mengganggu pekerjaan. Selain itu gangguan komunikasi juga dapat terjadi yang dapat mengganggu kinerja dan keamanan pekerja.Para pekerja tidak memakai APD(aer muft dan aer plug) dengan alasan tidak nyaman.
Pengaruh kebisingan secara keseluruhan adalah:
v  Kerusakan pada indera pendengaran
v  Gangguan komunikasi dan timbulnya salah pengertian
v  Pengaruh faal seperti gangguan psikomotor, gangguan tidur dan efek-efek saraf otonom
v  Efek psikologis
v  Kelelahan yang patologis
            Kelelahan ini tergabung dengan penyakit yang diderita, biasanya muncul tiba-tiba dan berat gejalanya.
Psikologis dan emotional fatique
Kelelahan ini adalah bentuk yang umum. Kemungkinan merupakan sejenis “mekanisme melarikan diri dari kenyataan” pada penderita psikosomatik. Semangat yang baik dan motivasi kerja akan mengurangi angka kejadiannya di tempat kerja.
5.      Kebutaan
            Dari hasil wawancara kami dampak bahaya dari pengelasan selain kebisingan juga menyebabkan kebutaan,karena pekerja pada saat mengelas tidak selalu memakai kaca mata.Para pekerja memakai kaca mata hanya pada saat mereka mengelas listrik saja karena pada saat mengelas listrik percikan api ke mata tajam dan terasa panas.sedangkan pada saat mengelas karbit pekerja sudah biasa tidak memakai kaca mata karena sudah terbiasa dan tidak menghiraukan akan bahaya dari percikan api kemata yang dapat menyebabkan kebutaan.
3.4  Program K3 di Bengkel Las
            Menurut P2K3 Depnaker RI (2000) secara filosofi kesehatan dan keselamatan merupakan suatu pemikiran dan upaya umtk menjamin keutuhaan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya menuju masyarakat adil dan makmur.
            Kesehatan dan Keselamatan Kerja bertujuan untuk mencegah dan mengurangi terjadinya  kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja, dan menjamin:
1.        Bahwa setiap tenaga kerja dan orang lainnya ditempat kerja dalam keadaan selamat dan sehat,
2.        Bahwa setiap sumber produsi dipergunakan secar aman dan efisien,
3.        Bahwa proses produksi dapat berjalan lancar.

            Kecelakaan kerja adalah kejadian yang tidak terduga dan tidak diharapkan. Tidak terduga maksudnya tidak dilatar belakangi oleh unsur kesengajaan dan tidak direncanakan. Kecelakaan akibat kerja adalah kecelakaan yang ada hubungan dengan pekerjaan, kecelakaan terjadi karena pekerjaan atau pada saat melaksanakan pekerjan(Suma’mur, 1989).
            Penulis menyarankan agar menggunakan APD dengan tujuan  melindungi para pekerja dan orang lain di tempat kerja(bengkel las) Penggunaan las dalam pengerjaan konstruksi semakin luas sehingga kecelakaan yang diakibatkan oleh proses pengerjaan tersebut juga sering banyak terjadi. Pekerjaan pengelasan merupakan salah satu proses pemesinan yang penuh resiko karena selalu berhubungan dengan api dan bahan – bahan yang mudah terbakar dan meledak terutama sekali pada las gas yaitu gas oksigen dan Asetilin . Kecelakaan yang terjadi sebenarnya dapat dikurangi atau dihindari apabila pekerja dalam mengoperasikan alat pengelasan dan alat keselamatan kerja dipergunakan dengan baik dan benar, memiliki penguasaan cara – cara pencegahan bahaya akibat proses las .

3.5  Program Ergonomi di Bengkel Las
            Dari hasil pengamatan kami, maka beberapa hal yang menimbulkan  ketidak ergonomisan dalam lingkungan kerja di bengkel las yaitu ruangan yang sempit yang memicu pekerja bekerja dalam kondisi yang tidak nyaman seperti terpaksa berjongkok, membungkuk, memiringkan badan dan sebagainya. Hal ini selain mempengaruhi fisik pekerja juga mempengaruhi konsentrasi pekerja yang dibutuhkan saat mengelas. Selain itu penyebab lainnya adalah cara kerja yang salah yakni umumnya pekerja las ini hanya mengandalkan insting kenyamanan mereka dan tidak mau ambil repot untuk membentuk prosedur kerja yang benar. Seringkali mereka juga harus membolak-balikkan benda kerja sehingga beban yang mereka tanggung selain ketidak nyamanan kerja akibat posisi kerja juga posisi membawa beban. Pengendalian yang dapat dilakukan adalah dengan mengubah tata letak ruang kerja, menambah alat bantu serta prosedur kerja yang baik dan benar.
Contoh : suatu perusahaan kerajinan mengubah cara kerja duduk di lantai dengan bekerja di meja kerja, mengatur tata ruangan menjadi lebih baik, mengadakan ventilasi, menambah penerangan, mengadakan ruang makan, mengorganisasi waktu istirahat, menyelenggarakan pertandingan olahraga, dan lain-lain. Dengan usaha ini, keluhan-keluhan tenaga kerja berkurang dan produksi tidak pernah terganggu oleh masalah-masalah ketenagakerjaan. Dengan begitu, produksi dapat mengimbangi perluasan dari pemasaran.

3.6  Promkes di Bengkel Las
            Program promosi kesehatan pekerja (workers health promotion) bermanfaat selain untuk meningkatkan derajat dan kebugaran atau kapasitas kerja, juga dapat mencegah penyakit degeneratif kronik seperti penyakit jantung koroner, stroke, MSDs ( Musculo Skeletal Disordes ), kanker, penyakit paru obstruksi kronik dan lain-lain. Bahkan penyakit degeneratif kronik itu kini telah menjadi penyebab kematian nomor satu pekerja usia prima melebihi kematian yang disebabkan oleh KAK, PAK maupun penyakit menular (WHO, 1996)
            Ditempat kerja bengkel las yang kita amati  kemungkinan terdapat beberapa sumber utama Hazard/bahaya potensial yang berhubungan dengan kesehatan pekerja, yaitu perilaku hidup pekerja dan perilaku kerja, lingkungan kerja, pekerjaan,serta pengorganisasian pekerja dan budaya kerja akibat manajemen yang belum terlatih tentang kesehatan dan keselamatan kerja (K3) sehingga organisasi kerja dan budaya kerja tidak kondusif bagi K3. Apabila kondisi bahaya potensial dari sumber utama tersebut dapat diminimalkan, apalagi dieliminasi, maka pekerja dapat lebih leluasa mewujudkan tanggung jawabnya masing-masing dan untuk melakukan perawatan diri menuju tingkat kesehatan dan kapasitas kerja yang setinggi-tingginya.









BAB IV
PENUTUP

A.      Kesimpulan
            Dari bahaya potensial yang telah diidentifikasi, bahaya keselamatan yang terdapat pada proses pengelasan di bengkel umum menurut kelompoknya dapat dibedakan menjadi:
1.        Tahapan persiapan adalah bahaya mekanik (mechanical hazard) yaitu: terbentur benda, kejatuhan benda kerja, tergores dan terpeleset. Sedangkan bahaya elektrik  yaitu: terkena sengatan listrik. Bahaya berasal dari arus listrik yang digunakan pada pekerjaan persiapan pengelasan dengan mesin las listrik.
2.        Tahapan pengerjaan adalah bahaya mekanik (mechanical hazard) yaitu: terjepit arde (holder), terbakar, terjepit penjepit las, terjatuh, terkena logam panas, terpukul hammer, tertimpa dan tertusuk. Sedangkan bahaya elektrik (electrical hazard) yaitu: terkena percikan api las listrik. Bahaya berasal dari arus listrik yang digunakan pada pekerjaan pengelasan dengan mesin las listrik.

B.       Saran
1.             Melakukan identifikasi bahaya secara rutin dan berkala atau pada saat ketika terjadi kecelakaan kerja dan atau apabila ada perubahan dalam poses kegiatan sehingga program pemantauan dan pengawasan serta keselamatan dapat ditingkatkan.
2.             Sebaiknya dalam melakukan identifikasi bahaya tidak hanya melihat dari keselamatan tetapi kesehatan kerja tetap perlu dilakukan identifikasi bahaya.
3.             Di area kerja harus lebih ditingkatkan lagi mengenai housekeeping karena peletakkan benda kerja yang tidak teratur di area kerja dapat menimbulkan bahaya serta mengganggu proses bekerja.
4.             Tetap dilakukan pemantauan dan pengawasan terhadapa peralatan kerja secarat rutin sehingga dapat diketahui peralatan yang dapat dipakai maupun tidak dapat lagi dan dapat segera diperbaiki atau diganti.
5.             Penggunaan APD tetap dilakukan pemantauan agar pencegahan terhadap potensi bahaya dapat dihindari.


























DAFTAR PUSTAKA

Bakhtiar A. 2008. Job Safety Analysis (Identifikasi Bahaya dan Penilaian Resiko). PT Upaya Riksa Patra; Jakarta.

Blake, Roland P. 1963. Industrial Safety. 3rd Edition. Engleword Cliff NJ: Prentice Hall.

Colling, David A. 1990. Indutrial Safety Management and Technology. Pentice      Hall,Inc.

Djabar, Abdul. 2005. Prinsip-prinsip Penyelidikan Kecelakaan di Tempat Kerja.

related:repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/32420/4/Chapter%20II.pdf







No comments:

Post a Comment