Monday, July 7, 2014

MAKALAH SDA



KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang sudah memberi taufik, hidayah, serta inayahnya sehingga kita semua masih bisa beraktivitas sebagaimana seperti biasanya termasuk juga dengan penulis, hingga penulis bisa menyelesaikan tugas pembuatan makalah dengan judul “ Ilmu Lingkungan”.
Makalah ini disusun supaya para pembaca bisa menambah wawasan serta memperluas ilmu pengetahuan yang ada mengenai dongeng yang dulu sangatlah populer yang kami sajikan di dalam sebuah susunan makalah yang ringkas, mudah untuk dibaca serta mudah dipahami.

Penulis juga tak lupa mengucapkan banyak terima kasih pada rekan-rekan satu tim yang sudah membantu serta bapak / ibu guru yang sudah membimbing penulis supaya penulis bia membuat karya ilmiah sesuai dengan ketentuan yang berlaku hingga jadi sebuah karya ilmiah yang baik dan benar.

Semoga makalah ini bisa bermanfaat untuk para pembaca serta memperluas wawasan mengenai dongeng serta seluk beluknya.Dan tidak lupa pula penulis mohon maaf atas kekurangan di sana sini dari makalah yang penulis buat ini. Mohon kritik serta sarannya.Terimakasih

Pekanbaru,   Maret 2014


Penulis




BAB I
PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara yang beruntung karena dianugrahi kekayaan alam yang berlimpah, terutama minyak bumi, gas alam, beberapa jenis barang tambang, mineral, hutan tropis dengan berbagai jenis kayu dan hasil hutannya, kekayaan laut, dan sebagainya. Pada dasarnya sumber daya alam itu dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu sumber daya alam yang tak dapat pulih atau tak dapat diperbaharui, sumber daya alam yang pulih atau dapat diperbaharui dan sumber daya alam yang mempunyai sifat gabungan antara yang dapat diperbaharui dan yang tidak dapat diperbaharui.
Perbedaan antara sumber daya alam yang dapat diperbaharui dengan sumber daya yang tak dapat diperbaharui hanyalah tergantung pada derajat keberadaannya. Perubahan jumlah dan kualitas sumber daya alam sepanjang waktu, tanpa melihat penggunaan sumber daya tersebut, dapat berarti peningkatan atau pengurangan, membaik ataupun memburuk, terus menerus ataupun bertahap pada laju yang konstan ataupun laju yang berubah-rubah.
Air merupakan suatu kebutuhan pokok dalam kehidupan sehari-hari. Dibeberapa wilayah di Indonesia telah mengalami krisis air bersih yang keadaannya semakin memprihatinkan. Meskipun air adalah sumber daya alam yang dapat diperbaharui yang mempunyai arti setelah dipakai dapat dibersihkan kembali. Namun pembersihan itu tidak selalu dapat sempurna sehingga biarpun lambat, nampaknya air bersih ini makin hari makin menurun jumlah dan kualitasnya. Manusia mampu bertahan hidup tanpa makan dalam beberapa minggu tetapi tanpa air manusia akan mati dalam beberapa hari saja. Untuk mengantisipasi hal tersebut diperlukan suatu tindakan agar bisa memperbaharui sumber daya air dan kebutuhan air bersih tetap tercukupi. Salah satu tindakanl tersebut yaitu Desalinasi. Proses ini memanfaatkan air laut yang sangat melimpah, meskipun sudah diriwayatkan dalam Al-Qur’an bahwa air laut dan air tawar tidak dapat bersatu namun proses ini hanya mengubah air laut menjadi air tawar.

Bahan bakar fosil atau bahan bakar mineral, adalah sumber daya alam yang mengandung hidrokarbon seperti batu bara, petroleum, dan gas alam. Penggunaan bahan bakar fosil ini telah menggerakan pengembangan industri dan menggantikan kincir angin, tenaga air, dan juga pembakaran kayu atau peat untuk panas.
Ketika menghasilkan listrik, energi dari pembakaran bahan bakar fosil seringkali digunakan untuk menggerakkan turbin. Generator tua seringkali menggunakan uap yang dihasilkan dari pembakaran untuk memutar turbin, tetapi di pembangkit listrik baru gas dari pembakaran digunakan untuk memutar turbin gas secara langsung.
Pembakaran bahan bakar fosil oleh manusia merupakan sumber utama dari karbon dioksida yang merupakan salah satu gas rumah kaca yang dipercayai menyebabkan pemanasan global. Sejumlah kecil bahan bakar hidrokarbon adalah bahan bakar bio yang diperoleh dari karbon dioksida di atmosfer dan oleh karena itu tidak menambah karbon dioksida di udara.
1.2  Rumusan masalah
1.      Apakah Pengertian Sumber Daya Alam?
2.      Apa saja Sumber Daya Alam yang terdapat di Riau?
3.      Apakah pengertian Sumber Daya Air?
4.       Apakah yang dimaksud dengan Bahan Bakar Fosil?

1.3  Tujuan
1.      Mengetahui Pengertian Sumber Daya alam
2.       Mengetahui Macam-macam Sumber Daya alam yang terdapat di Riau
3.      Mengetahui Pengertian Sumber Daya Air
4.      Mengetahui tentang Bahan Bakar Fosil




















BAB II
PEMBAHASAN



2.1 PENGERTIAN SUMBER DAYA ALAM
Sumber daya alam adalah semua kekayaan berupa benda mati maupun benda hidup yang berapa di bumi dan dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia.

2.1.1 Penggolongan sumber daya alam
Ada beberapa macam sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan dengan berbagai cara. SDA dapat diklasifikasikan menurut beberapa hal. berdasarkan bentuk yang dimanfaatkan, SDA dapat diklasifikasikan sebagai berikut. 
a.       SDA Materi, yaitu bila yang dimanfaatkan adalah materi sumber daya alam tersebut. contoh : siderit, limonit dapat dilebur jadi besi/ baja
b.      SDA Hayati, ialah SDA yang berbentuk makhluk hidup, yaitu hewan dan tumbuhan. SDA tumbuhan disebut SDA Nabati dan hewan disebut SDA Hewani.
c.       SDA Energi, yaitu bila barang yang dimanfaatkan manusia adalah energi yang terkandung dalam SDA tersebut.
d.      SDA Ruang, adalah ruang atau tempat yang diperlukan manusia dalam hidupnya.
e.       SDA Waktu, sebagai sumber daya alam, waktu tidak berdiri sendiri melainkan terikat dengan pemanfaatan sumber daya alam lainnya.
Berdasarkan Pembentukan


2.1.2 Sumber daya alam yang dapat diperbarui
Disebut demikian, karena alam mampu mengadakan pembentukan baru dalam waktu relatif cepat, secara reproduksi atau siklus.
1)      perbaruan dengan reproduksi. Hal ini terjadi pada sumber daya alam Hayati, karena hewan dan tumbuhan dapat berkembang biak sehingga jumlahnya selalu bertambah.
2)      Perbaruan dengan adanya siklus. beberapa SDA ,misalnya air dan udara terjadi dalam proses yang melingkar membentuk siklus.
2.1.3 Sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui
SDA ini terdapat dalam jumlah relatif statis karena tidak ada penambahan atau waktu pembentukan yang lama.
Contoh : bahan mineral, batu bara dll. berdasarkan daya pakai dan nilai konsumtifnya, SDA ini dibagi 2, yaitu:
1)      SDA YANG TIDAK CEPAT HABIS. Karena nilai konsumtifnya kecil.
2)      SDA YANG CEPAT HABIS. karena nilai konsumtif barang tersebut relatif tinggi.

Menurut cara terbentuknya bahan galian dibagi menjadi
1. bahan galian magmatic
2. bahan galian pegmatite
3. bahan galian hasil pengendapan
4. bahan galian hasil pengayaan sekunder
5. bahan galian hasil metamorfosis kontak
6. bahan galian termal

2.1.4 Faktor-faktor penyebab kerusakan sda
1.      Di bidang pertanian dan perikanan
a.       Penggundulan hutan mengakibatkan lahan yang ditinggalkan menjadi kurang subur dan ditumbuhi alang-alang
b.      Pemberian pupuk dan penyemprotan hama yang berlebihan akan mengakibatkan timbulnya hama jenis baru yang tebal terhadap zat kimia tersebut
c.       Penangkapan ikan yang salah mengakibatkan berkurangnya jenis-jenis ikan tertentu di daerah perairan

2. Di bidang Teknologi dan industry
Penggunaan teknologi yang kurang tepat dan tidak sesuai yang akan menyebabkan sesuatu yang buruk.


2.1.5 SUMBER DAYA ALAM DI RIAU

Riau adalah salah satu provinsi kaya di Nusantara. Hampir semua kekayaan alam dimiliki provinsi ini. Di dalam perut buminya terkandung minyak bumi, batubara, emas, timah dan bahan tambang lainnya. Sementara di atasnya terhampar kekayaan hutan, perkebunan dan pertanian dalam arti luas.
Pertambangan umum berdenyut relatif pesat, ditandai dengan banyaknya perusahaan yang ikut andil bergerak di bidang ini. Mereka seolah berlomba mengeruk isi perut bumi Riau, mulai dari menggali pasir laut, granit, bauksit, timah, emas, batu bara, gambut, pasir kuarsa sampai andesit. Di samping minyak dan gas timah juga merupakan hasil tambang Riau. Konstribusi sektor pertambangan terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Riau mencapai Rp.57.927.709,65,- atau sekitar 41,68 %. Karena itu, sektor pertambangan menjadi andalan provinsi dalam memperkokoh perekonomiannya.
Sektor pertanian menjadi salah satu motor penggerak perekonomian rakyat. Sektor ini tidak saja mampu memberikan kontribusi yang besar terhadap perekonomian lokal, tapi juga mampu menyerap banyak sekali tenaga. Kini tersedia lahan sawah seluas 28.845 ha yang dilengkapi dengan saluran irigasi, 150.092 ha sawah tadah hujan, 70.284 ha sawah pasang surut dan 13.077 ha sawah lainnya.
Data 2006 juga menunjukkan bahwa tak kurang dari 134.290 ha sawah kini berproduksi, menghasilkan 421.384 ton padi. Jumlah produksi ini meningkat dibanding dua tahun terakhir. Padi 2004, 144.499 ha sawah menghasilkan 453.817 ton padi, lalu menurun menjadi 133.496 ha sawah pada 2005 dengan produksi 423.095 ton padi. Ladang jagung yang berproduksi seluas 16.524 ha, menghasilkan 36.421 ton. Kedelai, singkong dan umbi-umbian juga diproduksi di Riau. Ada 2.829 ha lading kedelai terhampar di sana dengan jumlah produksi 2.923 ton, sementara 5.266 ha ladang singkong dan umbi-umbian memproduksi 52.997 ton.
Potensi hutan juga besar di Riau. Berdasarkan Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) yang dibuat pemerintah setempat, luas hutan di sana mencapai 4.160.710 ha terdiri atas 228.793,82 ha hutan lindung, 529.487 ha hutan konservasi, 914.839 ha hutan produksi terbatas, dan 2.487.590 ha hutan produksi. Dari hutan-hutan itulah pemerintah setempat memperoleh anggaran dari produksi 8.022.009,30 m³ kayu bulat, 188.201,82 m³ kayu gergajian dan 260.709,32 m³ kayu lapis. Dengan perairan dan lautan seluas 470,80 km², Riau tidak mau ketinggalan dalam bisnis perikanan, baik perikanan laut, perairan umum, tambak maupun keramba.
Ada banyak jenis ikan yang telah dibudidayakan. Pada 2005 saja, berhasil diproduksi 97.781,3 ton perikanan laut, 24,693,7 ton ikan dari perairan umum, 674,5 ton ikan dari tambak dan 24.768,8 ton ikan dari keramba. Total produksi semua bisnis ikan itu mencapai Rp. 717,21 miliar. Setahun kemudian, semua hasil meningkat. Pada 2006, berhasil di produksi 99.188,3 ton perikanan laut, 14.173,5 ton ikan dari perairan umum, 244,6 ton ikan dari tambak dan 2.741,3 ton ikan dari keramba. Total produksi semua bisnis ikan itu mencapai Rp. 1.174 miliar
Berbagai jenis peternakan juga telah dikembangkan, terutama sapi potong, kambing, domba, babi, ayam buras dan itik. Pada 2005, ternak sapi potong populasinya mencapai 102.352 ekor per tahun, sementara ternak kambing 256.324 ekor per tahun, ternak domba 2.453 ekor per tahun, babi 46.386 ekor per tahun, ayam buras 316.425 ekor per tahun dan itik 339.269 ekor per tahun. Karena itu, daging yang diproduksi per tahun nya mencapai 4.593183 kg daging sapi, 434.806 kg daging kambing, 1.490 kg daging domba, 874.262 kg daging babi dan 29.355.155 kg daging ayam unggas.
Perkebunan juga merupakan sektor andalan. Karet, kelapa, kelapa sawit, kopi dan pinang adalah komoditas perkebunan yang selama ini banyak membantu perekonomian penduduk pedesaan. Di saat krisis ekonomi melanda Indonesia secara nasional, petani yang bekerja di sektor ini justru tetap survive, bahkan mendapatkan keuntungan yang lebih besar. Luas perkebunan karet mencapai 528.697,48 ha dengan hasil 463.053,52 ton, kebun kelapa mencapai 546.927,13 ha dengan hasil 629.926,80 ton, kebun kelapa sawit seluas 1.392.232,74 ha dengan hasil 3.931.619,17 ton, kebun kopi seluas 10.040,50 ha dengan hasil 3.545,97 ton dan kebun pinang seluas 9.249,56 ha dengan hasil 6.960,72 ton.

Sumber: Indonesia Tanah Airku (2007).
Rujukan

Perkebunan
Perkebunan mempunyai kedudukan yang penting di dalam pengembangan pertanian baik pada tingkat nasional maupun regional. Perkembangan kegiatan perkebunan di Provinsi Riau menujukkan trend yang semakin meningkat. Hal ini dapat dilihat dari semakin luasnya lahan perkebunan dan meningkatnya produksi rata-rata pertahun, dengan komoditas utama kelapa sawit, kelapa, karet, kakao dan tanaman lainnya. Peluang pengembangan tanaman perkebunan semakin memberikan harapan, hal ini berkaitan dengan semakin kuatnya dukungan pemerintah terhadap usaha perkebunan rakyat, tumbuhnya berbagai industri yang membutuhkan bahan baku dari produk perkebunan dan semakin luasnya pangsa pasar produk perkebunan.
Krisis ekonomi yang melanda daerah ini pada tahun 2000 telah memporak-porandakan sendi-sendi ekonomi rakyat, namun yang tetap bertahan malahn mendapatkan keuntungan dari dampak krisis ekonomi tersebut justru sektor perkebunan. Hal ini membuktikan bahwa sektor perkebunan merupakan sektor yang masih bisa tetap bertahan meskipun kondisi perekonomian di negeri ini di landa krisis. Sebagai contoh, petani kelapa sawit pada waktu krisis justru mendatangkan keuntungan yang berlipat akibat harga sawit waktu itu justru meningkat.
Untuk melihat perbandingan luas perkebunan Kelapa Sawit, Kelapa, Karet dan kopi pada masing-masing Kabupaten Kota di Provinsi Riau tahun 2003 dapat di lihat pada tabel dibawah ini.
Luas Areal Kelapa Sawit, Kelapa, Karet dan Kopi Provinsi Riau Tahun 2003


No.
Kabupaten/Kota
Luas Areal (Ha)
Kelapa Sawit
Kelapa
Karet
Kopi
1
Kuantan Singingi
128.169
6.324
130.635
511
2
Indragiri Hulu
146.791
1.766
76.223
874
3
Indragiri Hilir
77.787
501.576
3.092
4.104
4
Pelalawan
197.356
25.212
25.187
276
5
Siak
131.168
988
11.832
554
6
Kampar
215.033
2.793
84.567
360
7
Rokan Hulu
338.661
1.819
68.426
1.277
8
Bengkalis
90.808
47.653
58.932
1.858
9
Rokan Hilir
136.606
5.944
38.861
1.054
10
Pekanbaru
0
0
0
0
11
Dumai
19.020
0
1.410
55

TOTAL
1.481.399
594.075
499.165
10.923


Sumber : Dinas Perkebunan Provinsi Riau – 2003
Dari tabel diatas bisa diketahui untuk perkebunan kelapa sawit, Kabupaten Rokan Hulu memiliki areal yang paling luas bila dibandingkan dengan Kabupaten/Kota lainnya, yaitu 338.661 Ha atau 22.86 persen dari total jumlah keseluruhan, diikuti oleh Kabupaten Kampar seluas 215.033 Ha atau 14.51 persen dan Kabupaten Pelalawan seluas 197.356 Ha atau 13.32 persen. Sedangkan Kabupaten yang paling sedikit areal untuk perkebunan kelapa sawit adalah Kota Dumai seluas 19.020 ha atau 1.28 persen disamping Kota Pekanbaru yang tidak mempunyai areal perkebunan kelapa sawit sama sekali.
Untuk perkebunan kelapa, Kabupaten Indragiri Hilir mempunyai areal perkebunan yang paling luas. Kabupaten Indragiri Hilir dari dulu terkenal dengan daerah penghasil kopra. Luas areal perkebuna kelapa di Kabupaten Indragiri Hilir seluas 501.576 Ha atau 84.42 persen dari total jumlah keseluruhan. Diikuti oleh Kabupaten Bengkalis 47.653 Ha atau 8.02 persen dan Kabupaten Kuantan Singingi seluas 6.324 Ha atau 1.06 persen. Sedangkan Kota Pekanbaru dan Dumai tidak mempunyai areal perkebunan kelapa sama sekali.
Untuk perkebunan karet, Kabupaten Kuantan Singingi mempunyai areal yang paling luas dibandingkan dengan Kabupaten/Kota lainnya, yaitu seluas 130.635 Ha atau 26.17 persen dari total jumlah keselurahan perkebunan karet di Provinsi Riau. Kabupaten Kampar menempati posisi kedua seluas 84.567 Ha atau 16.94 persen, dan Kabupaten Indragiri Hulu seluas 76.223 Ha atau 15.27 persen. Sedangkan Kabupaten/Kota yang paling sedikit areal perkebunan karetnya adalah Kota Dumai seluas 1.410 Ha atau 0.28 persen disamping Kota Pekanbaru yang tidak mempunyai areal perkebunan karet sama sekali.
Disamping perkebuna kelapa sawit, kelapa dan karet, Provinsi Riau juga daerah potensial untuk tanam kopi, meskipun sampai saat ini arealnya hanya sebatas industri rumah tangga. Untuk tanam kopi, Kabupaten Indragiri Hilir mempunyai luas areal 4.104 Ha atau 37.57 persen dari luas areal keseluruhan tanaman kopi yang ada di Provinsi Riau. Kabupaten Bengkali menmepati posisi kedua yaitu 1.858 ha atau 17 persen dan Kabupaten Rokan Hulu seluas 1.277 Ha atau 11.69 persen. Sedangkan Kabupaten yang mempunyai areal yang paling sedikit adalah Kota Dumai seluas 55 Ha atau 0.50 persen disamping kota Pekanbaru yang tidak mempunyai areal perkebunan kopi sama sekali.
Jumlah Produksi Kelapa Sawit, Kelapa, Karet dan Kopi di Provinsi Riau Tahun 2003
No.
Kabupaten/Kota
Jumlah Produksi (Ton)
Kelapa Sawit
Kelapa
Karet
Kopi
1
Kuantan Singingi
732.675
15.175
71.525
175
2
Indragiri Hulu
627.206
1.173
45.041
126
3
Indragiri Hilir
79.609
430.654
866
274
4
Pelalawan
481.658
4.980
28.550
27
5
Siak
420.031
3.221
4.980
61
6
Kampar
520.648
1.634
47.141
164
7
Rokan Hulu
412.627
2.877
30.011
479
8
Bengkalis
158.644
53.957
37.284
497
9
Rokan Hilir
335.901
2.602
11.440
212
10
Pekanbaru
0
0
0
0
11
Dumai
5.361
0
1.137
4

TOTAL
3.774.360
516.273
277.975
2.015

Sumber : Dinas Perkebunan Provinsi Riau – 2003
Dari tabel diatas memberikan gambaran betapa besarnya jumlah produksi kelapa sawit di Provinsi Riau tahun 2003, yaitu sebanyak 3.774.360 ton, sehingga tidak mengherankan Provinsi Riau adalah Provinsi yang paling kaya dengan minyak ? diatas minyak dibawah minyak?. Jika dibandingkan masing-masing Kabupaten/Kota, untuk kelapa sawit Kabupaten Kuantang Singingi justru mempunyai jumlah produksi yang paling banyak, yaitu 732.675 ton atau 19.41 persen dari total keseluruhan produksi sawit di Provinsi Riau. Kabupaten Indragiri Hulu sebanyak 627.206 ton atau 16.61 persen dan Kabupaten Kampar sebanyak 520.648 ton atau 13.79 persen.
Sedangkan Kabupaten/Kota yang paling sedikit jumlah produksi kelapa sawitnya adalah Kota Dumai sebanyak 5.361 ton atau 0.14 persen disamping Kota Pekanbaru yang memang tidak mempunyai areal kelapa sawit. Dari data ini ada hal yang menarik karena luas areal tidak selalu identik dengan jumlah produksi, padahal areal yang paling luas adalah Kabupaten Rokan Hulu, sedangkan yang paling banyak jumlah produksinya adalah Kabupaten Kuantan Singingi. Ada beberapa faktor penyebab semua ini, karena mungkin saja kelapa sawit di Kuantan Singingi sudah tahap panen semua sedangkan di Kabupaten Rokan Hulu ada yang belum menghasilkan.
Untuk tanaman kelapa, jumlah produksi yang terbanyak dihasilkan oleh Kabupaten Indragiri Hilir, yaitu sebanyak 430.654 ton atau 83.41 persen dari jumlah total keseluruhan produksi kelapa di Provinsi Riau tahun 2003. Kabupaten Bengkalis menempati posisi kedua yaitu sebanyak 53.957 ton atau 10.45 persen, diikuti oleh Kabupaten Kuantan Singingi sebanyak 15.175 ton atau 2.93 persen. Sedangkan Kabupaten yang jumlah produksi kelapanya paling sedikit adalah Kabupaten Indragiri Hulu sebanyak 1.173 ton atau 0.22 persen di samping Kota Pekanbaru dan Dumai yang tidak mempunyai produksi kelapa sama sekali.
Perkembangan Sektor Perkebunan tahun 2006
Perkebunan mempunyai kedudukan yang penting di dalam pengembangan pertanian baik pada tingkat nasional maupun regional. Perkembangan kegiatan perkebunan di Provinsi Riau menujukkan trend yang semakin meningkat. Hal ini dapat dilihat dari semakin luasnya lahan perkebunan dan meningkatnya produksi rata-rata pertahun, dengan komoditas utama kelapa sawit, kelapa, karet, kakao dan tanaman lainnya.
Peluang pengembangan tanaman perkebunan semakin memberikan harapan, hal ini berkaitan dengan semakin kuatnya dukungan pemerintah terhadap usaha perkebunan rakyat, tumbuhnya berbagai industri yang membutuhkan bahan baku dan semakin luasnya pangsa pasar produk perkebunan.
Kebun kelapa sawit masih mendominasi perkebunan di Provinsi Riau. Pada tahun 2006, luas kebun kelapa sawit di Provinsi Riau adalah seluas 1.530.150,39 Ha. Disamping kelapa sawit masih banyak lagi jenis perkebunan, antara lain kelapa, karet, kopi, kakao dan lain-lain. Luas kebun kelapa di Provinsi Riau tahun 2006 adalah seluas 475.556,13 Ha, karet seluas 514.469,72 ha, kopi seluas 10.816,43 Ha dan kakao seluas 5.586,18 Ha.
Untuk melihat perbandingan luas perkebunan kelapa sawit, kelapa, karet dan kopi pada masing-masing kabupaten/kota di Provinsi Riau tahun 2006 dapat dilihat pada Tabel di bawah ini.
Luas Areal Kelapa Sawit, Kelapa, Karet dan Kopi Tahun 2006
No.
Kabupaten/Kota
Luas Areal (Ha)
Kelapa Sawit
Kelapa
Karet
Kopi
1
Kuantan Singingi
60.547,70
2.274,95
157.070,12
389,40
2
Indragiri Hulu
55.667,00
2.024,15
72.894,15
1.276,40
3
Indragiri Hilir
37.547,00
379.509,00
3.225,00
4.234,00
4
Pelalawan
54.392,00
26.316,00
22.436,50
830,00
5
Siak
93.115,18
3.395,80
18.124,95
801,56
6
Kampar
139.195,00
2.892,00
81.691,00
379,00
7
Rokan Hulu
105.998,00
760,23
46.087,00
634,57
8
Bengkalis
99.575,00
50.407,00
50.779,00
1.217,50
9
Rokan Hilir
80.399,00
5.944,00
36.678,00
1.054
10
Pekanbaru
0
0
0
0
11
Dumai
21.933,00
2.033,00
1.736,00
0

RAKYAT
748.368,88
475.556,13
490.721,72
10.816,43

PBN
72.011,00
-
10.901,00
-

PBS
709.770,51
-
12.847,00
-

JUMLAH
1.530.150,39
475.556,13
514.469,72
10.816,43
Sumber : Dinas Perkebunan Provinsi Riau – 2006

Meskipun dilihat dari luas areal yang ada, tidak semua perkebunan yang ada di Provinsi Riau berada dalam kondisi produktif. Dari luas 1.530.150,39 Ha kebun kelapa sawit yang ada, seluas 320.439,35 Ha belum menghasilkan, 3.754 Ha sudah tua dan sisanya seluas 1.205.957,04 Ha yang berada pada tahap produktif. Begitu juga dengan kebun kelapa, hanya seluas 332.653,67 Ha yang benar-benar menghasilkan. Sisanya seluas 57.523,41 Ha masih tahap pertumbuhan dan 85.379,05 Ha merupakan tanaman yang sudah tua. Dari 514.469,72 Ha total keseluruhan luas perkebunan karet, seluas 104.708 Ha masih dalam tahap petumbuhan, 112.287,97 Ha merupakan tanaman yang sudah tua dan sisanya seluas 297.473,75 Ha yang benar-benar berproduksi. Untuk perkebunan kopi, 1.787,69 Ha masih tahap pertumbuhan, 6.240,59 Ha sudah menghasilkan dan 2.788,15 Ha merupakan tanaman yang sudah tua.
Kabupaten Kampar memiliki areal yang paling luas untuk tanaman kelapa sawit bila dibandingkan dengan kabupaten/kota lainnya, yaitu 139.195 hektar atau 18.60 persen dari total jumlah keseluruhan, diikuti oleh Kabupaten Rokan Hulu seluas 105.998 hektar atau 14.16 persen dan Kabupaten Bengkalis seluas 99.575 hektar atau 13.30 persen. Sedangkan kabupaten yang paling sedikit areal untuk perkebunan kelapa sawit adalah Kota Dumai seluas 21.933 hektar atau 2.93 persen disamping Kota Pekanbaru yang tidak mempunyai areal perkebunan kelapa sawit. Kelapa sawit memerlukan areal yang luas untuk penanamannya.
Untuk perkebunan kelapa, Kabupaten Indragiri Hilir mempunyai areal perkebunan yang paling luas. Kabupaten Indragiri Hilir dari dulu terkenal dengan daerah penghasil kopra. Luas areal perkebunam kelapa di Kabupaten Indragiri Hilir seluas 379.509 hektar atau 79.80 persen dari total jumlah keseluruhan. Diikuti oleh Kabupaten Bengkalis 50.407 hektar atau 10.59 persen dan Kabupaten Pelalawan seluas 26.316 hektar atau 5.53 persen. Sedangkan kabupaten/kota yang mempunyai areal perkebunan kelapa yang paling sedikit adalah Kota Dumai yaitu seluas 2.033 Ha dan Kota Pekanbaru tidak mempunyai perkebunan kelapa sama sekali.
Kabupaten Kuantan Singingi merupakan kabupaten yang mempunyai areal karet yang paling luas di Provinsi Riau, yaitu seluas 157.070,12 Ha atau 32 persen. Kabupaten Kampar menduduki posisi kedua yaitu seluas 2.892 Ha atau 16,64 persen dan Kabupaten Bengkalis seluas 50.779 hektar atau 10.34 persen. Sedangkan kabupaten/kota yang mempunyai areal perkebunan kelapa yang paling sedikit adalah Kota Dumai yaitu seluas 1.736 Ha atau hanya 0.35 persen dan Kota Pekanbaru yang tidak mempunyai areal perkebunan karet sama sekali.
Meskipun tidak menjadi komoditi unggulan di sektor perkebunan, luas areal perkebunan kopi setidaknya bisa menambah pendapatan bagi petani kopi. Luas areal perkebunan kopi di provinsi Riau tahun 2006 adalah seluas 10.816,43 Ha, dimana Kabupaten Indragiri Hilir mempunyai areal perkebunan kopi yang paling luas yaitu 4.234 Ha atau 39.14 persen. Di posisi kedua adalah Kabupaten Indragiri Hulu yaitu seluas 1.276,40 Ha atau 11.79 persen dan Kabupaten Bengkalis seluas 1.217,50 Ha atau 11.25 persen.
Disamping perkebunan kopi, Provinsi Riau juga mempunyai areal untuk perkebunan kakao. Pada tahun 2006 luas areal perkebunan kakao di Provinsi Riau adalah seluas 5.586,18 Ha di mana seluas 2.586,18 Ha merupakan perkebunan kakao rakyat. Kabupaten Indragiri Hilir mempunyai perkebunan kakao yang paling luas di Provinsi Riau, yaitu seluas 1.522 Ha. Sedangkan Kabupaten Rokan Hilir, Siak dan Kota Dumai tidak mempunyai perkebunan kakao.







Jumlah Produksi Kelapa Sawit, Kelapa, Karet dan Kopi Tahun 2006
No.
Kabupaten/Kota
Jumlah Produksi (Ton)
Kelapa Sawit
Kelapa
Karet
Kopi
1
Kuantan Singingi
147.355,57
2.315,20
145.740,40
247,61
2
Indragiri Hulu
143.322,40
1.467,74
37.747,70
301,70
3
Indragiri Hilir
42.656,88
358.860,97
1.983,06
643,30
4
Pelalawan
144.063,12
30.745,79
18.675,60
178,20
5
Siak
254.005,49
3.288,65
16.054,02
399,56
6
Kampar
398.553,00
2.080,00
42.198,00
175,00
7
Rokan Hulu
265.634,20
971,80
61.619,00
152,00
8
Bengkalis
189.697,41
52.558,86
35.763,25
1.229.56
9
Rokan Hilir
152.597,30
3.109,80
16.169,00
474,00
10
Pekanbaru
0
0
0
0
11
Dumai
40.645,20
862,60
931,58
0

RAKYAT
1.778.530,57
456.261,41
376.881,61
3.803,93

PBN
309.151,19
-
16.867,00
-

PBS
2.571.582,11
-
22.157,07
-

TOTAL
4.659.263,87
456.261,41
415.905,68
3.803,93

Sumber : Dinas Perkebunan Provinsi Riau – 2006

Dari tabel diatas terlihat bahwa jumlah produksi kelapa sawit di Provinsi Riau tahun 2006 yaitu sebanyak 4.659.263,87 ton, jauh diatas jumlah produksi perkebunan kelapa, karet dan kopi. Hal ini menunjukkan bahwa perkebunan kelapa sawit merupakan komoditi unggulan bagi Provinsi Riau di sektor perkebunan. Untuk perkebunan kelapa, jumlah produksi pada tahun 2006 hanya sebesar 456.261,11 ton, karet sebesar 415.905,68 ton dan kopi sebesar 3.803,93 ton. Jika dibandingkan masing-masing kabupaten/kota, untuk kelapa sawit Kabupaten Kampar mempunyai jumlah produksi yang paling banyak, yaitu 398.553 ton atau 22.41 persen dari total keseluruhan produksi sawit di Provinsi Riau. Disamping Kabupaten Kampar, Kabupaten Rokan Hulu juga mempunyai jumlah produksi yang banyak yaitu sebesar 265.634,20 ton. Sedangkan Kota Dumai merupakan yang paling sedikit hasil produksi sawitnya, yaitu sebesar 40.645,20 ton



2.2 SUMBER DAYA AIR
            Pemanfaatan air dapat dikategorikan sebagai penggunaan konsumtif dan non-konsumtif. Air dikatakan digunakan secara konsumtif jika air tidak dengan segera tersedia lagi untuk penggunaan lainnya, misalnya irigasi (di mana penguapan dan penyerapan ke dalam tanah serta penyerapan oleh tanaman dan hewan ternak terjadi dalam jumlah yang cukup besar). Jika air yang digunakan tidak mengalami kehilangan serta dapat dikembalikan ke dalam sistem perairan permukaan (setelah diolah jika air berbentuk limbah), maka air dikatakan digunakan secara non-konsumtif dan dapat digunakan kembali untuk keperluan lainnya, baik secara langsung maupun tidak langsung.
a.       Pertanian
Diperkirakan 69% penggunaan air diseluruh dunia untuk irigasi. Dibeberapa wilayah irigasi dilakukan terhadap semua tanaman pertanian, sedangkan di wilayah lainnya irigasi hanya dilakukan untuk tanaman pertanian yang menguntungkan, atau untuk meningkatkan hasil. Berbagai metode irigasi melibatkan perhitungan antara hasil pertanian, air, biaya produksi, penggunaan peralatan dan bangunan.
Saat populasi dunia  meningkat, dan permintaan terhadap bahan pangan juga konsumsi meningkat dengan suplai air yang tetap, terdapat dorongan untuk mempelajari bagaimana memproduksi bahan pangan dengan sedikit, melalui peningkatan metode dan teknologi irigasi, manajemen air pertanian, tipe tanaman pertanian, dan pemantauan air.
b.       Industri
Diperkirakan bahwa 15% air di seluruh dunia dipergunakan untuk industri. Banyak pengguna industri yang menggunakan air, termasuk pembangkit listrik yang menggunakan air untuk pendingin atau sumber energi, pemurnian bahan tambang dan minyak bumi yang menggunakan air untuk proses kimia, hingga industri manufaktur yang menggunakan air sebagai pelarut.
Air juga digunakan untuk membangkitkan energi. Pembangkit listrik tenaga air mendapatkan listrik dari air yang menggerakkan turbin air yang dihubungkan dengan generator. Energi ini pada dasarnya disuplai oleh matahari; matahari menguapkan air di permukaan, yang lalu mengalami pengembunan di udara, turun sebagai hujan, dan air hujan mensuplai air bagi sungai yang mengaliri pembangkit listrik tenaga air. Bendungan Three Gorges merupakan bendungan pembangkit listrik tenaga air terbesar di dunia.
c.        Rumah tangga
Diperkirakan 15% penggunaan air di seluruh dunia adalah di rumah tangga. Hal ini meliputi air minum, mandi, memasak, sanitasi, dan berkebun. Kebutuhan minimum air yang dibutuhkan dalam rumah tangga menurut Peter Gleick adalah sekitar 50 liter per individu per hari, belum termasuk kebutuhan berkebun. Air minum haruslah air yang berkualitas tinggi sehingga dapat langsung dikonsumsi tanpa risiko bahaya. Di sebagian besar negara-negara berkembang, air yang disuplai untuk rumah tangga dan industri adalah air minum standar meski dalam proporsi yang sangat kecil digunakan untuk dikonsumsi langsung atau pengolahan makanan.
d.       Rekreasi
Penggunaan air untuk rekreasi biasanya sangatlah kecil, namun terus berkembang. Air yang digunakan untuk rekreasi biasanya berupa air yang ditampung dalam bentuk reservoir, dan jika air yang ditampung melebihi jumlah yang biasa ditampung dalam reservoir tersebut, maka kelebihannya dikatakan digunakan untuk kebutuhan rekreasional. Pelepasan sejumlah air dari reservoir untuk kebutuhan arung jeram atau kegiatan sejenis juga disebut sebagai kebutuhan rekreasional.
e.        Lingkungan dan ekologi
Penggunaan bagi lingkungan dan ekologi secara eksplisit juga sangat kecil namun terus berkembang. Penggunaan air untuk lingkungan dan ekologi meliputi lahan basah buatan, danau buatan yang ditujukan untuk habitat alam liar, konservasi satwa ikan, dan pelepasan air dari reservoir untuk membantu ikan bertelur.
Seperti penggunaan untuk rekreasi, penggunaan untuk lingkungan dan ekologi juga termasuk penggunaan non konsumtif, namun juga mengurangi ketersediaan air untuk kebutuhan lainnya di suatu tempat pada suatu waktu tertentu.
      2.2.1 Pengertian Desalinasi
              Air bersih akhir-akhir ini sulit dijumpai. Banyak orang kekurangan persediaan air untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari, sehingaga harus ada alternatif lain yang bisa memecahkan masalah tersebut, salah satunya dengan cara desalinasi. Cara desalinasi ini memanfaatkan air laut sebagai objek utamanya. Telah kita ketahui sekarang ini volume air laut meningkat akibat dari adanya global warming. Maka dari itu perlu dimanfaatkan sebaik-baiknya air laut tersebut. Desalinasi adalah proses buatan untuk mengubah air asin (umumnya air laut) menjadi air tawar. Proses desalinasi yang paling umum adalah destilasi dan osmosis terbalik. Desalinasi saat ini cukup mahal jika dibandingkan dengan mengambil langsung dari sumber air tawar, hanya sebagian kecil kebutuhan manusia terpenuhi melalui desalinasi. Proses ini terjadi secara ekstensif di Teluk Persia untuk mensuplai air bagi beberapa wilayah di Timur Tengah dan fasilitas wisata dan perhotelan di wilayah tersebut.
              Dalam desalinasi selain menghasilkan air yang layak minum, proses ini dapat juga menghasilkan garam dapur ataupun air berkadar garam tinggi yang dapat dimanfaatkan sebagai kolam apung sebagai mana salah satu wahana di Taman Impian Jaya Ancol. Desalinasi merupakan salah satu alternatif mengatasi krisis air bersih yang sering terjadi di indonesia.
      2.2.2 Metode Distilasi
Distilasi ialah cara memperoleh cairan yang dikotori zat terlarut, atau bercampur dengan cairan lain yang titik didihnya berbeda. Distilasi atau penyulingan adalah suatu metode pemisahan bahan kimia berdasarkan perbedaan kecepatan atau kemudahan menguap (volatilitas)


2.3 BAHAN BAKAR FOSIL
Minyak bumi, gas alam, dan batu bara dikatakan sebagai bahan bakar fosil karena pada dasarnya mereka memang fosil. Bahan bakar fosil terbentuk lewat proses alamiah berupa pembusukan dari organisme yang mati ratusan juta tahun lalu. Dinosaurus, pepohonan, dan hampir semua mahluk hidup yang mati, terendapkan di tanah, dan sekarang telah menjadi minyak bumi, gas alam, atau batu bara. Gas alam berbentuk gas, minyak bumi berbentuk cair, dan batu bara berbentuk padat. Perbedaan wujud mereka disebabkan perbedaan pada tekanan dan panas yang mereka terima di perut bumi selama jutaan tahun.
Bahan bakar fosil adalah sumberdaya tak terbarukan karena perlu jutaan tahun untuk terbentuk, dan sumber yang ada lebih cepat habis ketimbang terbentuk yang baru. Produksi dan pemakaian bahan bakar fosil menyebabkan masalah-masalah lingkungan. Gerakan global menuju pembangkitan energi terbarukan dilakukan untuk membantu memenuhi meningkatkanya kebutuhan energi.
Ada banyak jenis senyawa hidrokarbon atau terbarukan dalam campuran bahan bakar tertentu. Campuran khusus hidrokarbon memberi sebuah bahan bakar sifat karakteristiknya, seperti titik didih, titik beku, kepadatan, kekentalan, dsb. Sebagian bahan bakar seperti gas alam, misalnya, mengandung komponen gas dengan titik didih yang sangat rendah. Yang lain seperti bensin dan diesel mengandung komponen dengan titik didih lebih tinggi.
Bahan bakar fosil itu penting karena bila dibakar (dioksidasi menjadi karbon dioksida dan air) akan menghasilkan energi yang besar per satuan berat. Penggunaan batu bara sebagai bahan bakar sudah dilakukan di masa prasejarah. Batu bara digunakan untuk menjalankan tungku pencairan bijih logam. Hidrokarbon setengah padat juga telah digunakan semenjak zaman kuno, namun bahan ini umumnya dipakai untuk bahan anti air dan balsem.
Minyak mentah berat, yang lebih kental dari minyak mentah biasa, dan pasir aspal yang merupakan campuran bitumen dengan pasir dan tanah liat, menjadi sumber bahan bakar fosil yang penting. Landas minyak dan bahan sejenis adalah batuan endapan yang mengandung kerogen, sebuah campuran kompleks senyawa organik dengan berat molekul besar, yang menghasilkan minyak mentah sintetis ketika dipanaskan (pirolisis). Bahan ini belum dieksploitasi secara komersial untuk saat ini. Bahan bakar ini dapat digunakan untuk mesin pembakaran internal, pembangkit listrik bahan bakar fosil, dan kegunaan lain.
2.3.1 Penggunaan Bahan Bakar Fosil
Pada paruh terakhir abad ke 18, kincir angin dan air memberi energi untuk menggiling tepung, menggergaji kayu, atau memompa sementara kayu atau gambut digunakan untuk memberikan pemanasan di musim dingin. Penggunaan bahan bakar fosil secara luas diawali oleh batu bara dan kemudian minyak bumi, untuk mentenagai mesin uap memungkinkan revolusi industri. Pada saat yang sama, cahaya gas menggunakan gas alam atau gas batu bara menjadi luas. Penemuan mesin pembakaran internal dan penggunaannya pada mobil dan truk meningkatkan kebutuhan bensin dan disel, keduanya dibuat dari bahan bakar fosil. Alat transportasi lain, kereta api dan pesawat, juga membutuhkan bahan bakar fosil. Penggunaan bahan bakar fosil lainnya mencakup pembangkitan listrik dan industri biokimia. Aspal, sisa dari ekstraksi minyak bumi, digunakan untuk membangun jalan.
Saat ini di dunia terdapat persediaan batu bara sebesar 905 miliar metrik ton yang setara dengan 4416 miliar barel (702.1 km3) minyak bumi. Sementara itu persediaan minyak bumi sendiri adalah 1119 miliar barel (177,9 km3) hingga 1317 miliar barel (209,4 km3). Gas alam lebih sedikit, yaitu hanya 175-181 triliun meter kubik, atau setara 1161 miliar barel minyak bumi.
Produksi harian bahan bakar fosil pada tahun 2006 adalah sebagai berikut:
Batu bara diproduksi 52 juta barel ekuivalen minyak per hari.
Minyak bumi diproduksi 84 juta barel per hari
Gas alam diproduksi 19 juta barel ekuivalen minyak per hari.
Saat ini diduga cadangan minyak dunia hanya cukup untuk 34 tahun lagi (per 2011). Sementara gas alam tinggal 52 tahun dan batu bara masih cukup untuk 139 tahun ke depan.
Dampak Lingkungan
Di Amerika Serikat, lebih dari 90% emisi gas rumah kaca datang dari pembakaran bahan bakar fosil. Pembakaran bahan bakar fosil juga menghasilkan pencemar lain, seperti nitrogen oksida, sulfur dioksida, senyawa organik berbau, dan logam berat.
Di Kanada, sektor listrik adalah sektor industri yang unik karena kontribusi emisinya yang sangat besar pada semua isu udara. Pembangkitan listrik menghasilkan sejumlah besar nitrogen oksida dan sulfur dioksida, yang menyebabkan kabut dan hujan asam serta terbentuknya materi bubuk halus. Ia merupakan sumber industri yang paling tidak terkendali dalam menghasilkan pencemaran raksa di Kanada. Pembangkit listrik berbahan bakar fosil juga memancarkan karbon dioksida yang menyumbang pada perubahan iklim. Selain itu, sektor ini berpengaruh besar pada air dan habitat serta spesies. Bendungan dan jalur transmisi berpengaruh nyata pada air dan keanekaragaman hayati. Menurut ilmuan AS Jerry Mahlman, secara ilmiah 99% pasti kalau bahan bakar fosil menjadi penyebab utama pemanasan global.
Pembakaran bahan bakar fosil menghasilkan asam sulfat, karbonik, dan nitrik, yang jatuh ke Bumi sebagai hujan asam, mempengaruhi daerah alamiah dan lingkungan buatan. Monumen dan pahatan yang dibuat dari pualam dan batu kapur rentan terhadapnya karena asam melarutkan kalsium karbonat.
Bahan bakar fosil juga mengandung bahan radioaktif, terutama uranium dan thorium, yang dilepaskan ke atmosfer. Tahun 2000, sekitar 12 ribu ton thorium dan 5 ribu ton uranium telah dilepaskan dari pembakaran batu bara di dunia. Diperkirakan kalau tahun 1982, pembakaran batu bara oleh AS telah melepaskan 155 kali lebih banyak radioaktif ke atmosfer ketimbang insiden Three Mile Island. Walau begitu, radioaktivitas dari pembakaran batu bara ini sangat kecil dalam tiap sumber dan tidak memiliki dampak yang nyata pada fisiologi manusia.








DAFTAR PUSTAKA

http://attaqinaufalahmad.blogspot.com/2012/04/sumber-daya-air.html

No comments:

Post a Comment