Monday, July 7, 2014

MAKALAH EKONOMI ISLAM



BAB I
PENDAHULUAN


1.1  Latar Belakang Masalah
Seiring dengan dinamika era globalisasi khususnya dinamika Keislaman yang kian kini semakin mengalami berbagai macam persoalan baik dari segi persaingan perbankan yang kian kemari semakin banyak dan semakin berkompetensi khususnya dalam dunia hokum maka hal ini telah mendorong terus meningkat dan semakin kompleknya tuntutan yangmesti dilakukan khususnya bagi lembaga lembaga perbankan terlebih bagi lembaga lembaga perbankan yang kurangmemenuhi standar kapabelitas dan profesionalitas civitas akademik / keilmuan. Maka dari semua itu tuntutan terhadap penyiapan sumber daya manusia yang handal sungguh sangat dtuntut sebagi sarana penyeimbang arus global yangsemakin memanas.Dalam konteks islam selain penguatan paradigma, prespektif diskripsi perbankan yang handal dan kompeten sungguhsangat diperlukan sehingga seorang nasabah akan mampu memandang kedepan tentang tantangan dan tuntutan yangmesti ia persiapkan. Dalam rangka itulah makalah ‘’Teori Ekonomi Islam‘’ diharapkan membantu pemahaman tentang ekonomi islam itu sendiri dan juga diharapkan dengan makalah ini akan semakin memperkaya prespektif dan khazanah keilmuan tentang dunia perekonomian juga realitas kehidupan perbankan secara luas.

1.2  Maksud dan Tujuan
Maksud dan Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai tindak lanjut dan realisasi pemahaman ekonomi syariah yangdipelajari didunia kampus yang diorientasikan sebagai wahana field trip studi untuk memperluas wawasan, pengalamandan networking dikalangan mahasiswa dan salah satu media pembinaan profesiononalitas masing masing jurusan /program studi.


1.3  Metode Penelitian 
Adapun metode yang penulis lakukan yaitu metode deskripsi dari beberapa pakar/ahli kesejarahan tentang materi Teori Ekonomi Isalam seperti dosen ataupun literature bukunya itu sendiri khususnya melalui forum dunia maya ( internet ) penulis juga melakukan metode literature yaitu dengan pengarsipan beberapa buku yang ada kaitannya dengan makalah ini sehingga memudahkan dalam meneliti dan menyesuaikannya baik antara teori dengan praktek/dilapangan maupun hal-hal lain yang dianggap perlu dan penting.























BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep Dasar Ekonomi Islam
Islam sebagai agama merupakan konsep yang mengatur kehidupan manusia secara komprehensif, menyeluruh dan universal baik dalam hubungannya dengan Sang Pencipta (Habluminallah) maupun dengan altern manusia (Hablumminannas).
Berkaitan fungsinya sebagai makhluk altern yang saling berinteraksi dan menjalankan ekonomi, Islam telah membarikan konsep dasar untuk mengatur mua’amalah amaliyah antar altern manusia itu. Achmad Baraba, Anggota Dewan Komisaris Bank Jabar Banten, Tbk,  memaparkan bagaimana konsep dasar ekonomi Islam. Secara garis besarnya adalah sebagai berikut:
  • Islam menempatkan fungsi uang semata-mata sebagai alat tukar dan bukan sebagai komoditi, sehingga tidak layak untuk diperdagangkan apalagi mengandung altern ketidakpastian atau spekulasi (gharar) sehingga yang ada adalah bukan harga uang apalagi dikaitkan dengan berlalunya waktu tetapi nilai uang untuk menukar dengan barang.
  • Riba dalam segala bentuknya dilarang bahkan dalam ayat Alquran tentang pelarangan riba yang terakhir yaitu surat Al Baqarah ayat 278-279 secara tegas dinyatakan sebagai berikut: “Hai orang-orang yang beriman takutlah kepada Allah dan tinggalkanlah sisa-sisa riba itu jika kamu orang beriman. Kalau kamu tiada memperbuatnya ketahuilah ada peperangan dari Allah dan RasulNya terhadapmu dan jika kamu bertobat maka untukmu pokok-pokok hartamu. Kamu tidak menganiaya dan tidak pula teraniaya
  • Larangan riba juga terdapat dalam ajaran alterna baik perjanjian lama maupun perjanjian baru yang pada intinya menghendaki pemberian pinjaman pada orang lain tanpa meminta bunga sebagai imbalan.
  • Meskipun masih ada sementara pendapat khususnya di Indonesia yang masih meragukan apakah bunga bank termasuk riba atau bukan, maka sesungguhnya telah menjadi kesepakatan ulama, ahli fikih dan Islamic banker dikalangan dunia Islam yang menyatakan bahwa bunga bank adalah riba dan riba diharamkan.
  • Tidak memperkenankan berbagai bentuk kegiatan yang mengandung altern spekulasi dan perjudian termasuk didalamnya aktivitas ekonomi yang diyakini akan mendatangkan kerugian bagi masyarakat.
  • Harta harus berputar (diniagakan) sehingga tidak boleh hanya berpusat pada segelintir orang dan Allah sangat tidak menyukai orang yang menimbun harta sehingga tidak produktif dan oleh karenanya bagi mereka yang mempunyai harta yang tidak produktif akan dikenakan zakat yang lebih besar dibanding jika diproduktifkan. Hal ini juga dilandasi ajaran yang menyatakan bahwa kedudukan manusia dibumi sebagai khalifah yang menerima amanah dari Allah sebagai pemilik mutlak segala yang terkandung didalam bumi dan tugas manusia untuk menjadikannya sebesar-besar kemakmuran dan kesejahteraan manusia.
  • Bekerja dan atau mencari nafkah adalah ibadah dan wajib dlakukan sehingga tidak seorangpun tanpa bekerja – yang berarti siap menghadapi resiko – dapat memperoleh keuntungan atau manfaat(bandingkan dengan perolehan bunga bank dari deposito yang bersifat tetap dan altern tanpa resiko).
  • Dalam berbagai bidang kehidupan termasuk dalam kegiatan ekonomi harus dilakukan secara transparan dan adil atas dasar suka sama suka tanpa paksaan dari pihak manapun. Antaradlin min kum.
  • Adanya kewajiban untuk melakukan pencatatan atas setiap transaksi khususnya yang tidak bersifat tunai dan adanya saksi yang bisa dipercaya (simetri dengan profesi akuntansi dan alternat).
  • Zakat sebagai alternativ untuk pemenuhan kewajiban penyisihan harta yang merupakan hak orang lain yang memenuhi syarat untuk menerima, demikian juga anjuran yang kuat untuk mengeluarkan infaq dan shodaqah sebagai manifestasi dari pentingnya pemerataan kekayaan dan memerangi kemiskinan.
Itulah konsep dasar ekonomi Islam. Sesuai sifatnya yang universal maka tuntunan Islam tersebut diyakini akan selalu relevan dengan kebutuhan zaman, kapanpun, dimanapun dan oleh siapapun. Sesuai kodratnya, Islam adalah rahmatan lil ‘alamien.
Islam dan Ekonomi
Krisis moneter melanda di mana-mana, tak terkecuali di negeri kita tercinta ini. Para ekonom dunia sibuk mencari sebab-sebabnya dan berusaha sekuat tenaga untuk memulihkan perekonomian di negaranya masing-masing. Krisis ekonomi telah menimbulkan banyak kerugian, meningkatnya pengangguran, meningkatnya tindak kejahatan dan sebagainya.
Sistem ekonomi kapitalis dengan altern bunganya diduga sebagai penyebab terjadinya krisis. Sistem ekonomi Islam mulai dilirik sebagai suatu pilihan alternative, dan diharapkan mampu menjawab tantangan dunia di masa yang akan altern.
Al-Qur’an telah memberikan beberapa contoh tegas mengenai masalah-masalah ekonomi yang menekankan bahwa ekonomi adalah salah satu bidang perhatian Islam. “(Ingatlah) ketika Syu’aib berkata kepada mereka (penduduk Aikah): ‘Mengapa kamu tidak bertaqwa?’ Sesungguhnya aku adalah seorang rasul yang telah mendapatkan kepercayaan untukmu. Karena itu bertaqwalah kepada Allah dan ta’atilah aku. Aku sama sekali tidak menuntut upah darimu untuk ajakan ini, upahku tidak lain hanyalah dari Tuhan Penguasa seluruh alam. Tepatilah ketika kamu menakar dan jangan sampai kamu menjadi orang-orang yang merugi. Timbanglah dengan timbangan yang tepat. Jangan kamu rugikan hak-hak orang (lain) dan janganlah berbuat jahat dan menimbulkan kerusakan di muka bumi.” (Qs.26:177-183)
2.2 Prinsip Ekonomi Islam
Ilmu ekonomi lahir sebagai sebuah disiplin ilmiah setelah berpisahnya aktifitas produksi dan konsumsi. Ekonomi merupakan aktifitas yang boleh dikatakan sama halnya dengan keberadaan manusia di muka bumi ini, sehingga kemudian timbul motif ekonomi, yaitu keinginan seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Prinsip ekonomi adalah langkah yang dilakukan manusia dalam memenuhi kebutuhannya dengan pengorbanan tertentu untuk memperoleh hasil yang maksimal. Sedangkan altern ekonomi ada berbagai macam, di antaranya
Sistem Ekonomi Kapitalis
Prinsip ekonomi kapitalis adalah:
  • Kebebasan memiliki harta secara persendirian.
  • Kebebasan ekonomi dan persaingan bebas.
  • Ketidaksamaan ekonomi
Sistem Ekonomi Sosialis
Prinsip ekonomi sosialis adalah:
  • Hak milik atas alat-alat produksi oleh koperasi-koperasi serikat pekerja, badan alter dan masyarakat yang lain.
  • Pemerintah menguasai alat-alat produk yang vital.
  • Proses ekonomi berjalan atas dasar mekanisme pasar.
  • Perencanaan ekonomi sebagai pengaruh dan pendorong dengan usaha menyesuaikan kebutuhan individual dengan kebutuhan masyarakat Indonesia memiliki altern ekonomi sendiri, yaitu altern demokrasi ekonomi, yang prinsip-prinsip dasarnya tercantum dalam UUD’45 pasal 33.
Prinsip ekonomi Islam adalah:
  • Kebebasan individu.
  • Hak terhadap harta.
  • Ketidaksamaan ekonomi dalam batasan.
  • Kesamaan altern.
  • Keselamatan altern.
  • Larangan menumpuk kekayaan.
  • Larangan terhadap institusi anti-sosial.
  • Kebajikan individu dalam masyarakat.
Konsep Ekonomi Islam
Islam mengambil suatu kaidah terbaik antara kedua pandangan yang ekstrim (kapitalis dan sosialis) dan mencoba untuk membentuk keseimbangan di antara keduanya (kebendaan dan rohaniah). Keberhasilan altern ekonomi Islam tergantung kepada sejauh mana penyesuaian yang dapat dilakukan di antara keperluan kebendaan dan keperluan rohani / etika yang diperlukan manusia. Sumber pedoman ekonomi Islam adalah al-Qur’an dan sunnah Rasul, yaitu dalam:
  • Qs.al-Ahzab:72 (Manusia sebagai makhluk pengemban amanat Allah).
  • Qs.Hud:61 (Untuk memakmurkan kehidupan di bumi).
  • Qs.al-Baqarah:30 (Tentang kedudukan terhormat sebagai khalifah Allah di                                            bumi).
Hal-hal yang tidak secara jelas diatur dalam kedua sumber ajaran Islam tersebut diperoleh ketentuannya dengan jalan ijtihad.
Dasar-dasar ekonomi Islam
1.                         Bertujuan untuk mencapai masyarakat yang sejahtera baik di dunia dan di akhirat, tercapainya pemuasan optimal berbagai kebutuhan baik jasmani maupun rohani secara seimbang, baik perorangan maupun masyarakat. Dan untuk itu alat pemuas dicapai secara optimal dengan pengorbanan tanpa pemborosan dan kelestarian alam tetap terjaga.
2.                         Hak milik alternat perorangan diakui sebagai usaha dan kerja secara halal                             dan dipergunakan untuk hal-hal yang halal pula.
3.                         Dilarang menimbun harta benda dan menjadikannya terlentar.
4.                         Dalam harta benda itu terdapat hak untuk orang miskin yang selalu meminta, oleh karena itu harus dinafkahkan sehingga dicapai pembagian rizki.
5.                         Pada batas tertentu, hak milik alternat tersebut dikenakan zakat.
6.                         Perniagaan diperkenankan, akan tetapi riba dilarang.
7.                         Tiada perbedaan suku dan keturunan dalam bekerja sama dan yang menjadi ukuran perbedaan adalah prestasi kerja
Kemudian landasan nilai yang menjadi tumpuan tegaknya altern ekonomi Islam adalah sebagai berikut:
Nilai dasar altern ekonomi Islam:
1.                        Hakikat pemilikan adalah kemanfaatan, bukan penguasaan.
2.                        Keseimbangan ragam aspek dalam diri manusia.
3.                        Keadilan antar altern manusia.
Nilai instrumental altern ekonomi Islam:
1.                        Kewajiban zakat.
2.                        Larangan riba.
3.                        Kerjasama ekonomi.
4.                        Jaminan altern.
5.                        Peranan altern.
Nilai filosofis altern ekonomi Islam:
1.                        Sistem ekonomi Islam bersifat terikat yakni nilai.
2.                        Sistem ekonomi Islam bersifat dinamik, dalam arti penelitian dan pengembangannya berlangsung terus-menerus.
Nilai alternati altern ekonomi Islam:
  • Landasan aqidah.
  • Landasan akhlaq.
  • Landasan syari’ah.
  • Al-Qur’anul Karim.
  • Ijtihad (Ra’yu), meliputi qiyas, masalah mursalah, istihsan, istishab, dan urf.
2.3 Konsep Harta Dalam Islam
Pengertian Harta
  • Dalam bahasa arab harta disebul المال diambil dari kata مال, يميل ميلا yang berarti condong, cenderung dan miring. Dikatakan condong, cenderung dan miring karena secara tabi’at, manusia cenderung ingin memiliki dan menguasai harta. Dalam definisi ini Sesuatu yang tidak dikuasai oleh manusia tidak bisa dinamakan harta seperti burung diudara, pohon dihutan, dan barang tambang yang masih ada dibumi.
  • Dalam Mukhtar al-Qamus dan kamus al-Muhith, kata al-maal berarti ’apa saja yang dimiliki.
  • Dalam Mu’jam al-Wasith, maal itu ialah segala sesuatu yang dimiliki seseorang atau kelompok, seperti perhiasan, barang dagangan, bangunan, uang, dan hewan.
Secara Istilah
PENDAPAT ULAMA HANAFIYAH
المال كل مايمكن حيازتُه واخرازُه وينتفع به عادةً
Harta adalah segala sesuatu yang dapat diambil, disimpan dan dapat dimanfaatkan.
Þ    Sesuatu yang layak dimiliki menurut syarat serta dapat dimanfaatkan, disimpan/dikuasai dan bersifat konkret
  • Yang dimaksud dengan layak dimiliki menurut syarat ialah sesuai dengan syari’at atau ketentuan. Misalnya seorang muslim tidak layak memiki babi karena babi itu haram
  • Yang dimaksud dengan dapat dimanfaatkan ialah bahwa harta itu mempunyai kegunaan dan mempunyai nilai, misalnya sebutir beras itu tidak bisa dimanfaatkan karena tidak memiliki nilai dan tidak ada kegunaannya
  • Yang dimaksud dengan disimpan dan dikuasai ialah bahwa harta itu berada dalam pada orang yang memiliki harta itu bukan pada orang lain atau sebagainya. Misalnya kayu dihutan yang tidak ada kepemilikannya tidak disebut harta karena tidak dibawah kekuasaanya
  • Yang dimaksud bersifat konkret artinya harta itu nampak dan berwujud, sesuatu yang tidak berwujud tidak tidak disebut harta. Misalnya manfaat dari suatu benda seperti mendiami sebuah rumah dan mengendarai kendaraan tidak disebut harta karena manfaat itu tidak berwujud, hanya manfaat bisa dimiliki. Sehingga dalam pandangan ulama hanafiyah yang dimaksud dengan mal ialah 4 kriteria yang telah disebutkan tadi dan ulama hanafiyah membedakan antara hak milik dengan harta. Sementara jumhur ulama tidak membedakannya.
Þ    Ulama hanafiyah membedakan antara Hak milik dengan harta
  1. Hak Milik adalah sesuatu yang dapat digunakan secara khusus dan tidak dicampuri penggunaannya oleh orang lain,
  2. Harta adalah segala sesuatu yang dapat disimpan untuk digunakan ketika dibutuhkan, dalam penggunaannya bisa dicampuri orang lain.
Unsur harta
  1. Unsur ‘Aniyah            : Harta itu ada wujudnya dalam kenyataan
  2. Unsur ‘Urf                    : Segala sesuatu yang dipandang harta oleh seluruh manusia atau sebagian manusia
Kedudukan harta dalam islam
  • Harta sebagai perhiasan hidup
Qs. Al-Kahfi 46
الْمَالُ وَالْبَنُونَ زِينَةُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا
“Harta dan anak-anak itu merupakan perhiasan dunia”
  • Harta sebagai kebutuhan dasar
Qs. Al-Imran 14
زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالْأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الْمَآبِ
Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).
  • Harta sebagai fitnah
Qs. At-Taghabun 15
إِنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ وَاللَّهُ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ
Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu): di sisi Allah-lah pahala yang besar.
  • Kecelakaan bagi penghamba harta
تَعِسَ عَبْدُ الدينارِ وعبد الرهمِ وعبد الخَمِيْصَة ِاِنْ أُعْطِيَ رَضِيَ وَان لَمْ يُعْطَ سَخِطَ تَعِسَوَانْتَكَسَ وَاِذَاشِيْكَ فَلاَانْتَقَشَ (روه البخارى)
Celakalah orang yang menjadi hamba dinar (uang) orang yang menjadi hamba dirham, orang yang menjadi hamba pakaian, jika diberi ia bangga dan bila tidak diberi ia marah, mudah-mudahan dia celaka dan merasa sakit, jika dia kena suatu musibah dia tidak akan memperoleh jalan keluar.
  • Penghamba harta adalah terkutuk
لعن عبد الدينارلعن عبد الدرهم
Terkutuklah orang yang menjadi hamba dinar dan terkutuk pula orang yang menjadi hamba dirham (Hr Tirmidzi)
  • Segala sesuatu yang ada dibumi adalah mutlaq milik Allah
لِلَّهِ مَا فِي السَّمَوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ
Kepunyaan Allah lah apa-apa yang ada dilangit dan dibumi
Dengan demikian dapatlah dipahami sebagai bentuk konsekuensi logis dari keterangan diatas bahwa :
  1. Manusia bukan pemilik mutlak, tetapi dibatasi oleh hak-hak Allah sehingga wajib baginya untuk mengeluarkan sebagian kecil hartanya untuk berzakat dan ibadah lainnya.
  2. Cara-cara yang digunakan dalam pengambilan kegunaan terhadap suatu harta adalah harus mengarah kepada kemakmuran bersama, pelaksanaanya dapat diatur oleh masyarakat melalui wakil-wakilnya.
  3. Harta perorangan boleh digunakan untuk umum, dengan syarat pemiliknya memperoleh imbalan yang wajar
ý     Selain penggunaan harta untuk kepentingan umum harus diperhatikan kepentingan pribadi pun harus diperhatikan pula. Maka berlaku ketentuan sebagai berikut :
  1. Masyarakat tidak boleh mengganggu dan melanggar kepeentigan pribadi selama tidak merugikan orang lain dan masyarakat.
  2. Bagi pemilik harta boleh mengalihkan status kepemilikannya kepada orang lain dengan cara menjual, menghibahkannya.
Fungsi harta dalam islam
  1. Berfungsi untuk menyempurnakan pelaksanaan ibadah yang khas
  2. Untuk meningkatkan keimanan (ketakwaan) kepada Allah, sebab sebuah kefakiran cenderung mendekatkan diri kepada kekufuran
  3. Untuk meneruskan kehidupan dari satu periode ke periode berikutnya
  4. Untuk menyelaraskan (menyeimbangkan) antara kehidupan dunia dan akhirat.
  5. Untuk mengembangkan dan menegakkan ilmu-ilmu
  6. Untuk menumbuhkan silaturahmi
Macam-macam larangan dalam aktifitas ekonomi
Perkara-perkara yang merendahkan martabat dan akhlak manusia, berupa :
1) Memakan harta sesama manusia dengan jalan yang tidak halal atau batal.
2) Memakan harta yang didapat dengan jalan penipuan.
3) Dengan jalan melanggar janji atau sumpah yang telah di buat.
4) Dihasilkan dengan jalan mencuri

Perkara yang merugikan hak perorangan dan kepentingan sebagian keseluruhan masyarakat, dengan cara perdagangan yang memakai bunga, Penimbunan harta dengan jalan kikir. Dan orang yang menimbum harta dengan maksud untuk meninggikan harga, sehingga ia memperoleh keuntungan yang berlipat ganda. Penggunaan yang merupakan pemborosan. Baik itu dengan harta pribadi, perusahaan, masyarakat atau Negara yang bersifat mengeksploitasi sumber-sumber alam secara berlebihan dan tidak memperhatikan lingkungan. Memproduksi, memperdagangkan, dan mengonsumsi barang-barang yang terlarang seperti narkotika dan minuman keras, kecuali untuk kepentingan ilmu pengetahuan.

2.4 Konsep Kepemilikan dalam Islam
Pengertian Kepemilikan dalam Islam
"Kepemilikan" sebenarnya berasal dari bahasa Arab dari akar kata "malaka" yang artinya memiliki. Dalam bahasa Arab "milk" berarti kepenguasaan orang terhadap sesuatu (barang atau harta) dan barang tersebut dalam genggamannya baik secara riil maupun secara hukum. Dimensi kepenguasaan ini direfleksikan dalam bentuk bahwa orang yang memiliki sesuatu barang berarti mempunyai kekuasaan terhadap barang tersebut sehingga ia dapat mempergunakannya menurut kehendaknya dan tidak ada orang lain, baik itu secara individual maupun kelembagaan, yang dapat menghalang-halanginya dari memanfaatkan barang yang dimilikinya itu. Contohnya Ahmad memiliki sepeda motor. Ini berarti bahwa sepeda motor itu dalam kekuasaan dan genggaman Ahmad. Dia bebas untuk memanfaatkannya dan orang lain tidak boleh menghalanginya dan merintanginya dalam menikmati sepeda motornya.
Konsep dasar kepemilikan dalam  Islam adalah firman Allah swt ;
لِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ    البقرة / 284
Milik Allah-lah  segala sesuatu yang ada di langit dan bumi. QS    2: 284
Para fukoha memberikan batasan-batasan syar'i "kepemilikan" dengan berbagai ungkapan yang memiliki inti pengertian yang sama. Di antara yang paling terkenal adalah definisi kepemilikan yang mengatakan bahwa "milik" adalah hubungan khusus seseorang dengan sesuatu (barang) di mana orang lain terhalang untuk memasuki hubungan ini dan si empunya berkuasa untuk memanfaatkannya selama tidak ada hambatan legal yang menghalanginya.
Batasan teknis ini dapat digambarkan sebagai berikut. Ketika ada orang yang mendapatkan suatu barang atau harta melalui caara-cara yang dibenarkan oleh syara', maka terjadilah suatu hubungan khusus antara barang tersebut dengan orang yang memperolehnya. Hubungan khusus yang dimiliki oleh orang yang memperoleh barang (harta) ini memungkinkannya untuk menikmati manfaatnya dan mempergunakannya sesuai dengan keinginannya selama ia tidak terhalang hambatan-hambatan syar'i seperti gila, sakit ingatan, hilang akal, atau masih terlalu kecil sehingga belum paham memanfaatkan barang.
Dimensi lain dari hubungan khusus ini adalah bahwa orang lain, selain si empunya, tidak berhak untuk memanfaatkan atau mempergunakannya untuk tujuan apapun kecuali si empunya telah memberikan ijin, surat kuasa atau apa saja yang serupa dengan itu kepadanya. Dalam hukum Islam, si empunya atau si pemilik boleh saja seorang yang masih kecil, belum balig atau orang yang kurang waras atau gila tetapi dalam hal memanfaatkan dan menggunakan barang-barang "miliknya" mereka terhalang oleh hambatan syara' yang timbul karena sifat-sifat kedewasaan tidak dimiliki. Meskipun demikian hal ini dapat diwakilkan kepada orang lain seperti wali, washi (yang diberi wasiat) dan wakil (yang diberi kuasa untuk mewakili).

Jenis-jenis Kepemilikan
Sebelumnya perlu diterangkan di sini bahwa konsep Islam tentang kepemilikan memiliki karakteristik unik yang tidak ada pada sistem ekonomi yang lain. Kepemilikan dalam Islam bersifat nisbi atau terikat dan bukan mutlak atau absolut. Pengertian nisbi di sini mengacu kepada kenyataan bahwa apa yang dimiliki manusia pada hakekatnya bukanlah kepemilikan yang sebenarnya (genuine, real) sebab, dalam konsep Islam, yang memiliki segala sesuatu di dunia ini hanyalah Allah SWT, Dialah Pemilik Tunggal jagat raya dengan segala isinya yang sebenarnya. Apa yang kini dimiliki oleh manusia pada hakekatnya adalah milik Allah yang untuk sementara waktu "diberikan" atau "dititipkan" kepada mereka, sedangkan pemilik riil tetap Allah SWT. Karena itu dalam konsep Islam, harta dan kekayaan yang dimiliki oleh setiap Muslim mengandung konotasi amanah. Dalam konteks ini hubungan khusus yang terjalin antara barang dan pemiliknya tetap melahirkan dimensi kepenguasaan, kontrol dan kebebasan untuk memanfaatkan dan mempergunakannya sesuai dengan kehendaknya namun pemanfaatan dan penggunaan itu tunduk kepada aturan main yang ditentukan oleh Pemilik riil. Kesan ini dapat kita tangkap umpamanya dalam kewajiban mengeluarkan zakat (yang bersifat wajib) dan imbauan untuk berinfak, sedekah dan menyantuni orang-orang yang membutuhkan.
Para fukoha membagi jenis-jenis kepemilikan menjadi dua yaitu kepemilikan sempurna (tamm) dan kepemilikan kurang (naaqis). Dua jenis kepemilikan ini mengacu kepada kenyataan bahwa manusia dalam kapasitasnya sebagai pemilik suatu barang dapat mempergunakan dan memanfaatkan susbstansinya saja, atau nilai gunanya saja atau kedua-duanya. Kepemilikan sempurna adalah kepemilikan seseorang terhadap barang dan juga manfaatnya sekaligus. Sedangkan kepemilikan kurang adalah yang hanya memiliki substansinya saja atau manfaatnya saja. Kedua-dua jenis kepemilikan ini akan memiliki konsekuensi syara' yang berbeda-beda ketika memasuki kontrak muamalah seperti jual beli, sewa, pinjam-meminjam dan lain-lain.

 Sebab-sebab Timbulnya Kepemilikan Sempurna.
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kepemilikan dalam syariah ada empat macam yaitu:
(1) kepenguasaan terhadap barang-barang yang diperbolehkan,
(2) akad,
(3) penggantian dan
(4) turunan dari sesuatu yang dimiliki.
Penjelasan (1) Kepenguasaan terhadap barang-barang yang diperbolehkan. Yang dimaksud dengan barang-barang yang diperbolehkan di sini adalah barang (dapat juga berupa harta atau kekayaan) yang belum dimiliki oleh seseorang dan tidak ada larangan syara' untuk dimiliki seperti air di sumbernya, rumput di padangnya, kayu dan pohon-pohon di belantara atau ikan di sungai dan di laut.
Kepemilikan jenis ini memiliki karakteristik sebagai berikut :
a) Kepenguasaan ini merupakan sebab yang menimbulkan kepemilikan terhadap suatu barang yang sebelumnya tidak ada yang memilikinya.
b) Proses kepemilikan ini adalah karena aksi praktis dan bukan karena ucapan seperti dalam akad.
Karena kepemilikan ini terjadi oleh sebab aksi praktis, maka dua persyaratan di bawah ini mesti dipenuhi terlebih dahulu agar kepemilikan tersebut sah secara syar'i yaitu
(i) belum ada orang lain yang mendahului ke tempat barang tersebut untuk memperolehnya. Ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW, " Siapa yang lebih dahulu mendapatkan (suatu barang mubah) sebelum saudara Muslim lainnya, maka barang itu miliknya."
(ii) Orang yang lebih dahulu mendapatkan barang tersebut harus berniat untuk memilikinya, kalau tidak, maka barang itu tidak menjadi miliknya. Hal ini mengacu kepada sabda Rasulullah SAW bahwa segala perkara itu tergantung pada niat yang dikandungnya.
Bentuk-bentuk kepenguasaan terhadap barang yang diperbolehkan ini ada empat macam yaitu : a) kepemilikan karena menghidupkan tanah mati.
b) kepemilikan karena berburu atau memancing
c) rumput atau kayu yang diambil dari padang penggembalaan atau hutan belantara yang tidak ada pemiliknya.
d) kepenguasaan atas barang tambang.
Khusus bentuk yang keempat ini banyak perbedaan di kalangan para fukoha terutama antara madzhab Hanafi dan madzhab Maliki. Bagi Hanafiyah, hak kepemilikan barang tambang ada pada pemilik tanah sedangkan bagi Malikiyah kepemilikan barang tambang ada pada negara karena semua tambang, menurut madzhab ini, tidak dapat dimiliki oleh seseorang dengan cara kepenguasaannya atas tanah atau tidak dapat dimiliki secara derivatif dari kepemilikan atas tanah.
4.      Kepemilikan kurang (naaqishah)
Sedangkan kepemilikan naaqishah adalah yang hanya memiliki barangnya saja atau manfaatnya saja
Islam memiliki suatu pandangan yang khas mengenai masalah kepemilikan yang berbeda dengan pandangan kapitalisme dan sosialisme. Islam tidak mengenal adanya kebebasan kepemilikan karena pada dasarnya setiap perilaku manusia harus dalam kerangka syariah termasuk masalah ekonomi. Islam mengatur cara perolehan dan pemanfaatan kepemilikan. Menurut Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani ada tiga macam kepemilikan yaitu :
    1. Kepemilikan Individu (Milkiyah Fardhiah)
    2. Kepemilikan Umum (Milkiyah ‘Ammah)
    3. Kepemilikan Negara (Milkiyah Daulah)
    Penjelasan masing-masing jenis kepemilikan adalah sebagai berikut :
a.    Kepemilikan Individu (Milkiyah Fardhiah)
    adalah idzin syariat pada individu untuk memanfaatkan suatu barang melalui lima sebab kepemilikan (asbab al-tamalluk) individu yaitu 1) Bekerja (al-’amal), 2) Warisan (al-irts), 3) Keperluan harta untuk mempertahankan hidup, 4) Pemberian negara (i’thau al-daulah) dari hartanya untuk kesejahteraan rakyat berupa tanah pertanian, barang dan uang modal, 5) Harta yang diperoleh individu tanpa berusaha seperti hibah, hadiah, wasiat, diat, mahar, barang temuan, santunan untuk khalifah atau pemegang kekuasaan pemerintah. Kekayaan yang diperoleh melalui bekerja (al-’amal) meliputi upaya menghidupkan tanah yang mati (ihya’u al-mawat), mencari bahan tambang, berburu, pialang (makelar), kerjasama mudharabah, musyaqoh, pegawai negeri atau swasta.
b.    Kepemilikan Umum (Milkiyah ‘Ammah)
    adalah idzin syariat kepada masyarakat secara bersama-sama memanfaatkan suatu kekayaan yang berupa barang-barang yang mutlak diperlukan manusia dalam kehidupa sehari-hari seperti air, sumber energi (listrik, gas, batu bara, nuklir dsb), hasil hutan, barang tidak mungkin dimiliki individu seperti sungai, pelabuhan, danau, lautan, jalan raya, jembatan, bandara, masjid dsb, dan barang yang menguasai hajat hidup orang banyak seperti emas, perak, minyak dsb.
c.    Kepemilikan Negara (Milkiyah Daulah)
    adalah idzin syariat atas setiap harta yang hak pemanfaatannya berada di tangan khalifah sebagai kepala negara. Termasuk dalam kategori ini adalah harta ghanimah (pampasan perang), fa’i, kharaj, jizyah, 1/5 harta rikaz (harta temuan), ‘ushr, harta orang murtad, harta yang tidak memiliki ahlli waris dan tanah hak milik negara.
Sebab Sebab Kepemilikan
Sebab sebab adanya kepemilikan yang ditetapkan syara’ ada empat yaitu :
1.      Ihrozul mubahat, Yaitu memiliki sesuatu yang boleh dimiliki.
2.      Akad
3.      Al-Kholafiyah, Yaitu Pewarisan
4.      Turunan dari sesuatu yang dimiliki
















BAB III
PENUTUP


3.1 Kesimpulan
Perekonomian sebagai salah satu sendi kehidupan yang penting bagi manusia, oleh al-Qur’an telah diatur sedemikian rupa. Riba secara tegas telah dilarang karena merupakan salah satu sumber labilitas perekonomian dunia. Al-Qur’an menggambarkannya sebagai orang yang tidak dapat berdiri tegak melainkan secara limbung bagai orang yang kemasukan syaithan.
Hal terpenting dari semua itu adalah bahwa kita harus dapat mengembalikan fungsi asli uang yaitu sebagai alat tukar / jual-beli. Memperlakukan uang sebagai komoditi dengan cara memungut bunga adalah sebuah dosa besar, dan orang-orang yang tetap mengambil riba setelah tiba larangan Allah, diancam akan dimasukkan ke neraka (Qs.al-Baqarah:275). Berdirinya Bank Muamalat Indonesia merupakan salah satu contoh tantangan untuk membuktikan suatu pendapat bahwa konsepsi Islam dalam bidang moneter dapat menjadi konsep alternative.













DAFTAR PUSTAKA


http://nazharuto.wordpress.com/2010/06/30/konsep-harta-dalam-islam/

http://eki-blogger.blogspot.com/2012/09/kepemilikan-dalam-islam.html

No comments:

Post a Comment